Kamis, 21 April 2011

Revitalisasi Posyandu Balita

Revitalisasi Posyandu Balita
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk terciptanya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk, agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagaimana tercantum pada pasal 3 Undang Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan Dalam permenkes RI No. 741/menkes/per/VII/2008 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten/kota pada bab 2 pasal 2 ayat 2a dijelaskan bahwa cakupan kunjungan ibu hamil k4 95 % pada tahun 2015, cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80 % pada tahun 2015, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan 90 % pada tahun 2015, cakupan pelayanan nifas 90 % pada tahun 201, cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani 80 % pada tahun 2010, cakupan kunjungan bayi pada tahun 2010, cakupan desa/kelurahan universal child immunization 100 % pada tahun 2010, cakupan pelayan anak balita 90 % pada tahun 2010, cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 – 24 bulan 100 % pada tahun 2010, cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan 100 % pada tahun 2010, cakupan peserta KB aktif 70 % pada tahun 2010, dengan melihat indikator di atas tentu hal ini akan membutuhkan suatu upaya-upaya yang strategis yang harus segera dilakukan secepatnya. Dan salah satunya adalah pemberdayaan masyarakat melalui Upaya Kesehatan bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi yakni pos pelayanan terpadu (Posyandu).
Sejalan dengan otonomi daerah (desentralisasi pelayanan dasar) kehadiran posyandu semakin lama semakin berkurang tidak saja jumlahnya tetapi juga kegiatannya. Pernyataan otonomi menurunkan aktivitas posyandu ini didukung oleh Menkes Siti Fadilah. Masalah ini akhirnya disadari oleh pemerintah, dan mulai mengadakan program revitalisasi, seperti dalam ucapan pidato kenegaraan tahun 2006 oleh presiden bahwa "pemerintah akan terus berupaya, untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, guna menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Kegiatan penyuluhan kesehatan, termasuk kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) juga mulai diaktifkan kembali. Hal ini sejalan dengan diterbitkannya Pedoman umum revitalisasi posyandu beberapa tahun yang lalu melalui surat edaran menteri dalam negeri dan otonomi daerah nomor : 411.3/1116/SJ tanggal 13 juni 2001.
Agar Posyandu dapat melaksanakan fungsinya, maka perlu upaya-upaya revitalisasi fungsi dan kinerjanya yang selama ini belum menunjukkan hasil yang optimal dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pengguna (user) Posyandu. Dimana dalam hal ini harus didukung oleh peningkatan peranan kader yang lebih berkualitas, tersedianya sarana dan prasarana, dukungan peran serta masyarakat setempat melalui kesadaran para pengguna posyandu itu sendiri serta adanya kerjasama dan sinergitas lintas sektor yang terkait.

B. RUMUSAN MASALAH
Jadi perumusan masalahnya adalah ‘Apakah program revitalisasi posyandu balita dapat menurunkan angka kematian bayi ?’














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. POSYANDU
1. Sejarah Lahirnya Posyandu
Perkembangan berbagai upaya kesehatan dengan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat diharapkan dapat menguntungkan masyarakat, karena memberikan kemudahan bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan, sehingga pada tahun 1984 dikeluarkanlah Instruksi Bersama antara Menteri Kesehatan, Kepala BKKBN dan Menteri Dalam Negeri, yang mengintegrasikan berbagai kegiatan yang ada di masyarakat ke dalam satu wadah yang disebut dengan nama Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU). Kegiatan yang dilakukan, diarahkan untuk lebih mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi, yang sesuai dengan konsep ke dalam 5 kegiatan Posyandu, yaitu KIA, KB, Imunisasi, Gizi dan penanggulangan diare.

2. Pengertian Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi ( Depkes RI, 2006 ).

3. Tujuan Umum dan Khusus Posyandu
a. Tujuan umum posyandu adalah menunjang percepatan penurunan
angka kematian ibu(AKI) dan angka kematian bayi(AKB) di indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat.
b. Tujuan khusus posyandu adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan peran masyarakat dalam penyelenggaran upaya kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
b. Meningkatkan peran lintas sektor dalam penyelenggaraan posyandu, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB
c. Meningkatnya cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.

4. Sasaran
1. Bayi berusia kurang dari 1 tahun
2. Anak balita usia 1 sampai dengan 5 tahun
3. Ibu hamil, Ibu menyusui dan Ibu nifas
4. Wanita usia subur.

5. Pembentukan
Posyandu dibentuk dari pos-pos yang telah ada seperti :
1. Pos penimbangan balita
2. Pos imunisasi
3. Pos keluarga berencana desa
4. Pos kesehatan
5. Pos lain yang dibentuk baru.

6. Persyaratan
1. Penduduk RW tersebut paling sedikit terdapat 100 oran balita
2. Terdiri dari 120 kepala keluarga
3. Disesuaikan dengan kemampuan petugas (bidan desa)
4. Jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam satu tempat atau kelompok tidak terlalu jauh.

7. Fungsi Posyandu
1. Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan keterampilan dari petugas kepada masyarakat dan antar sesama masyarakat dalam rangka mempercepat penurunan AKI dan AKB.
2. Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.

8. Manfaat Posyandu
1. Bagi masyarakat
a. Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
b. Memperoleh bantuan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan terutama terkait kesehatan ibu dan anak.
c. Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan terpadu kesehatan dan sektor lain terkait.
2. Bagi kader, pengurus Posyandu dan tokoh masyarakat
a. Mendapatkan informasi terdahulu tentang upaya kesehatan yang terkait dengan penurunan AKI dan AKB.
b. Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan penurunan AKI dan AKB.
3. Bagi Puskesmas
a. Optimalisasi fungsi Pusskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
b. Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan sesuai kondisi setempat.
c. Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga dan dana melalui pemberian pelayanan secara terpadu.
4. Bagi sektor lain
a. Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah sektor terkait, utamanya yang terkait dengan upaya penurunan AKI dan AKB sesuai kondisi setempat.
b. Meningkatkan efisiensi melalui pemberian perlayanan secara terpadu sesuai dengan tupoksi masing-masing sektor.

B. Konsep Dasar Balita
a. Pengertian
Bahwa lima tahun atau sering di singkat sebagai balita merupakan
Salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia balita di mulai dari dua sampai lima tahun, atau bisa di gunakan perhitungan bulan yaitu usia 24-60 bulan. Periode usia ini di sebut juga sebagai usia prasekolah.
b. Ciri khas perkembangan balita
Ciri khas perkembangan balita antara lain:
1) Perkembangan fisik
Pertambahan perkembangan berat badan menurun, terutama di awal balita. Hal ini terjadi karena balita menggunakan banyak energi untuk bergerak.
2) Perkembangan psikologis
a) Psikomotor
Terjadi perubahan yang cukup drastis dari kemampuan psikomotor balita yang mulai terampil dalam pergerakanya (lokomotion).
b) Aturan
Pada masa balita adalah saatnya dilakukan latihan mengendalikan diri atau bisa disebut sebagai toilet training.
c) Kognitif
Pada periode usia ini pemahaman terhadap obyek telah lebih ajeg.
d) Sosial dan individu
Pada periode usia ini balita mulai belajar berinteraksi dengan lingkungan sosial di luar kluarga, pada awal masa balita, bermain bersama berarti bersama-sama berada pada suatu tempat dengan sebaya, namun tidak bersama-sama dalam satu permainan interaktif.
c. Pendidikan dan pengembangan
Cara belajar yang dilakukan pada usia prasekolah ini melalui bermain serta rangsang dari lingkungannya, terutama lingkungan rumah.
d. Makanan sehat
Balita akan terus tumbuh dan membutuhkan gizi yang lebih dari orang dewasa untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal.




BAB III
PEMBAHASAN

Posyandu bersumber dari masyarakat, pemerintah tetap ikut andil terutama dalam hal penyediaan bantuan teknis dan kebijakan. Kebijakan terkait posyandu terbaru adalah Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tertanggal 13 Juni 2001 tentang Pedoman Umum Revitalisasin Posyandu. Salah satu indikator keberhasilan revitalisasi posyandu adalah meningkatnya status gizi anak sehingga jumlah anak yang berat badannya tidak naik semakin menurun. Kasus kurang gizi dan gizi buruk terkadang sulit ditemukan di masyarakat, salah satu penyebabnya adalah karena si ibu tidak membawa anaknya ke pusat pelayanan kesehatan. Akibatnya bermunculan berbagai kasus kesehatan masyarakat bermula dari kekurangan gizi yang terlambat terdeteksi pada banyak balita seperti diarae, anemia pada anak, dan lain-lain di beberapa provinsi di Indonesia. Kondisi ini juga ternyata melanda provinsi DKI Jakarta pada sekitar awal tahun 2005.
Angka Kematian Ibu (AKI) Indonesia masih cukup tinggi. Menurut Survei Kesehatan Demografi Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 AKI untuk periode tahun 1998-2002, adalah sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi (AKB) terjadi turun naik. Tahun 1997 AKB mencapai 46 per 1000 kelahiran hidup, kemudian tahun 2002 menurun menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup, kemudian tahun 2002 menurun menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 2002).
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI melalui Surat Nomor: 443/1334/SJ tanggal 8 Juni 2005, tentang program-program kesehatan dasar dan penyakit menular antara lain meminta untuk segera melakukan revitalisasi dan optimalisasi Posyanda. Dalam surat tersebut, mendagri agar pemerintah provinsi segera mengembangkan langkah-langkah kegiatan antara lain meningkatkan kualitas kemampuan dan keterampilan kade, meningkatkan pemenuhan kelengkapan sarana dan prasarana, meningkatkan fungsi pendampingan dan kualitas pembinaan, serta meningkatkan peranserta masyarakat, kemitraan dengan swasta dan dunia usaha.

Dari uraian diatas maka Program revitalisasi posyandu mempunyai tujuan agar terjadi peningkatan fungsi dan kinerja posyandu, dengan kegiatan utama adalah
1) pelatihan, untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas kader.
2) pelayanan, mencakup pelayanan lima program prioritas yang merupakan paket minimal dengan sasaran khusus balita dan ibu hamil serta menyusui dan;
3) penggerakan masyarakat.
Sedangkan kegiatan posyandu meliputi :
5 kegiatan posyandu (Panca Krida Posyandu)
1. Kesehatan ibu dan anak
2. Keluarga berencana
3. Imunisasi Peningkatan gizi
4. Penanggulangan diare
kegiatan posyandu (Sapta Krida Posyandu)
1. Kesehatan ibu dan anak
2. Keluarga berencana
3. Imunisasi
4. Peningkatan gizi
5. Penanggulangan diare
6. Sanitasi dasar
7. Penyediaan obat esensial

Alasan Pendirian Posyandu antara lain :
1. Posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam upaya pencegahan penyakit dan PPPK sekaligus dengan pelayanan KB
2. Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat, sehingga menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap upaya dalam bidang kesehatan dan keluarga berencana.

Penyelenggaraan posyandu meliputi :
1. Pelaksanaan kegiatan
Adalah anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader kesehatan setempat dibawah bimbingan puskesmas.
2. Pengelola posyandu
Adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari kader PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di wilayah tersebut. Lokasi
1. Berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat
2. Ditentukan oleh masyarakat iu sendiri
3. Dapat merupakan lokal tersendiri
4. Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos RT/RW atau pos lainnya.

Pelayanan kesehatan yang dijalankan antara lain :
1. Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita.
a. Penimbangan bulanan
b. Pemberian tambahan makanan bagi yang berat badannya kurang
c. Imunisasi bayi 3-14 bulan
d. Pemberian oralit untuk mengurangi diare
e. Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama.
2. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia subur.
a. Pemeliharaan kesehatan umum
b. Pemeriksaan kehamilan dan nifas
c. Pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil penambah darah
d. Imunisasi TT untuk ibu hamil
e. Penyuluhan kesehatan dan KB
f. Pemberian alat kontrasepsi KB
g. Pemberian oralit pada ibu yang terkena diare
h. Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama
i. Pertolongan pertama pada kecelakaan
Ada Sistem Lima Meja untuk mendukung pelaksanaan posyandu :
1. Meja I
a. Pendaftaran
b. Pencatatan bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur.
2. Meja II
Penimbangan balita, Ibu hamil
3. Meja III
Pengisian KMS
4. Meja IV
a. Diketahui berat badan anak yang naik/tidak naik, ibu hamil dengan resiko tinggi, PUS yang belum mengikuti KB
b. Penyuluhan kesehatan
c. Pelayanan TMT, oralit, vitamin A, tablet zat besi, pil ulangan, kondom
5. Meja V
a. Pemberian imunisasi
b. Pemeriksaan kehamilan
c. Pemeriksaan kesehatan dan pengobatan
d. Pelayanan kontrasepsi IUD, suntikan
Untuk meja I sampai IV dilaksanakan oleh kader kesehatan dan untuk meja V dilaksanakan oleh petugas kesehatan diantaranya : dokter, bidan, perawat, juru immunisasi dan sebagainya.


















BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
1. Pos pelayanan terpadu merupakan kegiatan yang telah dilakukan oleh masyarakat dalam bentuk pos Timbangan, PMT, Pos kesehatan dan sebagainya, dengan motifasi baru yang merupakan bentuk operational dari pendekatan strategis keterpaduan 5 program atau KB kesehatan dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian bayi, balita, penurunan angka fertilitas dalam rangka mempercepat terwujudnya norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS)
2. Peranan lintas sektoral dan lintas program berpengaruh dalam keberhasilan pos pelayanan terpadu
3. Peningkatan peran serta aktif masyarakat akan meningkatkan daya guna dan hasil guna posyandu
4. Alih teknologi, swakelola masyarakat merupakan aspek dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
B. Saran
1. Tenaga Kesehatan Khususnya Bidan di Komunitas
Diharapkan kepada bidan yang langsung sebagai pembina di posyandu dapat memberikan pelayanan yang bermutu di posyandu dan dapat bekerja sama dengan lintas sektor membuat program inovatif sehingga posyandu diminati masyarakat dan menganggapnya sebagai kebutuhan untuk alat pemantau kesehatan balita mereka.
2. Lintas Sektoral Diharapkan kepada lintas sektor agar lebih aktif bekerja sama dengan lintas terkait demi terwujudnya posyandu yang mandiri dan bisa sebagai sarana utama mencapai balita yang sehat dan bermutu.
3. Masyarakat
Diharapkan partisipasi aktif masyarakat untuk aktif menjalankan posyandu, karena posyandu adalah milik masyarakat itu sendiri.
4. Kader
Diharapkan keikhlasan kader agar mau secara suka rela mengabdikan diri di posyandu demi suksesnya program posyandu tanpa memandang imbalan jasa.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2006. Buku Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta.

Notoatmojo.2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Rineka Cipta : Jakarta.

Perawatan Kesehatan Masyarakat, Drs. Nasrul Effendy.
http://kesmas-unsoed.blogspot.com/2010/08/makalah-revitalisasi-posyandu-balita.html

KADARZI DALAM KEPERAWATAN KOMUNITAS

KADARZI DALAM KEPERAWATAN KOMUNITAS
Pendahuluan
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Suatu keluarga disebut KADARZI apabila telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan minimal dengan:
a. Menimbang berat badan secara teratur.
b. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur
enam bulan (ASI eksklusif).
c. Makan beraneka ragam.
d. Menggunakan garam beryodium.
e. Minum suplemen gizi sesuai anjuran.
Untuk mewujudkan perilaku KADARZI, sejumlah aspek perlu dicermati. Aspek ini berada di semua tingkatan yang mencakup 1) tingkat keluarga, 2) tingkat masyarakat, 3) tingkat pelayanan kesehatan, dan 4) tingkat pemerintah. Di tingkat keluarga, aspek tersebut adalah i) pengetahuan dan keterampilan keluarga dan ii) kepercayaan, nilai dan norma yang berlaku. Sementara, di tingkat masyarakat yang perlu diperhatikan sebagai faktor pendukung perubahan perilaku keluarga, adalah i) norma yang berkembang di masyarakat dan ii) dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) yang mencakup eksekutif, legislatif, tokoh agama/masyarakat, LSM, ormas, media massa, sektor swasta dan donor. Di tingkat pelayanan kesehatan mencakup pelayanan preventif dan promotif. Di tingkat pemerintahan mencakup adanya kebijakan pemerintah yang mendukung dan pelaksanaan kebijakan yang dapat dipertanggungjawabkan.





Permasalahan

1. Tingkat Keluarga
Pada umumnya keluarga telah memiliki pengetahuan dasar mengenai gizi. Namun demikian, sikap dan keterampilan serta kemauan untuk bertindak memperbaiki gizi keluarga masih rendah. Sebagian keluarga menganggap asupan makanannya selama ini cukup memadai karena tidak ada dampak buruk yang mereka rasakan. Sebagian keluarga juga mengetahui bahwa ada jenis makanan yang lebih berkualitas, namun mereka tidak ada kemauan dan tidak mempunyai keterampilan untuk penyiapannya.
Gambaran perilaku gizi yang belum baik juga ditunjukkan dengan masih rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan oleh masyarakat. Saat ini baru sekitar 50 % anak balita yang dibawa ke Posyandu untuk ditimbang sebagai upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan. Bayi dan balita yang telah mendapat Kapsul Vitamin A baru mencapai 74 % dan ibu hamil yang mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) baru mencapai 60 %.
Sementara itu perilaku gizi lain yang belum baik adalah masih rendahnya ibu yang menyusui bayi 0-6 bulan secara eksklusif yang baru mencapai 39 %, sekitar 28 % rumah tangga belum menggunakan garam beryodium yang memenuhi syarat dan pola makan yang belum beraneka ragam.
Masalah lain yang menghambat penerapan perilaku KADARZI adalah adanya kepercayaan, adat kebiasaan dan mitos negatif pada keluarga. Sebagai contoh masih banyak keluarga yang mempunyai anggapan negatif dan pantangan terhadap beberapa jenis makanan yang justru sangat bermanfaat bagi asupan gizi.

2. Tingkat Masyarakat
Penanggulangan masalah kesehatan dan gizi di tingkat keluarga perlu keterlibatan masyarakat. Dari berbagai studi di Indonesia, ditemukan bahwa masalah kesehatan dan gizi cenderung dianggap sebagai masalah individu keluarga, sehingga kepedulian masyarakat dalam penanggulangan masalah kesehatan dan gizi masih rendah.
Keterlibatan dan perhatian pihak LSM di pusat dan daerah terhadap masalah kesehatan dan gizi masyarakat belum memadai. Hal serupa terjadi juga pada peranan tokoh masyarakat dan tokoh agama yang sebetulnya memiliki pengaruh yang kuat di masyarakat tetapi belum berperan secara optimal. Demikian pula dengan keterlibatan pihak swasta atau dunia usaha yang seharusnya memiliki potensi besar dalam promosi KADARZI.

3. Tingkat Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan preventif dan promotif sangat diperlukan dala mewujudkan KADARZI. Namun demikian kajian saat ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan masih menitikberatkan pada upaya kuratif dan rehabilitatif. Di lapangan saat ini kegiatan dan ketersediaan media promosi masih sangat terbatas.


Peran Perawat Komunitas dalam Kadarzi
Dengan diketahuinya permasalahan yang terdapat pada tingkat keluarga, masyarakat dan pelayanan kesehatan maka peran yang dilakukan oleh seorang perawat komunitas dalam kontes Kadarzi adalah dalam bentuk kegiatan :
Promosi Kesehatan
Promosi Kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.

Promosi KADARZI
Promosi KADARZI adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan keluarga melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar dapat mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang mendukung upaya KADARZI

Pemantauan Promosi KADARZI
Pemantauan promosi KADARZI merupakan upaya supervisi dan mereview kegiatan promosi yang dilaksanakan secara sistimatis oleh pengelola program untuk melihat apakah pelaksanaan kegiatan sudah sesuai dengan yang direncanakan

Peran lain yang juga sangat penting dan bisa dilakukan oleh seorang perawat komunitas adalah sebagai petugas pendamping dan dalam hal ini maka peran persebut meliputi kegiatan :
1. Membuat jadwal kunjungan rumah keluarga sasaran.
Petugas pendamping membuat jadwal kunjungan berdasarkan kesepakatan dengan keluarga sasaran. Kunjungan direncanakan sesuai dengan berat ringannya masalah gizi yang dihadapi keluarga.
2. Melakukan kunjungan ke keluarga sasaran secara berkelanjutan.
Petugas pendamping melakukan kunjungan ke keluarga sasaran yang berjumlah 10-20 keluarga. Masing-masing keluarga sasaran akan didampingi secara berkelanjutan sebanyak rata-rata 10 kali kunjungan disesuaikan dengan berat ringannya masalah sampai keluarga tersebut mampu mengatasi masalah gizi yang dihadapi. Oleh karena itu kunjungan hendaknya sesuai dengan rencana yang telah dibuat sehingga pendampingan dapat dilaksanakan secara optimal. Dalam melakukan pendampingan, kader pendamping dibekali buku saku dan formulir pencatatan pendampingan. Kader pendamping hendaknya bersikap ramah, sopan dan menjaga agar terjalin hubungan baik sehingga keluarga sasaran mau menerima dan menceritakan masalah yang dihadapi.
3. Mengidentifikasi dan mencatat masalah gizi yang terjadi pada keluarga sasaran.
Meskipun pada saat pendataan telah diketahui masalah gizi keluarga sasaran, namun petugas pendamping masih perlu melakukan identifikasi secara teliti masalah gizi yang dihadapi pada saat kunjungan. Identifikasi masalah gizi dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang terkait dengan 5 perilaku KADARZI.
Di samping itu dilakukan pengamatan terhadap balita atau anggota keluarga lain yang menderita sakit, kebersihan diri dan lingkungan rumah serta pemanfaatanair bersih. Semua hasil identifikasi tersebut harus dicatat untuk setiap sasaran agar dapat diberikan nasehat sesuai dengan masalahnya.
4. Memberikan nasehat gizi sesuai permasalahannya.
Setelah diketahui masalah gizi yang dihadapi keluarga sasaran, maka petugas pendamping memberikan nasehat yang sesuai dengan masalahnya. Nasehat yang disampaikan berisi anjuran atau cara-cara untuk mengatasi dan mencegah terulangnya masalah yang dihadapi. Nasehat hendaknya dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesediaan/kesanggupan keluarga untuk melakukan anjuran yang disampaikan dan kemajuannya akan dilihat pada kunjungan berikutnya.
Dalam memberikan nasehat hendaknya Kader Pendamping selalu menggunakan alat peraga dan media penyuluhan sesuai dengan masalahnya. Nasehat yang disampaikan dicatat pada kolo nasehat yang diisi sesuai dengan masalah dan tanggal kunjungan.
Nasehat gizi dapat berupa:
a. Mengajak sasaran setiap bulan datang ke Posyandu.
Dalam setiap kunjungan, kader pendamping hendaknya selalu menghimbau dan mengaja keluarga sasaran agar mau membawa anaknya ditimbang setiap bulan di Posyandu. Untuk meyakinkan keluarga sasaran, perlu disampaikan manfaat menimbang berat badan balita setiap bulan terhadap pertumbuhannya.
b. Mengusahakan agar seluruh anak balita di wilayah tugasnya memiliki KMS.
Setiap balita harus mempunyai KMS sebagai alat monitoring pertumbuhan. Oleh karena itu kader pendamping harus mengusahakan agar seluruh anak balita dari keluarga sasaran yang didampingi dapat memperoleh KMS, dengan cara mengajukan usulan permintaan KMS kepada Bidan Poskesdes atau TPG Puskesmas.
c. Menganjurkan keluarga yang mempunyai bayi 0-6 bulan untuk memberikan
ASI saja (ASI eksklusif) dan memberikan makanan pendamping ASI kepada bayinya sejak usia 6 bulan-24 bulan.
d. Menganjurkan balita atau keluarga untuk mengkonsumsi aneka ragam makanan sesuai anjuran.
e. Menganjurkan agar keluarga selalu mengkonsumsi garam beryodium.
Pada umumnya, garam beryodium sudah tersedia di pasaran. Petugas pendamping menjelaskan pentingnya zat yodium untuk mencegah dan menanggulangi GAKY, serta menganjurkan agar keluarga menggunakan hanya garam beryodium dalam hidangan sehari-hari. Dijelaskan juga cara
mengenali garam beryodium dari kemasan dan mereknya. Lakukan pemeriksaan garam yang ada di rumah apakah beryodium atau tidak dengan menggunakan tes yodina atau tes amilum.
f. Menganjurkan ibu hamil untuk datang memeriksakan kehamilannya secara rutin kepada
Bidan Poskesdes minimal 4 (empat) kali selama hamil.
g. Membantu sasaran untuk mendapatkan suplemen gizi.
Untuk membantu sasaran mendapatkan suplemen gizi, kader pendamping perlu memberikan informasi tentang gejala kekurangan gizi (Kurang vitamin A,kurang darah/anemia dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium) dan cara penanggulangannya serta memberikan anjuran tentang kapan dan dimana dapat memperoleh suplemen gizi. Anjuran yang disampaikan yaitu sebagai
berikut:
1. Ibu hamil perlu mendapatkan dan minum tablet besi minimal 90 tablet selama hamil untuk mencegah dan menanggulangi anemia
2. Ibu nifas perlu mendapatkan dan minum 2 kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000 SI (kapsul merah), 1 kapsul setelah bayi lahir dan 1 kapsul hari berikutnya atau paling lama 28 hari setelah melahirkan, dapat diperoleh di Posyandu atau sarana kesehatan lain untuk mencegah dan menanggulangi kekurangan vitamin A pada bayi yang disusui.
3. Bayi umur 6-11 bulan perlu mendapatkan dan minum 1 kapsul vitamin A dosis tinggi 100.000 SI (kapsul biru) setiap bulan Februari atau Agustus dapat diperoleh di Posyandu atau Puskesmas untuk mencegah dan menanggulangi kekurangan vitamin A.
4. Balita 12-59 bulan perlu mendapatkan dan minum kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000 SI (kapsul merah) setiap bulan Februari dan Agustus, dapat diperoleh di Posyandu atau Puskesmas untuk mencegah dan menanggulangi kekurangan vitamin A
5. Mengantarkan kasus rujukan dan menindaklanjuti masalah pasca rujukan/perawatan
Peran petugas pendamping sangat penting untuk memfasilitasi supaya keluarga yang mempunyai balita yang berat badannya tidak naik 2 kali berturut-turut, BGM dan balita gizi buruk bersedia dirujuk. Rujukan dilaksanakan oleh Petugas Pendamping ke Poskesdes/Puskesmas. Bagi keluarga miskin biaya perawatan gizi buruk di Puskesmas atau Rumah Sakit ditanggung pemerintah melalui Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin (Askeskin). Di samping itu, petugas pendamping agar menindaklanjuti pelayanan pasca rujukan, misalnya memberikan konseling sesuai dengan masalah.
6. Menyelenggarakan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) untuk membahas masalah gizi yang ditemukan selama kegiatan pendampingan. DKT dilakukan sesuai masalah yang dihadapi oleh keluarga sasaran yang difasilitasi oleh petugas pendamping dan dihadiri oleh petugas Poskesdes. Untuk lebih memotivasi keluarga sasaran, DKT dapat menghadirkan keluarga yang berhasil menerapkan KADARZI..
7. Petugas pendamping menjalin kerjasama dengan Tokoh masyarakat, Tokoh Agama, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan donatur untuk membantu memecahkan masalah gizi keluarga melalui pertemuan kelompok kerja KADARZI Desa.
8. Mencatat perubahan perilaku KADARZI
Petugas pendamping mencatat perubahan perilaku keluarga sasaran pada akhir proses pendampingan. Perubahan perilaku yang diukur meliputi lima perilaku KADARZI .
9. Petugas merekap hasil perubahan perilaku dari seluruh keluarga yang didampingi dengan menggunakan.

Penutup


Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi sumber daya manusia, serta memiliki kontribusi yang besar untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia.Oleh karena itu menjadi suatu keharusan bagi semua pihak untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan demi kesejahteraan masyarakat.
Dari gambaran permasalahan yang ada maka peran dan tanggung jawab perawat komunitas tidak lepas dari fungsi dan perannya sendiri yang diarahkan pada upaya promotif dan preventif dalam hal ini bertindak sebagai petugas promosi dan petugas pendamping.
http://keperawatankomunitas.blogspot.com/2011/04/kadarzi-dalam-keperawatan-komunitas.html

SITUASI KESEHATAN DAN GIZI DAN ISSUE KEBIJAKAN MEMASUKI MILENIUM KETIGA

SITUASI KESEHATAN DAN GIZI
DAN ISSUE KEBIJAKAN MEMASUKI MILENIUM KETIGA



PENDAHULUAN

Hasil sementara Sensus Penduduk tahun 2000 memperkirakan jumlah penduduk 203.456.005, dengan laju pertumbuhan penduduk 1990-2000 adalah 1,35 (BPS, 2001). Dari total penduduk tersebut, diperkirakan proporsi balita adalah 8.88%, usia reproduktif 15-49 tahun: 55,28% (perempuan), dan 54,86% (laki-laki). (lihat table 1). Uraian berikut ini dikaitkan dengan analisis situasi, issue serta kebijakan tentang kesehatan dan gizi. Informasi dari Sensus Penduduk ini menjadi penting dalam upaya pemerintah, khususnya kesehatan dan gizi, dalam mentargetkan kelompok rawan pada penduduk yang memerlukan intervensi.

Memasuki milenium baru, Indonesia dihadapi dengan perubahan ekonomi dan politik yang tidak menentu. Walaupun tidak merata, secara umum Bank Dunia melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif sebelum tahun 1997 (lihat figure 1: GNP per capita 1986-2000). Pertumbuhan ekonomi ini berdampak pada penurunan angka kemiskinan dari 40% tahun 1976 menjadi 11% tahun 1996 (Figure 2); penurunan kematian bayi; penurunan kematian anak 0-4 tahun; dan 25% penurunan kematian ibu. Secara statistik hal ini ditunjang pula dengan pencapaian keamanan pangan, dan pencapaian pelayanan kesehatan terutama pada ibu dan anak.

Krisis ekonomi memperlambat proses penurunan yang telah terjadi selama tiga dekade terkakhir. Krisis ekonomi menurunkan nilai rupiah yang berakibat pada merosotnya pendapatan perkapita (lihat figure 1) dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 11% tahun 1996 atau 34.5 juta orang menjadi 16.64% tahun 1999 atau 47,9 juta orang (lihat figure 2). Dampak krisis ekonomi terhadap kesehatan masyarakat dapat dilihat secara tidak langsung. Disadari secara luas bahwa dampak krisis ekonomi berdampak negatif pada status kesehatan masyarakat, akan tetapi bukti nyata secara statistik masih perlu dikaji agar tidak terjadi kontradiksi. Kenyataannya kajian perubahan morbiditas dan mortalitas pada penduduk masih dilakukan terus menerus. Diperlukan informasi data kesehatan dengan kualitas yang baik dari sistem pelayanan kesehatan dan juga survei lainnya.

Berikut ini adalah kajian kecenderungan beberapa indikator kesehatan dan gizi tahun 1990-2000, serta issue dan kebijakan untuk program kesehatan dan gizi pada masa mendatang.


ANALISA SITUASI KESEHATAN DAN GIZI

Wanita, terutama wanita usia subur/WUS, bayi dan anak balita adalah kelompok rawan pada penduduk yang selalu harus menjadi perhatian. Indonesia tidak mempunyai ‘vital statistic’ yang dapat dilakukan untuk menghitung angka kematian ibu. Biasanya dilakukan estimasi berdasarkan survei yang ada seperti Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Dari analisis SDKI 1991, 1994 diperkirakan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 390 per 100,000 kelahiran hidup untuk periode 1989-1994, dan 334 pada periode tahun 1992-1997. Sebelum tahun 1997, Pemerintah Indonesia mentargetkan penurunan AKI ini dari 450 (1995) menjadi 225 (1999). Melihat variasi AKI di lima provinsi dari analisis SKRT 1995 yang menunjukkan AKI antara 1025 (Irian), 796 (Maluku), 686 (Jawa Barat), 554 (NTT) dan 248 (Jawa Tengah), diasumsikan AKI masih sangat bermasalah memasuki milenium ketiga ini (Sumantri, et.al, 1999).

Untuk kelompok bayi dan anak yang dipantau perkembangannya, ada peningkatan yang cukup baik, akan tetapi angkanya masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Filipina dan Thailand. Walaupun terjadi penurunan angka kematian bayi dan balita, masih diperkirakan dari 4 juta anak yang lahir di Indonesia, 300.000 diantaranya meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun (Sumantri, 2000). – Lihat figure 3. Angka kematian bayi dan anak ini bervariasi cukup lebar antar provinsi. Dijumpai 23 kematian bayi per 1000 lahir hidup di Jogjakarta dan 111 kematian bayi per 1000 lahir hidup di NTB, hal yang sama terjadi juga untuk kematian balita (Sumantri, 2000).

Masalah gizi kurang, terutama pada anak balita dikaji kecenderungannya menurut Susenas. Pada tahun 1989, prevalensi gizi kurang pada balita adalah 37.5% menurun menjadi 24,7% tahun 2000. Walaupun terjadi penurunan prevalensi gizi kurang, yang menjadi pusat perhatian adalah penderita gizi buruk pada anak balita, yang terlihat tidak ada penurunan semenjak tahun 1989. Pada tahun 1989, prevalensi gizi buruk anak balita adalah 6.3%. Prevalensi ini meningkat menjadi 11,56% pada tahun 1995 dan menurun menjadi 7,53% pada tahun 2000 (Direktorat Gizi, 2001). Berdasarkan hasil sementara SP 2000, maka diperkirakan jumlah penderita gizi buruk pada balita adalah 1.520.000 anak, atau 4.940.000 anak menderita gizi kurang. (lihat figure 4).

Masih tingginya prevalensi gizi kurang pada anak balita berhubungan dengan masih tingginya bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR). Prevalensi BBLR ini masih berkisar antara 7 sampai 14% pada periode 1990-2000. (Lihat figure 5). Akibat dari BBLR dan gizi kurang pada balita berkelanjutan pada masalah pertumbuhan anak usia masuk sekolah. Berdasarkan hasil pemantauan tinggi badan anak baru masuk sekolah (TBABS), diketahui bahwa prevalensi anak pendek tahun 1994 adalah 39,8%. Prevalensi ini turun menjadi 36,1% pada tahun 1999. Anak yang terpantau dari TBABS adalah anak usia 5-9 tahun. Jika jumlah anak 5-9 tahun menurut SP 2000 diperkirakan 21.777.000, maka 7.800.000 anak usia baru masuk sekolah mengalami hambatan dalam pertumbuhan. Masalah gizi kurang pada anak berkelanjutan pada wanita usia subur, yang akan melahirkan anak dengan risiko BBLR disertai dengan masalah anemia dan gizi mikro lainnya. Dari kajian Susenas, proporsi wanita usia 15-49 tahun dengan Lingkar Lengan Atas (LILA <23.5 cm) adalah 24,9% tahun 1999 dan 21,5% pada tahun 2000 (Lihat Figure 6 dan 7). Proporsi ini sama dengan 13.316.561 wanita usia subur diperkirakan mempunyai risiko kurang energi kronis. Terlihat juga bahwa wanita usia subur, khususnya pada kelompok yang paling produktif: usia 15-19, 20-24 dan 25-29 tahun, mempunyai proprosi LILA <23.5% yang tertinggi.

Masalah gizi lainnya yang cukup penting adalah masalah gizi mikro, terutama untuk kurang yodium dan zat besi. Pada tahun 1980, prevalensi gangguan akibat kurang yodium (GAKY) pada anak usia sekolah adalah 30%, prevalensi ini menurun menjadi 9,8% pada tahun 1998. Walaupun terjadi penurunan yang cukup berarti, masih dianggap masalah kesehatan masyarakat, karena prevalensi di atas 5%. Prevalensi tersebut bervariasi antar kecamatan, masih dijumpai kecamatan dengan prevalensi GAKY di atas 30% (daerah endemik berat). Berdasarkan prevalensi tersebut, diperkirakan 10 juta penduduk menderita GAKY, dan kemungkinan 9000 bayi lahir dengan kretin. Masalah berikutnya adalah anemia gizi akibat kurang zat besi. Kajian Survei Kesehatan Rumah Tangga (1995) menunjukkan bahwa prevalensi anemi pada ibu hamil adalah 50,9%, pada wanita usia subur 39,5%, pada remaja putri 57,1%, dan pada balita 40,5%.

Faktor penyebab dari tingginya kematian ibu, bayi dan anak ini tidak lain disebabkan karena belum memadainya pelayanan kesehatan masyarakat dan keadaan gizi, diluar faktor pencetus lainnya yang memperkuat masalah ini seperti kemiskinan dan tingkat pendidikan. Akibat yang terlihat dari kemiskinan adalah masih dijumpai hampir 50% rumah tangga mengkonsumsi makanan kurang dari 70% terhadap angka kecukupan gizi yang dianjurkan (2200 Kkal/kapita/hari; 48 gram protein/kapita/hari). Kita ketahui Human Development Index pada tahun 2000 yang dilaporkan oleh UNDP adalah 109 untuk Indonesia, tertinggal jauh dari Malaysia, Filipina dan Thailand. Masih tingginya masalah gizi, akan berpengaruh nyata terhadap tingkat pendidikan dan pendapatan per kapita. Rendahnya kondisi gizi akan berakibat pada rawannya penyakit infeksi dan semakin tinggi pengeluaran terhadap kesehatan. Krisis ekonomi yang berkepanjangan akan berdampak lebih nyata pada masalah kesehatan dan gizi penduduk.


ISSUE STRATEGIS, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Memasuki milenium ketiga, pelayanan kesehatan masih difokuskan pada pelayanan pada orang sakit dan kurang gizi. Rendahnya alokasi yang diberikan untuk pelayanan kesehatan masyarakat memperburuk situasi yang ada. Indonesia masih dihadapi pada rendahnya rasio dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan pelayanan kesehatan, ditambah fasilitas kesehatan (rumah sakit dan puskesmas) yang juga masih jauh dari optimal.

Semenjak terjadi krisis ekonomi 1997, banyak upaya yang dilakukan untuk mempertahankan situasi kesehatan dan gizi masyarakat, terutama pada kelompok rawan. Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) yang mulai dioperasionalkan tahun 1998 melakukan upaya pelayanan kesehatan dasar, kesehatan ibu/safemotherhood dan gizi, terutama untuk penduduk miskin. Upaya yang telah dilakukan antara lain:

1. Mentargetkan dan memberikan pelayanan kesehatan khusus pada keluarga miskin yang membutuhkan. Pemilihan keluarga miskin ini dilakukan menurut indikator yang telah disepakati bersama.
2. Memberikan pelayanan khusus seperti pemberian makanan tambahan pada balita dan ibu hamil kurang gizi.
3. Memberikan pelayanan kebidanan pada ibu hamil dengan memberdayakan bidan di desa
4. Melakukan revitalisasi Posyandu agar pemantauan pertumbuhan pada bayi dan balita tetap dilaksanakan.
5. Melakukan advokasi pada pemerintah daerah setempat untuk selalu mentargetkan dengan alokasi yang memadai untuk lokasi yang berisiko tinggi masalah gizi dan kesehatan.
6. Melakukan promosi untuk peningkatan pendidikan dan peningkatan pelayanan kesehatan dasar.
7. Mengembangkan program jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat.
8. Mengembangkan dan memperkuat sistem monitoring dan evaluasi (surveilans) untuk kepentingan daerah, terutama untuk memperbaiki kebijakan daerah terhadap pelayanan kesehatan dan gizi.

Mempelajari permasalahan yang ada dan upaya yang telah dilakukan, Indonesia mencanangkan Indonesia Sehat 2010, dengan menetapkan issue strategis yang menjadi titik tolak kebijakan intervensi atau program yang diperlukan pada saat ini dan masa yang akan datang. Issue strategisnya adalah sebagai berikut :

1. Kerjasama lintas sektor

Perubahan perilaku masyarakat untuk hidup sehat dan peningkatan mutu lingkungan sangat berpengaruh terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Selain itu, masalah kesehatan dan gizi merupakan masalah nasional yang tidak dapat terlepas dari berbagai kebijakan dari sektor lain. Peningkatan upaya dana manajemen pelayanan kesehatan tidak dapat terlepas dari peran sektor yang membidangi pembiayaan, pemerintahan dan pembangunan daerah, ketenagaan, pendidikan, perdagangan dan social budaya. Dengan demikian kerja sama lintas sektor yang masih belum berhasil pada masa lalu perlu lebih ditingkatkan.

2. Sumber daya manusia kesehatan

Mutu sumber daya manusia kesehatan sangat menentukan keberhasilan upaya dan manajemen kesehatan. Sumber daya manusia kesehatan yang bermutu harus selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berusaha untuk mengusai IPTEK yang mutakhir. Disadari bahwa jumlah sumber daya manusia kesehatan yang mengikuti perkembangan IPTEK dan menerapkan nilai-nilai moral dan etika profesi masih terbatas. Adanya kompetisi dala era pasar bebas sebagai akibat dari globalisasi harus diantisipasi dengan peningkatan mutu dan profesionalisme sumber daya manusia kesehatan. Hal ini diperlukan tidak saja untuk meningkatkan daya saing sektor kesehatan, tetapi juga untuk membantu peningkatan daya saing sektor lain, antara lain pengamanan komoditi bahan makanan dan makanan jadi.
3. Mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan

Dipandang dari segi fisik persebaran sarana pelayanan kesehatan baik Puskesmas, Rumah sakit, maupun sarana kesehatan lainnya termasuk sarana penunjang upaya kesehatan telah dapat dikatakan merata keseluruh wilayah Indonesia. Akan tetapi persebaran fisik tersebut masih belum diikuti sepenuhnya dengan peningkatan mutu pelayanan dan keterjangkauan oleh seluruh lapisan masyarakat. Mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kualitas sarana fisik, jenis tenaga yang tersedia, obat, alat kesehatan dan sarana penunjang lainnya, proses pemberian pelayanan, dan kompensasi yang diterima serta harapan masyarakat pengguna. Faktor-faktor tersebut di atas merupakan prakondisi yang harus dipenuhi untuk peningkatan mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan. Peningkatan pelayanan dilakukan melalui peningkatan mutu dan profesionalisme sumber daya kesehatan. Sedangkan harapan masyarakat pengguna dilakukan melalui peningkatan pendidikan umum, penyuluhan kesehatan, serta komunikasi yang baik antara pemberi pelayanan kesehatan dan masyarakat.

4. Prioritas, sumber daya pembiayaan, dan pemberdayaan masyarakat

Selama ini upaya kesehatan masih kurang mengutamakan atau memprioritaskan masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat. Selain itu permasalahan kesehatan yang diderita oleh masyarakat banyak masih belum diikuti dengan pembiayaan kesehatan yang memadai. Disadari bahwa keterbatasan dana pemerintah dan masyarakat merupakan ancaman yang besar bagi kelangsungan program pemerintah serta ancaman pencapaian derajat kesehatan yang optimal. Diperlukan upaya yang intensif untuk meningkatkan sumber daya pembiayaan dari sektor publik yang diutamakan untuk kegiatan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan serta pencegahan penyakit. Ketersediaan sumber daya yang terbatas, mengharuskan adanya upaya untuk meningkatkan peran serta sektor swasta khususnya dalam upaya yang bersifat penyembuhan dan pemulihan. Upaya tersebut dilakukan melalui pemberdayaan sektor swasta agar mandiri, peningkatan kemitraan yang setara dan saling menguntungkan antara sektor publik dan swasta sehingga sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal.

Sementara itu, issue strategis bidang gizi, karena berhubungan dengan pangan, keluarga dan anak, maka hal yang berkaitan dengan:

1. Ketahanan pangan tingkat rumah tangga
2. Pengembangan agribisnis
3. Pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan yang berkaitan erat dengan upaya peningkatan daya beli dan akses terhadap pangan.
4. Pola pengasuhan yang tepat dan bermutu untuk anak

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka strategi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010 adalah:

1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan
2. Profesionalisme
3. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
4. Desentralisasi

Strategi program gizi mengikuti strategi pembangunan kesehatan dan juga memfokuskan pada:

1. Pemberdayaan keluarga dan masyarakat
2. Pemantapan kelembagaan pangan dan gizi
3. Pemantapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
4. Advokasi dan mobilisasi social
5. Peningkatan mutu dan cakupan pelayanan gizi melalui penerapan paradigma sehat

Berdasarakan strategi tersebut, maka tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan mayarakat yang optimal. Dan kebijaksanan pembangunan kesehatan untuk mewujudkan tujuan tesebut adalah:

1. Pemantapan kerja sama lintas sektoral
2. Peningkatan kemandirian masyarakat dan kemitraan swasta
3. Peningkatan perilaku hidup sehat
4. Peningkatan lingkungan sehat
5. Peningkatan upaya kesehatan
6. Peningkatan sumber daya kesehatan
7. Peningkatan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan
8. Peningkatan IPTEK
9. Peningkatan derajat kesehatan

Sejalan dengan kebijakan pembangunan kesehatan, telah dibuat pula rencana program aksi pangan dan gizi yang juga merupakan penjabaran Propenas, yaitu:

1. Pengembangan kelembagaan pangan dan gizi
2. Pengembangan tenaga pangan dan gizi
3. Peningkatan ketahanan pangan
4. Kewaspadaan pangan dan gizi
5. Pencegahan dan penanggulangan gizi kurang dan gizi lebih
6. Pencegahan dan penanggulangan kurang zat gizi mikro
7. Peningkatan perilaku sadar pangan dan gizi
8. Pelayanan gizi di Institusi
9. Pengembangan mutu dan keamanan pangan
10. Penelitian dan pengembangan
http://www.google.co.id/search?as_q=upaya+promosi+kesehatan+terhadap+anak+balita&as_epq=&as_oq=&as_eq=&hl=id&num=10&lr=lang_id&cr=countryID&as_ft=i&as_filetype=doc&as_qdr=all&as_occt=body&as_dt=i&as_sitesearch=&as_rights=&safe=images&btnG=Penelusuran+Google

Perlu Vitamin A pada anak balita

PENDAHULUAN


1. Mengapa Perlu Vitamin A

Vitamin A merupakan zat gizi yang penting (essensial) bagi manusia, karena zat gizi ini tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari luar. Tubuh dapat memperoleh vitamin A melalui:

• Bahan makanan seperti : bayam, daun singkong, pepaya matang, hati, kuning telur dan juga ASI.
• Bahan makanan yang diperkaya dengan vitamin A.
• Kapsul vitamin A dosis tinggi.

Vitamin A penting untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan, dan lebih penting lagi, vitamin A meningkatkan daya tahan tubuh. Anak-anak yang cukup mendapat vitamin A, bila terkena diare, campak atau penyakit infeksi lain, maka penyakit-penyakit tersebut tidak mudah menjadi parah, sehingga tidak membahayakan jiwa anak.

Dengan adanya bukti-bukti yang menunjukkan peranan vitamin A dalam menurunkan angka kematian yaitu sekitar 30%-54%, maka selain untuk mencegah kebutaan, pentingnya vitamin A saat ini lebih dikaitkan dengan kelangsungan hidup anak, kesehatan dan pertumbuhan anak.


2. Masalah Kurang Vitamin A

Kurang vitamin A (KVA) di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama. Meskipun KVA tingkat berat (Xerophthalmia) sudah jarang ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala nyata, masih menimpa masyarakat luas terutama kelompok balita. KVA tingkat subklinis ini hanya dapat diketahui dengan memeriksa kadar vitamin A dalam darah di laboratorium.










Masalah KVA dapat diibaratkan sebagai fenomena “gunung es” yaitu masalah Xerophthalmia yang hanya sedikit tampak dipermukaan


Xeropthalmia




KVA Subklinis



Xerophthalmia merupakan “Puncak Gunung Es”

Padahal, KVA subklinis yang ditandai dengan rendahnya kadar vitamin A dalam darah masih merupakan masalah besar yang perlu mendapat perhatian. Hal ini menjadi lebih penting lagi, karena erat kaitannya dengan masih tingginya angka penyakit infeksi dan kematian pada balita.


3. Pencegahan dan Penanggulangan KVA

Prinsip dasar untuk mencegah dan menanggulangi masalah KVA adalah menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh. Selain itu, perbaikan kesehatan secara umum turut pula memegang peranan.

Dalam upaya menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh, ditempuh kebijaksanaan sebagai berikut:

• Meningkatkan konsumsi sumber vitamin A alami melalui penyuluhan
• Menambahkan vitamin A pada bahan makanan yang dimakan oleh golongan sasaran secara luas (fortifikasi)
• Distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi secara berkala.

Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A melalui proses komunikasi-informasi-edukasi (KIE) merupakan upaya yang paling aman dan langgeng. Namun disadari bahwa penyuluhan tidak akan segera memberikan dampak nyata. Selain itu kegiatan fortifikasi dengan vitamin A masih bersifat rintisan. Oleh sebab itu penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.



TUJUAN


Kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) terbukti efektif untuk mengatasi masalah KVA pada masyarakat apabila cakupannya tinggi (minimal 80%). Cakupan tersebut dapat tercapai apabila seluruh jajaran kesehatan dan sektor-sektor terkait dapat menjalankan peranannya masing-masing dengan baik.

1. Tujuan Umum

Menurunkan prevalensi dan mencegah kekurangan vitamin A pada anak-anak balita.

2. Tujuan Khusus

2.1. Cakupan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi paling sedikit 80% dari seluruh sasaran.
2.2. Seluruh jajaran kesehatan mengetahui tugas masing-masing dalam kegiatan distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi, dan melaksanakan tugas tersebut dengan baik.
2.3. Seluruh sektor terkait mengetahui peranan masing-masing dalam kegiatan distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi dan melaksanakan peran tersebut dengan baik.


CARA PEMBERIAN

1. Sasaran

1.1. Bayi
Kapsul vitamin A 100.000 SI diberikan kepada semua anak bayi (umur 6-11 bulan) baik sehat maupun sakit.
1.2. Anak Balita
Kapsul vitamin A 200.000 SI diberikan kepada semua anak balita (umur 1-5 tahun) baik sehat maupun sakit.
1.3. Ibu Nifas
Kapsul vitamin A 200.000 SI diberikan kepada ibu yang baru melahirkan (nifas) sehingga bayinya akan memperoleh vitamin A yang cukup melalui ASI.

Catatan :
Untuk keamanan, kapsul vitamin A 200.000 SI tidak diberikan kepada bayi (6-11 bulan) dan ibu hamil karena merupakan kontra indikasi.


2. Dosis Vitamin A

2.1. Secara Periodik

a. Bayi umur 6-11 bulan
Satu kapsul vitamin A 100.000 SI tiap 6 bulan, diberikan secara serentak pada bulan Februari atau Agustus
b. Anak Balita umur 1-5 tahun
Satu kapsul vitamin A 200.000 SI tiap bulan, diberikan secara serentak pada bulan Februari dan Agustus
c. Ibu Nifas
Satu kapsul vitamin A 200.000 SI dalam masa nifas. Kapsul vitamin A diberikan paling lambat 30 hari setelah melahirkan.

2.2. Kejadian Tertentu

a. Xerophthalmia:
Bila ditemukan seseorang dengan salah satu tanda xerophthalmia seperti: buta senja, bercak putih (bercak bitot), mata keruh atau kering:

• Saat ditemukan:
Segera diberi 1 (satu) kapsul vitamin A 200.000 SI
• Hari berikutnya:
1 (satu) kapsul vitamin A 200.000 SI
• Empat minggu berikutnya:
1 (satu) kapsul vitamin A 200.000 SI

b. Campak
Anak yang menderita campak, segera diberi satu kapsul vitamin A 200.000 SI. Untuk bayi diberi satu kapsul vitamin A 100.000 SI.

Catatan:
Bila di suatu desa terdapat “Kejadian Luar Biasa (KLB)” campak, maka sebaiknya seluruh anak balita di desa tersebut masing-masing diberi satu kapsul vitamin A 200.000 SI dan seluruh bayi diberi kapsul vitamin A 100.000 SI.

3. Periode Pemberian

3.1. Bulan Kapsul
Untuk tujuan pencegahan, pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi diberikan kepada bayi dan anak balita secara periodik, yaitu untuk bayi diberikan setahun sekali pada bulan Februari atau Agustus; dan untuk anak balita enam bulan sekali, dan secara serentak dalam bulan Februari dan Agustus.
Pemberian secara serentak dalam bulan Februari dan Agustus mempunyai beberapa keuntungan:
• Memudahkan dalam memantau kegiatan pemberian kapsul, termasuk pencatatan dan pelaporannya, karena semua anak mempunyai jadwal pemberian yang sama.
• Memudahkan dalam upaya penggerakkan masyarakat, karena kampanye dapat dilakukan secara nasional di samping secara spesifik daerah.
• Memudahkan dalam pembuatan materi-materi penyuluhan (spot TV, spot radio, barang-barang cetak) terutama yang dikembangkan, diproduksi dan disebarluaskan oleh tingkat Pusat/Propinsi.
• Dalam rangka Hari Proklamasi RI (Agustus) biasanya banyak kegiatan-kegiatan yang dapat digunakan untuk promosi kesehatan, termasuk pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.
• Bulan Februari dan Agustus merupakan bulan pemantauan garam beryodium di tingkat masyarakat, sehingga kegiatan tersebut dapat diintegrasikan di tingkat Puskesmas.

3.2. “Sweeping”/Kunjungan Rumah
Kegiatan ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pemberian kapsul vitamin A.
• Bila masih ada bayi dan anak balita yang belum mendapat kapsul vitamin A pada hari pemberian yang telah ditentukan, perlu dilakukan “Sweeping” yaitu melacak/mencari bayi dan anak balita tersebut untuk diberi kapsul vitamin A, dengan melakukan kunjungan rumah. Diharapkan dengan kegiatan bulan kapsul dan sweeping semua bayi (6-11 bulan) dan anak balita (1-5 tahun) dapat dicakup 100% dengan pemberian kapsul vitamin A.
• “Sweeping”/kunjungan rumah sebaiknya dilakukan segera setelah hari pemberian dan paling lambat sebulan setelahnya. Untuk memudahkan pencatatan dan pelaporan, akhir minggu ketiga bulan Maret (untuk periode Februari) dan akhir minggu ketiga bulan September (untuk periode Agustus) seluruh kegiatan “Sweeping” hendaknya sudah selesai.
• Bila setelah “Sweeping” masih ada anak yang belum mendapat kapsul, maka agar diupayakan lagi meskipun sudah diluar periode pemberian.
Ini perlu dicatat tersendiri dan dilaporkan sebagai cakupan periode berikutnya (lihat Pencatatan dan Pelaporan).

3.3. Ibu Nifas
Pemberian kapsul vitamin A 200.000 SI kepada ibu pada masa nifas dapat diberikan:
• Segera setelah melahirkan, atau
• Pada kunjungan pertama neonatal, atau
• Pada kunjungan kedua neonatal.

4. Tempat Pemberian
4.1. Sebagai upaya pencegahan, kapsul vitamin A diberikan kepada seluruh bayi 6-11 bulan dan anak balita (1-5 tahun) di Posyandu pada hari buka Posyandu.
4.2. Untuk wilayah yang belum memiliki Posyandu atau yang kunjungan Posyandunya rendah, Puskesmas perlu memberi perhatian dan upaya khusus, misalnya dengan membentuk pos pemberian vitamin A (Posvita), Dasa Wisma, Kelompok peminat KIA (KPKIA) atau melalui perkumpulan lain, atau kunjungan rumah. Tugas ini akan lebih mudah bila menggalang kerja sama diantara kader, LKMD, PKK, LSM dan tokoh masyarakat.

5. Pengadaan Vitamin A
Untuk tahun 1999/2000, Depkes memperoleh bantuan kapsul vitamin A 100.000 SI dari UNICEF, selanjutnya diadakan dari DIP Perbaikan Gizi (Pusat/Daerah) bersama dengan pengadaan mikronutrien lain (kapsul vitamin A 100.000 SI dan 200.000 SI, kapsul minyak beryodium, tablet tambah darah, sirop besi).
PERSIAPAN


1. Penentuan Jumlah Sasaran

1.1. Tingkat Posyandu
a. Bayi dan Anak Balita
• Dasar penentuan jumlah sasaran (bayi umur 6-11 bulan dan anak baita umur 1-5 tahun) adalah registrasi di seluruh wilayah kerja.
• Untuk wilayah yang belum memiliki Posyandu, dapat diupayakan melalui cara lain, misalnya melalui PKK atau LSM lain, perkumpulan arisan atau perkumpulan lain.
• Registrasi sebaiknya dilakukan sebulan menjelang bulan kapsul dan dapat dilakukan oleh kader Posyandu/kader lain, pamong desa/pengurus RT.
• Cara registrasi lihat Bab PELAKSANAAN.

b. Ibu Nifas
• Jumlah sasaran ditentukan berdasar jumlah ibu bersalin/nifas.
• Angka tersebut dapat diperoleh dari registrasi sasaran dan laporan persalinan oleh dukun bayi.

1.2. Tingkat Puskesmas

a. Bayi dan Anak Balita
• Petugas Puskesmas dibantu koordinator kader di desa mengumpulkan hasil registrasi dari Posyandu/tempat lain yang telah disepakati.
• Hasil-hasil registrasi tersebut dijumlahkan. Angka yang diperoleh sebaiknya dicek dengan hasil pencatatan PLKB maupun data sensus desa dan kecamatan untuk memastikan agar tidak ada yang terlewat.
• Hasil yang diperoleh merupakan jumlah sasaran untuk tingkat Puskesmas/Kecamatan. Hasil ini kemudian dikirim ke tingkat Kabupaten.

b. Ibu Nifas
• Petugas Puskesmas mengumpulkan hasil registrasi sasaran KIA tiap-tiap desa, laporan persalinan oleh dukun bayi dan data kohort ibu yang ada di Puskesmas.
• Data harus dicek agar tidak terjadi duplikasi perhitungan sasaran.
• Hasil yang diperoleh merupakan jumlah sasaran untuk tingkat Puskesmas.

1.3. Tingkat Kabupaten

a. Bayi dan Anak Balita
• Laporan jumlah sasaran dari semua Puskesmas/Kecamatan dijumlahkan. Hasilnya perlu dicek dengan catatan kependudukan di tingkat Kabupaten (jumlah anak umur 1-5 tahun kira-kira 10.3% dari jumlah penduduk).
• Hasil yang diperoleh merupakan jumlah sasaran untuk tingkat Kabupaten. Hasil ini kemudian dikirim ke tingkat propinsi.

b. Ibu Nifas
• Laporan jumlah sasaran dari semua Puskesmas dijumlahkan.
• Hasil yang diperoleh merupakan jumlah sasaran untuk tingkat Kabupaten.

1.4. Tingkat Propinsi dan Tingkat Pusat
Prosesnya sama seperti tingkat Kabupaten. Untuk tingkat Propinsi, dasar penentuan adalah data tingkat Kabupaten dan untuk tingkat Pusat (Nasional) dasarnya adalah data tingkat Propinsi. Semuanya perlu di cek dengan statistik kependudukan yang terbaru.


2. Pengadaan Kapsul

Di Posyandu/tempat-tempat lain yang telah disepakati, kapsul vitamin A sudah harus tersedia dalam jumlah yang cukup sebelum bulan pembagian kapsul. Dengan demikian pengadaan kapsul di tingkat yang lebih atas (Kecamatan, Kabupaten, Propinsi dan Pusat) harus dilakukan jauh sebelumnya sehingga tidak terlambat sampai di tingkat Posyandu.

2.1. Jumlah Sasaran
Ditentukan berdasarkan registrasi di tingkat Posyandu dan hasil rekapitulasi di tingkat Kecamatan/Puskesmas sampai dengan tingkat Nasional. Karena pengadaan kapsul mulai dari pemesanan di tingkat Pusat sampai ke tingkat Posyandu/tempat lain yang telah disepakati, memerlukan waktu yang cukup lama (sekitar setahun).
Maka untuk menentukan jumlah kebutuhan periode ini, dapat digunakan data periode sebelumnya dengan perkiraan penambahan/pengurangan jumlah tertentu sesuai pengalaman setempat. Jumlah kapsul yang diperlukan adalah 2 kali jumlah sasaran untuk 2 kali pemberian.

2.2. Stok Kapsul dan penggunaannya
Dalam memesan jumlah kapsul harus memperhatikan stok yang masih ada, yaitu jumlah yang diperlukan dikurangi dengan persediaan yang masih ada. Dalam penggunaannya hendaknya mendahulukan yang lama (“first in first out”).

2.3. Kemasan
Kemasan kapsul merupakan hal yang perlu pula mendapat perhatian. Satu kemasan (botol plastik) berisi 50 kapsul. Untuk pengiriman ke Posyandu sebaiknya tetap dalam kemasan tersebut (jangan dibuka). Jadi misalnya jumlah sasaran di suatu Posyandu adalah 70 anak, sebaiknya dikirim 2 botol. Sisanya tetap disimpan dalam botol di Posyandu/tempat lain yang telah disepakati, dan untuk periode pemberian berikutnya bila jumlah sasaran tetap sama, Puskesmas hanya perlu mengirim 1 botol saja.

2.4. Jalur Pengiriman
Pengadaan kapsul dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Departemen kesehatan tingkat propinsi yang dikirim langsung ke Kandep/Dinas Kesehatan Dati II melalui gudang farmasi kabupaten, dan selanjutnya dikirim ke Puskesmas dan Posyandu.
Pengiriman ke Posyandu/ tempat lain yang telah disepakati,dilakukan menjelang bulan kapsul. Ini dapat dilakukan oleh petugas Puskesmas dibantu koordinator kader, saat mencatat hasil registrasi.

2.5. Penyimpanan Kapsul
Agar kapsul tidak lekas rusak, penyimpanan harus :
• Tetap dalam botol kemasan yang ditutup rapat; jangan dipindah ke wadah lain seperti kantong plastik atau botol lain.
• Disimpan di tempat yang teduh (tidak terkena sinar matahari), kering, tidak lembab dan mudah diingat.

3. Pembiayaan

Pembiayaan untuk kegiatan pemberian kapsul ini antara lain diperlukan untuk :
• pengadaan kapsul
• pengiriman dari Tingkat Pusat sampai ke Tingkat Desa/ Posyandu
• penggerakkan masyarakat
• registrasi
• pemantauan dan upaya tindak lanjut, misalnya untuk “sweeping” (kunjungan dari rumah ke rumah)
• untuk pencatatan dan pelaporan
Biaya dapat diusahakan dari APBN, APBD atau sumber lain.


PELAKSANAAN

1. Penggerakkan Masyarakat/Kampanye

Tujuan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi dapat tercapai apabila seluruh jajaran kesehatan dan sektor terkait, khususnya yang terlibat dalam program UPGK, menjalankan peranannya dengan baik, dan melibatkan semua pihak yang potensial seperti : kader, kepala desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, PKK dan organisasi lainnya.

Kegiatan kampanye bertujuan untuk meningkatkan kepedulian semua pihak yang terkait pada program penanggulangan KVA, termasuk ibu-ibu balita, khususnya pada kegiatan distribusi kapsul vitamin A.

Sebulan menjelang bulan kapsul vitamin A yaitu sekitar bulan Januari dan Juli sampai dengan pelaksanaan distribusi, perlu diadakan gerakan KIE/penyuluhan, berupa kampanye untuk menggerakkan masyarakat di semua tingkat administrasi.

1.1. Tingkat Pusat

a. Penggerak KIE
• Departemen Kesehatan : Ditjen Binkesmas, Pusat PKM
• Departemen Dalam negeri : Ditjen Bangdes
• Instansi pemerintah lain
• Lembaga Swadaya Masyarakat : PKK dan lain-lain.
b. Kegiatan
• Kampanye melalui radio, televisi, surat kabar dan bahan cetak lain
• Konferensi pers
• Instruksi/ pemberitahuan/ pesan kejajaran masing-masing sektor
c. Bahan KIE
• Materi-materi penyuluhan seperti brosur dan poster tentang vitamin A
• Paket informasi vitamin A, berupa kumpulan makalah tentang vitamin A
• Hasil monitoring/evaluasi program, hasil riset dan lainnya.

1.2. Tingkat Propinsi

a. Penggerak KIE
• Gubernur
• BPGD (Tim UPGK)
• Pokjanal Posyandu
b. Kegiatan
Seperti kegiatan di tingkat Pusat, ditambah bila ada kegiatan-kegiatan rintisan lainnya di tingkat Propinsi
c. Bahan KIE
Seperti tingkat Pusat

1.3. Tingkat Kabupaten
a. Penggerak KIE
• Bupati
• BPGD (Tim UPGK)
• Pokjanal Posyandu
b. Kegiatan
• Kampanye melalui radio Pemda, radio swasta, surat kabar, pertemuan-pertemuan atau Rakorbang
• Instruksi/ pemberitahuan/ pesan kejajaran masing-masing sektor
c. Bahan KIE
Seperti tingkat Propinsi

1.4. Tingkat Kecamatan
a. Penggerak KIE
• Camat
• Dokter Puskesmas
• KP2GD
• Pokjanal Posyandu
b. Kegiatan
Pemberitahuan/pesan melalui diskusi kelompok, diskusi UDKP dan khotbah-khotbah.
c. Bahan KIE
Seperti tingkat Kabupaten

1.5. Tingkat Desa
a. Penggerak KIE
• Kepala Desa
• Pengurus LKMD
• LSM
• Bidan di Desa
b. Kegiatan
Pemberitahuan/pesan melalui rapat desa atau pertemuan lain dan kunjungan rumah.
c. Bahan KIE
• Materi penyuluhan berupa poster dan brosur tentang vitamin A
• Laporan cakupan kapsul distribusi kapsul

2. Registrasi Sasaran

Satu bulan sebelum jadwal pemberian kapsul vitamin A, yaitu pada bulan Januari dan bulan Juli perlu disiapkan daftar sasaran (bayi umur 6-11 bulan dan anak balita umur 1-5 tahun), untuk pertama kali perlu dilakukan registrasi, yaitu mendaftar semua bayi umur 6-11 bulan dan anak balita umur 1-5 tahun di wilayah kerja Posyandu/Posvita.

2.1. Kegunaan
Registrasi anak balita penting untuk :
• mengetahui jumlah sasaran,
• mengetahui jumlah kapsul yang diperlukan pada tiap periode
• mengetahui jumlah anak yang sudah atau yang belum mendapat kapsul, sebagai dasar untuk melaksanakan upaya tindak lanjut, misalnya untuk melakukan “sweeping”, dan
• untuk menghitung cakupan

2.2 Cara
• Registrasi dilakukan dengan menggunakan formulir Registrasi (lihat lampiran)
• Registrasi dapat dilakukan oleh kader Posyandu/kader lain atau petugas RT, dibawah koordinasi Kepala Desa, bila perlu dengan cara melakukan pencatatan dari rumah ke rumah
• Pada tiap periode daftar registrasi perlu diperbaharui sesuai keadaan terakhir. Anak-anak yang telah berumur lebih dari 5 tahun dikeluarkan dari daftar, demikian juga anak yang pindah dari wilayah itu. Sebaliknya anak yang sudah mencapai umur 6 bulan harus masuk dalam daftar, demikian juga bagi pendatang baru.

3. Pemberian Kapsul

3.1. Secara Periodik
Pemberian dilakukan tiap bulan Februari dan Agustus di meja-4 Posyandu pada hari buka Posyandu, atau di tempat lain yang telah disepakati bersama. Kapsul tidak boleh dibawa pulang, jadi harus diberikan kepada anak pada saat itu. Bila pada hari pemberian ada anak yang tidak datang, perlu dilakukan upaya untuk mencapai anak itu (lihat Bab : Cara Pemberian).

• Pemberian dapat dilakukan oleh kader, ketua RT/RW, Kepala Desa, bidan desa dan lainnya.
• Cara memberikannya ialah dengan menggunting ujung/puting kapsul sampai terbuka, kemudian pencet kapsul sampai semua isinya masuk mulut anak.
• Bagi balita yang sudah besar, dapat diberikan kepadanya satu kapsul tersebut. Beri air minum bila perlu. Jadi, tidak perlu menggunting ujung kapsul.
Setiap pemberian kapsul vitamin A dicatat di formulir registrasi dan juga di KMS (lihat Pencatatan dan Pelaporan).

3.2. Ibu Nifas
• Pemberian dilakukan oleh petugas Puskesmas, Bidan Desa dan Dukun Bayi
• Pemberian dapat dilakukan pada waktu pertolongan bersalin atau kunjungan rumah

3.3. Kejadian Tertentu
• Bila oleh petugas Puskesmas ditemukan kasus xerophthalmia atau kasus campak, harus segera diberi kapsul vitamin A sesuai anjuran (lihat Bab : Cara Pemberian)
• Bila kader atau anggota masyarakat lain yang menemukan kasus xerophthalmia, hendaknya kasus tersebut segera dikirim ke Puskesmas

4. Pemantauan dan Tindak Lanjut

Petugas Puskesmas harus memantau kegiatan pemberian kapsul sekaligus mengumpulkan hasil cakupan. Untuk itu perlu menyusun jadwal sedemikian rupa agar seluruh Posyandu/Pos distribusi dapat terpantau.

Apabila cakupan pemberian kapsul masih rendah (di bawah 80%), petugas Puskesmas hendaknya bersama-sama kepala Desa dan pengurus LKMD membahas masalah ini, dan mengorganisir kegiatan untuk mencapai anak-anak yang belum mendapat kapsul, antara lain melalui “sweeping” yaitu mengunjungi tiap anak yang belum mendapat kapsul. Sebaliknya, tidak menitipkan kapsul kepada orang lain.


PENCATATAN DAN PELAPORAN


Pencatatan dan pelaporan dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat Posyandu/Pos Vitamin A sampai dengan tingkat Pusat. Pencatatan dan pelaporan menggunakan formulir-formulir seperti tercantum pada lampiran.

1. Posyandu

• Menjelang bulan pemberian kapsul vitamin A, tiap Posyandu/tempat lain yang telah disepakati, harus sudah siap dengan daftar nama semua bayi umur 6-11 bulan dan anak balita umur 1-5 tahun di wilayahnya, yang dicatat pada formulir Registrasi.
• Setiap pemberian kapsul vitamin A, baik yang diberikan di posyandu/tempat lain yang telah disepakati, maupun yang diberikan melalui “Sweeping” harus dicatat di KMS dan di formulir registrasi. (lihat contoh).
• Pemberian di luar periode “Sweeping” harus dicatat tersendiri, dan dimasukkan sebagai cakupan periode berikutnya. Jadi, anak yang dicakup setelah bulan Maret, dilaporkan sebagai cakupan periode Agustus. Demikian pula anak yang dicakup setelah bulan September, dilaporkan sebagai cakupan periode Februari.

2. Tingkat Desa

• Pada minggu keempat bulan Maret/September, yaitu setelah selesai “Sweeping” koordinator kader mengumpulkan hasil pemberian vitamin A dari seluruh Posyandu/tempat lain yang telah disepakati di wilayahnya.
• Dengan menggunakan (Lampiran 1), dicatat/dihitung cakupan dari masing-masing tempat, kemudian direkapitulasi untuk memperoleh cakupan tingkat Desa.
• Catatan/laporan dibuat rangkap dua, masing-masing untuk Puskesmas dan untuk arsip di tingkat Desa.

3. Tingkat Puskesmas

• Pada minggu pertama bulan April/Oktober koordinator gizi Puskesmas mengumpulkan hasil pencatatan dari desa-desa di wilayahnya
• Koordinator gizi Puskesmas mencatat hasil cakupan tiap desa, kemudian direkapitulasi untuk memperoleh cakupan tingkat Desa. Bila ada Desa yang belum melapor, petugas Puskesmas hendaknya membicarakan hal ini dengan koordinator kader dan Kepala Desa dan membantu membuat laporan tersebut.
• Catatan/laporan tersebut dibuat rangkap tiga, masing-masing dikirim ke Dinkes Dati II, tembusan ke Kandepkes Kabupaten dan untuk arsip Puskesmas.
• Setiap ibu nifas yang telah mendapat kapsul vitamin A agar dicatat dalam kohort ibu dan dilaporkan melalui SP2TP dalam formulir LB3.

4. Tingkat Kabupaten

• Laporan dari seluruh Puskesmas diharapkan telah sampai di tingkat Kabupaten pada minggu kedua bulan April/ Oktober.
Bila pada waktu tersebut masih ada Puskesmas yang belum mengirim laporan, Seksi Gizi kabupaten hendaknya menghubungi Puskesmas yang bersangkutan agar segera mengirim laporan.
• Koordinator gizi tingkat kabupaten mencatat hasil cakupan tiap puskesmas, dan merekapitulasi untuk mendapatkan cakupan tingkat Kabupaten.
• Untuk memperoleh data cakupan vitamin A tingkat Kabupaten hendaknya menggunakan sumber data formulir LB3 dari Puskesmas.
• Catatan/laporan tersebut dibuat rangkap tiga, masing-masing dikirim ke Kepala Dinkes Dati I, tembusan ke kepala kesehatan propinsi dan untuk arsip tingkat Kabupaten.
• Diharapkan tingkat kabupaten melakukan analisa data cakupan pada setiap periode (Agustus dan Februari) untuk kemudian melakukan supervisi pada daerah-daerah yang cakupannya rendah pada saat ada kegiatan sweeping.

5. Tingkat Propinsi

• Laporan dari seluruh Kabupaten diharapkan telah sampai di tingkat Propinsi pada minggu ketiga bulan April/Oktober.

Bila pada waktu tersebut masih ada kabupaten yang belum mengirim laporan, Seksi Gizi Dinas Dati I/Kanwil Kesehatan hendaknya menghubungi Kabupaten yang bersangkutan agar segera mengirim laporan.
• Petugas Seksi Gizi Dati I/Kanwil Kesehatan mencatat hasil cakupan tiap Kabupaten, dan merekap untuk mendapatkan cakupan tingkat Propinsi.
• Catatan/laporan tersebut dibuat rangkap tiga, masing-masing untuk Direktorat Bina Gizi Massyarakat, Kepala Dinkes Dati I/Kepala Kanwil Kesehatan, dan arsip.

6. Tingkat Pusat

• Laporan dari seluruh Propinsi diharapkan telah sampai di tingkat Pusat (Direktorat Bina Gizi Masyarakat) pada minggu keempat bulan April/Oktober. Bila pada waktu tersebut masih ada Propinsi yang belum melapor, Direktorat Bina Gizi Masyarakat hendaknya menghubungi Propinsi yang bersangkutan agar segera mengirim laporan.
• Dit. Bina Gizi Masyarakat mencatat hasil cakupan tiap Propinsi dan merekapitulasi untuk memperoleh cakupan nasional.


PESAN POKOK TENTANG VITAMIN A

A. Untuk petugas kesehatan terutama petugas Puskesmas dan Bidan Desa.

1. Umum
a. Kapsul vitamin A meningkatkan daya tahan tubuh bayi dan balita serta dapat mencegah kebutaan
b. Februari – Agustus waktu yang tepat untuk mendapatkan kapsul vitamin A bagi bayi dan balita
c. Ibu-ibu setelah melahirkan (masa nifas), segera beri satu kapsul vitamin A.

2. Kegiatan Tertentu
a. Anak dengan salah satu tanda xerophthalmia : buta senja, bercak putih, mata keruh, mata kering.
Pertama : Saat ditemukan segera beri satu kapsul vitamin A.
Kedua : Hari berikutnya beri satu kapsul vitamin A.
Ketiga : 4 minggu berikutnya beri satu kapsul vitamin A.
b. Anak balita yang menderita campak segera beri satu kapsul vitamin A.

Bila di suatu desa terdapat “Kejadian Luar Biasa” (KLB), beri seluruh anak di desa itu masing-masing satu kapsul vitamin A.

B. Untuk Kader

1. Umum
a. Vitamin A meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga penyakit-penyakit seperti diare, batuk, pilek atau campak tidak mudah menjadi parah dan tidak membahayakan jiwa anak. Vitamin A mencegah kebutaan.
b. Beri satu kapsul vitamin A setiap Februari dan Agustus bagi bayi dan balita sehat atau sakit di Posyandu atau tempat lain.

2. Kejadian Tertentu
a. Anak balita dengan salah satu tanda kekurangan vitamin A seperti : buta senja, mata kering atau keruh, tidak mengkilap atau kotor/bercak putih, segera kirim ke Puskesmas.
b. Anak balita yang menderita campak, segera kirim ke Puskesmas.

C. Untuk Ibu Balita
• Vitamin A mencegah kebutaan dan membuat anak menjadi lebih sehat dan kuat.
• Bawalah bayi (6-11 bulan) dan balita (1-5 tahun) ke Posyandu pada bulan Februari dan Agustus untuk diberi kapsul vitamin A.



LAPORAN PENYUSUNAN
PEDOMAN PEMBERIAN KAPSUL
VITAMIN A DOSIS TINGGI
































DEPARTEMEN KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN KESEHATAN MASYARAKAT
DIREKTORAT BINA GIZI MASYARAKAT
2000


KATA PENGANTAR

Keadaan krisis moneter yang berkepanjangan telah mengakibatkan timbulnya kasus gizi buruk terutama pada balita, demikian pula dengan masalah buta senja yang semula sudah tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat diperkirakan akan muncul kembali. Maka penanggulangan masalah KVA saat ini bukan hanya untuk mencegah kebutaan, tetapi juga dikaitkan dengan upaya mendorong pertumbuhan dan kesehatan anak guna menunjang upaya penurunan angka kesakitan dan angka kematian pada anak.

Mengingat upaya pemanfaatan sumber-sumber vitamin A alami dan fortifikasi belum dapat dilaksanakan secara luas dan intensif, maka pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi masih penting dan tetap dilaksanakan.

Buku ini dikembangkan tahun 1993 atas kerjasama antara Departemen Kesehatan dengan Helen Keller International dan dicetak ulang oleh Departemen Kesehatan RI. Buku ini ditujukan bagi semua pihak yang terlibat dalam kegiatan distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi di lapangan, agar dapat lebih memahami dan berpartisipasi dalam mensukseskannya.

Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi para petugas lapangan sehingga tujuan penanggulangan KVA dapat tercapai.


Jakarta, Februari 2000
Kepala Direktorat Bina Gizi
Masyarakat




Dr. Dini Latief, MSc




















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. ii
PENDAHULUAN ……………………………………………………………………… 1
1. Mengapa perlu Vitamin A …………………………….………………….. 1
2. Masalah Kurang Vitamin A ………………………………………………. 2
3. Pencegahan dan Penanggulangan KVA …………………………… 3
TUJUAN ………………………………………………….……………………………….. 5
1. Tujuan Umum …………………………………………………………………….. 5
2. Tujuan Khusus …………………………………………………………………… 5
CARA PEMBERIAN ………………………………………………………………… 6
1. Sasaran ………………………………………………………………………………. 6
2. Dosis Vitamin A ………………………………………………………………… 6
3. Periode Pemberian …………………………………….……………………… 7
4. Tempat Pemberian …………………………………….……………………… 10
PERSIAPAN …………………………………………………………………………….. 11
1. Penentuan Jumlah Sasaran …………………………….………………. 12
2. Pengadaan Kapsul ……………………………………………………………… 13
3. Pembiayaan ………………………………………………………………………… 16
PELAKSANAAN ……………………………………………………………………… 17
1. Penggerakkan Masyarakat/Kampanye ………………………….. 17
2. Registrasi Sasaran …………………………………………………………… 20
3. Pemberian Kapsul ……………………………………………………………… 21
4. Pemantauan dan Tindak Lanjut ……………………….…………….. 23

PENCATATAN DAN PELAPORAN ……………………………………… 24
1. Posyandu ……………………………………………………………………………. 24
2. Tingkat Desa ……………………………………………………………………. 25
3. Tingkat Puskesmas ………………………………………………………….. 25
4. Tingkat Kabupaten ………………………………………………………….. 26
5. Tingkat Propinsi ………………………………………………………………. 27
6. Tingkat Pusat ………………………………………….……………………….. 27
LAMPIRAN
Pesan Pokok tentang Vitamin A
Formulir Pencatatan dan Pelaporan

PELAYANAN KESEHATAN PADA BAYI DAN BALITA

PELAYANAN KESEHATAN PADA BAYI DAN BALITA
01:40 Rafless bencoolen
Upaya kesehatan Ibu dan Anak adalah upaya di bidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi dan anak balita serta anak prasekolah.
A. Perawatan Kesehatan Bayi
Setelah bayi lahir, bidan segera memeriksa bayi yang lahir untuk rnengetahui apakah ada kelainan atau cacat bawaan.
1. Tanda-tanda bayi baru lahir normal
Bayi baru lahir normal memiliki tanda-tanda sebagai berikut:
a. Berat badan antara 2500 - 4000 gram
b. Lingkar kepala 31- 35 cm, kepala simetris
c. Refleks menghisap positif
d. Lingkaran perut lebih besar dan lingkaran dada, perut lembek dan bundar
e. Alat kelamin tidak ada kelainan
f. Mekonium (+)
g. Anggota gerak tidak ada kelainan dan lengkap
h. Kulit tertutup verniks kaseosa (lapisan lemak), mungkin mengelupas
i. Dahi dan punggung tertutup oleh bulu-bulu halus
j. Refleks more (+)
k. Ukuran antropometrk normal
http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com
2. Asuhan segera pada bayi baru lahir
Setelah dilakukan pemeriksaan pada bayi baru lahir, jika tidak ditemukan adanya kelainan, maka bayi ditetapkan (diagnose) lahir dengan keadaan normal. Dalam rencana dan langkah asuhan dilakukan urutan sebagai berikut:
a. Membersihkan rongga hidung dan mulut dengan kapas steni atau penghisap lendir dan karet (De lee)
b. Mengeringkan bayi dan air ketuban
c. Meletakkan bayi diatas perut ibu
d. Memotong tali pusat
e. Mengelus telapak kaki, dada, perut dare punggung, bila bayi tidak menangis
f. Menilai APGAR skor pada satu menit pertama untuk menentukan ada tidaknya asfiksia
g. Membersihkan bayi dan lapisan lemak yang berlebihan
h. Memberi salep mata tetrasiklin atau larutan nitro argenti 1% pada kedua mata bayi
APGAR skor
Pengkajian Nilai
0 1 2
Denyut jantung Tidak ada Lambat, < 100 > 100
Usaha pernafasan Tidak ada Lambat, tidak teratur Mengangis bagus
Keadaan otot Lembut Sebagian ekstremitas lemah Bergerak aktif
Refleks Tidak ada Meringis Menangis dengan keras
Warna Biru, pucat Tubuh merah muda, kaki dan tangan biru Seluruh tubuh merah muda
3. Perawatan rutin
Ajarkan orang tua cara merawat bayi mereka dan perawatan harian untuk bayi bayi baru lahir.
a. Beri ASI sesuai dengan kebutuhan setiap 2-3 jam (paling sedikit setiap 4 jam), mulai dari pertama
b. Pertahankan agar bayi selalu dengan ibu
c. Jaga bayi dalam keadaan bersih, hangat dan kering, dengan mengganti popok dan selimut sesuai dengan keperluan. Pastikan bayi tidak terlalu panas atau terlalu dingin (dapat menyebabkan dehidrasi, ingat bahwa pengaturan suhu bayi masih dalam perkembangan). Apa saja yang dimasukkan ke dalam mulut bayi harus selalu bersih
d. Jaga tali pusat dalam keadaan bersih dan kering
e. Peganglah, sayangi dan nikmati kehidupan bersama bayi
f. Awasi masalah dan kesulitan pada bayi dan minta bantuan jika perlu
g. Jaga keamanan bayi terhadap trauma dan penyakit/infeksi
h. Ukur suhu tubuh bayi, jika bayi tampak sakit atau menyusu kurang
4. Cara memandikan bayi
Tujuannya adalah untuk membersihkan bayi dan menguatkan peredaran darah.
Sebelumnya terlebih dahulu disiapkan alat untuk memandikan bayi sebagai berikut:
- Menyiapkan ember yang berisi air hangat dan bersih
- Tempat meletakkan bayi (meja atau tempat tidur)
- Handuk
- Pakaian bayi : baju, popok dan kain bedung Sabun bayi
- Lap mini
- Kapas lidi
- Ember (tempat kain kotor)
- Air steril (aquadest)
- Dan lain lain
Cara memandikan bayi
- Mencuci tangan dengan sabun
- Membentangkan handuk di atas meja
- Melepaskan pakaian bayi dan pakaian bayi tersebut dimasukkan ke tempat kain kotor
- Memeriksa hidung, telinga, mata, apakah ada kotoran dan tanda-¬tanda infeksi
- Membersihkan liang telinga dengan kapas lidi basah dengan air steril
- Mencuci muka bayi dengan lap mini yang dibasahi dengan air hangat
- Membersihkan kepala, leher, dada, tangan, punggung, tungkai, dubur dan kemaluan dengan sabun
- Membersihkan lemak pada ketiak dan lipatan papa dengan lembut
- Bayi dimandikan di dalam ember berisi air hangat
- Bayi diangkat dan kepala bayi berada di atas pergelangan tangan bagian dalam dan empat jari tangan kiri ditempatkan di ketiak kiri dan jempol pada bahu kiri bayi
- Tangan kanan diletakkan di bawah pantat bayi
- Tangan kanan digunakan untuk membersihkan seluruh tubuh bayi dengan sabun. Tubuh yang dibersihkan mulai dari ketiak sampai kaki
- Mata dan telinga dijaga agar tidak masuk air
- Posisi bayi ditengkurapkan
- Punggung bayi dibersihkan
- Setelah semua badan bayi bersih, bayi diangkat dari ember
- Mengeringkan tubuh bayi dengan handuk
- Memakaikan popok bayi
- Menjemur bayi di terik matahari pagi 10 – 15 menit
- Menstabilkan suhu tubuh bayi, kemudian baru memasang baju dan bedung bayi
5. Perawatan Tali Pusat
- Pertahankan sisa tali pusat dalam keadaan terbuka agar terkena udara dan tutupi dengan kain bersih secara longgar
- Lipatlah popok di bawah tali pusat
- Jika tali pusat terkena kotoran atau tinja, cuci dengan sabun dan air bersih, dan keringkan
6. Tanda bahaya
- Pernapasan sulit atau > 60 kali per menit, lihatlah retraksi pada waktu bernapas
- Suhu teria!u panas > 38°C atau terlalu dingin < 36°C
- Warna abnormal, kulit/bibir biru (sianosis), atau pucat, memar atau bayi sangat kuning (terutama 24 jam pertama)
- Pemberian AS( sulit, hisapan lemah, mengantuk berlebihan, banyak muntah
- Tali pusat merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk, berdarah
- Gangguan gastrointestinal misalnya tidak mengeluarkan mekonium selama 3 hari pertama berturut-turut setelah lahir, muntah terus menerus, tinja berdarah atau bertendir
- Tidak berkemih dalam 24 jam
- Menggigil,atau tangis tidak biasa, lemas, mengantuk, lunglai, kejang, tidak bisa tenang, menangis terus menerus
- Mata bengkak dan mengeluarkan cairan
- Cari pertolongan bidan atau tenaga medis jika timbul tanda-tanda bahaya
B. Perawatan Kesehatan Anak Balita
Salah satu upaya untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian anak balita adalah dengan melakukan pemeliharaan kesehatannya. Bidan yang bekerja di komunitas melakukan kegiatan pelayanan kesehatan anak balita di rumah (keluarga), Puskesmas/Puskesmas pembantu, Posyandu, Polindes dan Taman Kanak-kanak.
1. Pelayanan kesehatan pada anak balita
a. Pemeriksaan kesehatan anak balita secara berkala
b. Penyuluhan pada orang tua, menyangkut perbaikan gizi, kesehatan lingkungan, pengawasan tumbuh kembang anak
c. Imunisasi dan upaya pencegahan penyakit lainnya
d. Identifikasi tanda kelainan dan penyakit yang mungkin timbul pada bayi dan cara menanggulanginya
2. Kunjungan anak balita
Bidan berkewajiban mengunjungi bayi yang ditolongnya atupun yang ditolong oleh dukun di bawah pengawasan bidan di rumah.
Ø Kunjungan ini dilakukan pada minggu pertama setelah persalinan. Untuk selanjutnya bayi bisa dibawa ke tempat bidan bekerja
Ø Anak berumur sampai 5 bulan diperiksa setiap bulan
Ø Kemudian pemeriksaan dilakukan setiap 2 bulan sampai anak berumur 12 bulan
Ø Setelah itu pemeriksaan dilakukan setiap 6 bulan sampai anak bet umur 24 bulan
Ø Selanjutnya pemeriksaan dilakukan satu kali se-tahun.
Kegiatan yang dilakukan pada kunjungan balita antara lain:
Ø Pemeriksaan fisik anak ditakukan termasuk penimbangan berat badan
Ø Penyuluhan atau nasehat pada ibu tentang pemeliharaan kesehatan anak dan perbaikan gizi serta hubungan psiko sosial antar anak, ibu dan keluarga. Ibu diminta memperhatikan tumbuh kembang anak, pola makan dan tidur serta perkembangan prilaku dan sosial anak.
Ø Penjelasan tentang Keluarga Berencana
Ø Dokumentasi pelayanan
3. Pemeriksaan kesehatan anak balita
Kegiatan observasi dilakukan untuk mengetahui keadaan umum anak:
a. Bagaimana postur tubuhnya, kurus atau gemuk?
b. Apakah da!am keadaan tenang? Mengantuk atau gelisah?
c. Bagaimana kondisi psikologis anak, marah, cengeng atau ramah?
d. Bagaimana kondisi kulit anak?
e. Apakah sesak napas atau tidak?
f. Bagaimanan kondisi matanya, cekung, ada kotoran, warna konjungtiva?
g. Bagaimana kesan pertumbuhan anak? Apakah sesuai antara berat badan, tinggi badan, dan perkembangan mentalnya?
Beberapa hal yang perlu dilakukan pada pemeriksaan fisik adalah sebagai berikut:
v Anak diperiksa dalam keadaan tanpa pakalan kecuali popok atau celana dalam
v Bila anak gelisah, pemeriksaan dilakukan di atas pangkuan ibu
v Ibu diminta membantu proses pemeriksaan agar berjalan lancar
v Berikan pengertian pada anak yang sudah besar dan mengerti tentang pemeriksaan
v Denyut nadi, suhu napas jangan lupa diperiksa
C. Pemantauan Tumbuh Kembang Bayi dan Balita
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat, panjang, umur tulang dan keseimbangan tulang.
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan.
David Morloy merupakan pelopor yang menggunakan kartu pertumbuhan anak yang disebut "road to health card" pada tahun 1975 di des Imesi, Nigeria. Kartu tersebut disebut dengan KMS (Kartu Menuju Sehat) yang merupakan alat penting untuk memantau tumbuh kembang anak.
Menurut Mortey, pada KMS terdapat 4 patokan sederhana perkembangan psikomotorik, sehingga ibu dapat mengetahui tingkat perkembangan anaknya.
§ Kemampuan duduk (5-9 ½ bulan)
§ Berjalan ± 10 langkah tanpa bantuan (9-18 ¼ bulan)
§ Mengucapkan sepatah kata (10-12 bulan)
§ Kemampuan berbahasa beberapa kata (18 ½ bulan-3 tahun)
Tujuan pemantauan fisik anak adalah:
a. Agar pertumbuhan mudah diamati
b. Menciptakan kebutuhan akan rasa ingin tahu terhadap kebutuhan anak
c. Meningkatkan pertumbuhan yang layak untuk pertumbuhan anak
d. Melukiskan setiap kejadian yang kurang menguntungkan anak
e. Menemukan seawal mungkin gejala-gejala gangguan pertumbuhan
f. Merupakan sarana untuk memberikan penyuluhan kepada ibu:
ü Gizi/makanan bayi dan anak
ü Tumbuh kembang anak
ü Kesehatan anak
ü Imunisasi
ü Keluarga Berencana
ü Pencegahan : deflsiensi vitamin A, dehidrasi akibat diare, sanitasi lingkungan, dll
Tumbuh kembang anak diperiksa diperiksa berdasarkan umur. Yang diperhatikan adalah aktifitas motor anak, bahasa dan adaptasi lingkungannya. Tumbuh kembang anak normal sebagi berikut:
Umur satu bulan
ü Refleks moro dapat menghisap, menggenggam positif
ü Bila ditelungkupkan bayi berusaha mengangkat kepala dan kaki bergerak seperti mau merangkak
ü Dalam posisi duduk, punggung bungkuk, kepala tegak sesaat Bayi kebanyakan tidur
ü Bayi diam bila ada suara terkejut bila mendengar bunyi suara vokal (bila menangis)
ü Mata bayi mengikuti objek yang tergantung dibenang yang digoyangkan ke kiri dan ke kanan
Umur dua bulan
ü Menendang-nendang dan gerak tangan yang energik
ü Kepala bergoyang bila dalam posisi duduk
ü Bila telungkup, kepala tegak, membentuk sudut 450
ü Tangan dihisap sendiri dan selalu terbuka
ü Mengeluarkan satu suara vokal seperti a-e-u
ü Kepala dan mata mengarah ke suara
ü Mengikuti objek yang bergoyang
ü Gerak ekspresi berjaga-jaga
ü Senyum bila diajak bicara lembut
Umur tiga bulan
ü Telungkup, kepala tegak 900
ü Refleks moro dan menggenggam mulai tidak nampak
ü Berguling (3 – 4 bulan)
ü Ketawa kecil, memekik
ü Respon terhadap musik
ü Bersuara a-a, la-la, oo-oo
ü Berusaha menggapai objek tapi tidak tepat
ü Memegang benda dengan erat bila diletakkan di atas tangannya dan menarik baju
ü Mengikuti objek ke samping (1800)
ü Memperhatikan orang dan mainan
ü Senyum spontan
Umur empat bulan
ü Dapat duduk dengan bantuan dan berpaling ke arah bunyian
ü Mengangkat kepala sewaktu tengkurap, untuk berupaya duduk
ü Kaki menendang-nendang bila didirikan
ü Tertawa keras (4-5 bulan)
ü Mengucapkan : seperti m-p-b
ü Mengulang suara yang didengar
ü Memegang giring-giring
ü Memindahkan objek dari satu tangan ke tangan lain
ü Menarik baju ke muka sendiri
ü Senyum spontan ke orang yang dilihat
Umur lima bulan
ü Berguling dari satu sisi ke sisi lain
ü Beringsut dari belakang ke depan
ü Tegak bila diangkat dan berpegang bila duduk
ü Berdiri bila di bantu
ü Mengenal suara yang sering di dengar
ü Berhenti menangis bila mendengar nyanyian
ü Memegang benda yang disenangi dan menggapai mainan dengan dua tangan
ü Senyum pada bayangan kaca
ü Memalingkan kepala ke arah suara
ü Senang bermain dengan orang lain
Umur enam bulan
ü Tengkurap : Mengangkat kepala spontan
ü Duduk dengan bantuan
ü Beringsut mundur (6-7 bulan)
ü Memegang kaki dan bermain dengan jari kaki
ü Memegang benda kecil (kubus) dengan telapak
ü Bersuara bila melihat kaca
ü Mengucapkan empat jenis bunyi
ü Melokalisasi sumber suara
ü Memasukkan benda kecil ke mulut
ü Curiga terhadap orang atau suara asing
ü Memberi perhatian pada orang atau objek
ü Mempertahankan perhatian bila diambil
ü Mengangkat tangan bila mau diambil
Umur delapan bulan
ü Duduk sendiri (6-8 bulan)
ü Mulai melangkah dan mencoba merangkak
ü Bergerak maju mengambil objek
ü Bersuara seperti a-la, a-ba, oo-oo, a-ma, ma-ma, pa-pa (8-10 bulan)
ü Mendengar orang bercakap-cakap dan berterlak untuk menarik perhatian (8-10 bulan)
ü Bergerak mengambil mainan di luar jangkauan
ü Membunyikan lonceng
ü Minum dan cangkir
ü Bermain ci-luk-ba
ü Memperhatikan bayangan di kaca
ü Bermain kertas
ü Makan biskuit sendiri
Umur sepuluh bulan
ü Duduk mandiri
ü Berdiri dengan pegangan, merangkak, dan berjalan dengan pegangan
ü Dapat berputar bila diletakkan di atas lantai
ü Menggelengkan kepala manyatakan tidak
ü Melambaikan tangan untuk ucapan selamat (tinggal atau jalan)
ü Memberi respon terhadap panggilan nama sendiri
ü Menyuarakan beberapa ucapan (10-12 bulan)
ü Bermain tepuk tangan
Umur dua belas bulan
ü Berdiri sendiri dan berjalan, dengan bantuan atau tangan yang dipegang orang lain
ü Berputar dalam posisi duduk
ü Menggenggam 2 benda kecil di dalam satu tangan
ü Mengucapkan kata dengan arti yang spesiik seperti "mama" untuk Ibu
ü Berbicara kepada mainan
ü Mengoceh bila sendiri
ü Mematuhi perintah yang sederhana seperti "Beri saya cangkir itu"
ü Ikut membantu sendiri bila dipasangkan pakaiannya
ü Bermain dengan cangkir atau sendok
ü Menunjukkan sesuatu dengan jari telunjuk
ü Mencoba mengambil benda kecil dan dalam kotak
ü Memasukkan benda kecil ke mulut
ü Memegang cangkir untuk minum
ü Memperhatikan tulisan
Umur lima belas bulan
ü Berdiri sendiri dan memanjat
ü Berlutut di lantai atau di kursi
ü Berjalan dengan keseimbangan badan yang baik
ü Berbicara dengan 4-5 kata
ü Menunjukkan keinginan sesuatu dengan bicara
ü Tahu namanya sendiri
ü Mengangkat cangkir untuk minuman
ü Minum dengan sendok
ü Menunjukkan atau membori mainan kepada seseorang
ü Membanu membuka pakaiannya sendiri
ü Memasukkan benda kecil ke dalam botol tanpa demonstrasi
ü Senang mendorong mainan beroda
Umur delapan belas bulan
ü Berlari dan naik tangga dengan pegangan satu tangan
ü Berjalan mundur dan mengangkat kursi Melempar bola
ü Mengucapkan angka 1-10 (18-21 bulan)
ü Menunjukkan sekurang-kurangnya satu bagian tubuh yang ditanyakan
ü Dapat menyebutkan "halo"
ü Menunjukkan benda yang ditawarkan seperti cangkir, sendok, mobil, kursi
ü Membalikkan halaman buku
ü Membawa atau memeluk boneka
ü Mencoret-coret
Umur dua puluh satu bulan
ü Berlari dan naik turun tangga dengan pegangan
ü Naik tangga sendiri
ü Menendang bola
ü Bercakap dengan mengucapkan 15-20 kata
ü Mampu mengkombinasikan dua atau tiga kata
ü Minta makan atau minum
ü Memberi bola pada orang lain (ibunya), meletakkan bola ke tempat yang lain
ü Menunjukkan 3-4 bagian tubuh yang ditanyakan
ü Membantu kegiatan rumah yang sederhana (21-24 bulan)
ü Memindahkan pakaian dengan baik
ü Menarik orang lain untuk menunjukkan sesuatu
Umur dua puluh empat bulan
ü Berlari tanpa jatuh
ü Mengucapkan sekurang-kurang satu kalimat atau ungkapan 4-5 ungkapan
ü Dapat mengucapkan kembali 5-6 suara konsunan (yang terpilih : m-p-b-h-¬w)
ü Menujukkan 4 bagian tubuh yang di tanyakan
ü Menyebutkan benda diatas meja bila di tanyakan
ü Menyebutkan nama sendiri
ü Melempar bola ke dalam kotak
ü Mengambarkan garis vertikal setelah di tunjukan
Umur 2,5 tahun
ü Melompat dan mencoba berdiri dengan satu kaki
ü Memegang pensil dengan jari
ü Mencoba jalan berjingkrak
ü Menyebut nama benda sehari-hari
ü Menjawab pertanyaan sederhana sepert "apa ini"?
ü Mendorong mainan yang terarah
ü Menolong membuang sesuatu
ü Memakai pakaian
ü Membasuh dan mengeringkan tangan
ü Makan dengan sendok
ü Mengambar garis horizontal yang dipertunjukan
ü Berupaya mengambar lingkaran yang ditunjukan
Umur tiga tahun
ü Berdiri satu kaki sekurang-kurangnya satu detik
ü Melompat dari anak tangga paling bawah
ü Dapat melepaskan dua kancing baju
ü Menaiki sepada roda tiga
ü Mengucapkan kalimat dengan enam kata seperti "saya punya ibu, bapak dan kakak"
ü Menyebutkan tiga atau lebih nama objek di dalarn gambar atau foto
ü Membedakan laki-laki dan perempuan
ü Menyebutkan nama lengkap
ü Menjawab pertanyaan dengan tepat
ü Mengenal sekurang-kurangnya satu warna
ü Dapat menjawab pertanyaan sekurang-kurangnya dengan tiga kata dalam satu kalimat
ü Menguasai 750-1000 kata ( 3-3,5 tahun)
ü Memahami giliran
ü Menyalin gambar lingkaran
ü Berpakaian dengan pengawasan
ü Berbisik
ü Makan sendiri dengan baik
Umur empat tahun
ü Berdiri satu kaki lebih kurang 5 detik
ü Melompal sekurang-kurangnya 2 kali dengan satu kaki
ü Dapat mengancingkan baju dan mengikat sepatu
ü Mengulang 10 kata tanpa salah
ü Menghitung tiga objek, dan menunjukannya dengan benar
ü Memahami misalnya : "apa yang diperbuat bila lapar mengantuk dan kedinginan ?"
ü Kalimat spontan, pengucapannya 4 sampai 5 kata Suka mengajukan pertanyaan
ü Memahami kata seperti di atas, di bawah, di belakang, dan sebagainya (letakan benda ini diatas benda)
ü Dapat menunjukan 3-4 warna
ü Berbicara dengan komunikasi yang efektif
ü Mencontoh lukisan/gambar Bermain bersama dengan anak-anak lain
ü Memakai dan membuka pakaian sendiri
ü Mengosok gigi dan membasuh muka
ü Ke toilet sendiri
Umur lima tahun
ü Berdiri 1 kaki 8-10 detik
ü Melompat, menggunakan kaki bergantian
ü Menangkap dengan tangan, bola yang dilempar dengan 2-3 kali percobaan
ü Mengetahui umur sendiri Mengenal 4 macam warna
ü Menyebutkan fungsi benda sehari-hari seperti sendok, pensil dan sebagainya
ü Menyebutkan jenis benda
ü Menanyakan arti sesuatu kata
ü Hanya sedikit salah mengucapkan kata
ü Mengambar manusia sekurang-kurangnya menunjukan 6 bagian tuhuh
ü Membawa mainan dengan mainan kereta
ü Bermain dengan pensil berwarna
ü Bermain dalam kelompok
D. Imunisasi
Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi atau anak terhadap penyakit tertentu.
Beberapa imunisasi yang diberikan pada bayi dan balita :
1. BCG
a. Tujuan
Untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit TBC
b. Jadwal pemberian
Bayi berumur 0-11 bulan, tapi dengan dosis 0,05 cc. Vaksinasi diulang pada umur 5 tahun
c. Diberikan secara intracutan pada lengan kanan keatas
d. Efek samping
Penyuntikan secara intradermal yang benar akan menimbulkan ulkus lokal yang supervialal 3 minggu setelah penyuntikan, ulkus yong biasu tertutup krusta akan sembuh dalam 2-3 bulan dan meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm. Apabila dosis terlalu tinggi maka ulkus yang timbul semakain besar, namun apabila penyutikan terlalu dalam, parut yang terjadi tertarik ke dalam.
2. DPT
a. Tujuan
Untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tatanus
b. Jadwal pemberian
Pada bayi 2-11 bulan, sebanyak 3 kali suntikan dengan selang waktu 4 minggu secara IM di paha bagian atas dengan dosis 0,5 cc. Imunisasi ulang lainnya dlberikan umur 1,5-2 tahun, kemudian pada usia 6-8 tahun dan 10 tahun
c. Efek samping
Kemerahan, bengkak, dan nyeri pada lokasi injeksi, terjadi pada kira-kira separuh penderita. Proporsi yang sama juga akan menderita demam ringan dan 1% dapat hiperperiksia. Anak sering gelisah, dan menangis terus menerus selama beberapa jam pasca penyuntikan
3. Hepatitis B
a. Tujuan
Untuk mendapatkan kekebalan terhadap virus hepatitis
b. Jadwal pemberian
Pada usia 0-1 bulan, dianjurkan pad usia 0-7 hari. Kemudian pada usia 2-¬3 bulan.
c. Diberikan secara IM di paha bayi dengan dosis 0,5 cc
d. Efek samping yang terjadi biasanya ringan, berupa nyeri, panas, mual nyeri sendi dan otot
4. P olio
a. Tujuan
Untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis
b. Jadwal pemberian
Pada bayi umur 2-3 bulan, diberikan sebanyak 3 kali pemberian dengan dosis 2 tetes dengan interval 4 minggu. Pemberian ulang pada umur 1,5 -¬ 2 tahun dan menjelang umur 5 tahun
c. Efek samping
Setelah vaksinasi sebagian kecil resipen dapat mengalami gejala-gejala pusing, diare ringan, dan otot
5. Campak
a. Tujuan
Untuk mendapatkan, kekebalan terhadap penyakit
b. Jadwal pemberian
Umur 9-11 bulan dengan 1 kali pemberian, dengan dosis 0,5 cc secara subkutan di lengan kiri
c. Efek samping
Di laporkan setelah vaksinasi MMR (measies mumps, dan ruballa) dapat terjadi malaise demam atau ruam sering terjadi 1 minggu setelah imunisasi dapat terjadi kejang demam ensefalitas pasca imunisasi dan pembengkakan kelenjar parutis pada minggu ke - 3
http://loebis-qoa.blogspot.com/2010/10/pelayanan-kesehatan-pada-bayi-dan.html
http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com