Selasa, 11 Oktober 2011

KTI

Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui oleh tim penguji Akademi Kebidanan Palu Yayasan Pendidikan Cendrawasih


Nama : Suharni Supu
NIM :

Disetujui
Komisi Pembimbing



DRS. Pratama Bayu Santosa MS.i Buyandaya W, SST
Ketua Anggota


Diketahui
Akademi Kebidanan,


Nur Winarti, A.Md.Keb., SKM
Pjs, Direktur



Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui oleh tim penguji Akademi Kebidanan Palu Yayasan Pendidikan Cendrawasih

Nama : Suharni Supu
NIM : DD 09045

Disetujui
Komisi Pembimbing


DRS. Pratama Bayu Santosa MS.i
Ketua



Buyandaya W, SST Nur Winarti, A.Md.Keb., SKM
Anggota Anggota



Diketahui
Akademi Kebidanan,


Elsye Theresia Makagansa, SST
Direktur

AKADEMI KEBIDANAN SYEKH YUSUF GOWA MAKASSAR
Suharni supu . 2011. Pengetahuan Ibu Hamil Dalam Memilih Bidan Sebagai Penolong Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Mabelopura Palu. Pembimbing : (1) Widya Pani (2) Nasrul

ABSTRAK
(xi + 33 halaman + 1 tabel + 2 lampiran)
AKI berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran prilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan waktu melahirkan dan masa nifas. Angka kematian ibu adalah jumlah kematian hamil + jumlah kematian ibu nifas per 100.000 kelahiran hidup. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan ibu hamil dalam memilih bidan sebagai penolong persalinan di wilayah kerja puskesmas mabelopura palu.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan jumlah populasi dalam hal ini adalah semua ibu yang sementara hamil dalam bulan januari sampai juni 2011 yaitu 487 orang dan dengan jumlah sampel 39 dengan menggunakan metode consedutive sampling yaitu pengambilan data langsung dari unit sampliing yang ditemui sampai tercapai besar sampel yang dikehendaki. Adapun analisis yang digunakan dengan menggunakan rumus median.
Hasil penelitian didapatkan responden yang memiliki pengetahuan yang baik dalam memilih pertolongan oleh bidan sebanyak 51,1% sedangkan yang berpengetahuan kurang sebanyak 48,9% dalam hal ini adalah ibu hamil sudah menunjukkan pengetahuan yang baik dalam memilih pertolongan oleh bidan terjadi karena bidan yang sudah terlatih dan bidan yang sudah memiliki skill baik secara teori maupun praktek yang didapatkan selama masa pendidikan.
Pengetahuan ibu hamil dalam memilih bidan sebagai penolong persalinan di wilayah kerja puskesmas mabelopura palu sudah lebih banyak yang bepengetahuan baik dibandingkan dengan yang berpengetahuan kurang. Dalam hal ini responden sudah jauh lebih baik yang berpengetahuan baik, sehingga responden sudah dapat memilih bidan sebagai penolong persalinan. Bagi institusi pendidikan diharapkan agar penelitian ini menjadi sarana bacaan diperpustakaan guna mengembangkan pengetahuan ibu hamil dalam memilih pertolongan oleh bidan.


Daftar pustaka : 21 buku 3 internet (2005-2011).
Kata Kunci : Pengetahuan, Bidan, Persalinan.


DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN i
SAMPUL DALAM ii
PERNYATAAN iii
ABSTRAK iv
PENGESAHAN v
PRAKATA vi
RIWAYAT HIDUP vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 5
D. Manfaat Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan 6
B. Tinjauan Umum Tentang Umur 7
C. Tinjauan Umum Tentang Paritas 8
D. Tinjauan Umum Tentang Pendidikan 10
E. Tinjauan Umum Tentang Perawatan Bayi Baru Lahir 11
F. Tinjauan Umum Tentang Pendidikan 20
G. Kerangka Pemikiran 21

BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian 23
B. Tempat dan Waktu Penelitian 23
C. Populasi dan Sampel 23
D. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional 25
E. Teknik Pengumpulan Data 27
F. Analisis Data 27
G. Penyajian Data 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil 29
B. Pembahasan 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 37
B. Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 39


DAFTAR TABEL
Halaman
1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan 30
2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur 30
3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Paritas 31
4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan 31
5. Distribusi Pengetahuan Ibu Menyusui Berdasarkan Umur 32
6. Distribusi Pengetahuan Ibu Menyusui Berdasarkan Paritas 32
7. Distribusi Pengetahuan Ibu Menyusui Berdasarkan Pendidikan 33













BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kebijaksanaan kependudukkan di Indonesia (UU No.10 tahun 1992) diarahkan pada pembangunan penduduk sebagai sumber daya manusia yang merupakan kekuatan pembangunan bangsa yang efektif dalam rangka mewujudkan kehidupan keluarga dan masyarakat yang berkualitas. Tujuan pembangunan kesehatan adalah menigkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap warga Negara Indonesia melalui upaya sumber daya manusia yang berkualitas, sebagai upaya strategis mewujudkan keluarga berkualitas adalah usaha pemeliharaan kesehatan ibu dan anak yang salah satu tujuannya adalah menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) (Depkes RI, 2005).
Menurut WHO (World Health Organization) saat ini setiap tahun terjadi 500.000 kematian ibu yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan 99% diantaranya terjadi di Negara-negara berkembang. Lebih dari separuhnya (300.000) terjadi di Asia, yaitu terjadi di Asia selatan. Resiko kematian maternal dinegara maju adalah 1 diantaranya 4.000-10.000, sedangkan di Negara berkembang 1 diantara 15-50 yang berarti peningkatan 200-250 kali (Prawiroharjo, 2007).
Berdasarkan laporan UNICEF (United Nation’s Emergency Children’s) diantara beberapa negara di Asia pada periode 1990-1998, Indonesia, Bangladesh, dan India merupakan negara-negara dengan AKI paling tinggi yaitu masing-masing sebesar 450, 440, dan 410 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu di Indonesia belum berubah yaitu perdarahan (35%-45%), terutama pada perdarahan post partum, kemudian hipertensi pada kehamilan (14,5%-24%), infeksi (10%-10,5%), dan partus lama (50%-65%), masih tinggi dan lambatnya penurunan tingkat AKI dan AKB tampaknya berkaitan dengan faktor-faktor yang bersifat mendasar dan langsung dari ibu dan anak sendiri. Faktor mendasar mencakup status ibu, status keluarga, status masyarakat, yang umumnya masih rendah yang membuat akses pelayanan kesehatan yang tidak memadai (Menkes RI, 2010).
Visi yang ingin di capai kementrian adalah “masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan”. visi ini dituangkan menjadi 4 misi yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyrakat melalui pemberdayaan masyarakat termasuk swasta dan masyarakat madani, melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan, menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan, serta menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik (Kementrian Kesehatan Tahun, 2010) .
AKB merupakan indikator yang sangat penting untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu hamil dalam memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan. Faktor yang berkaitan dengan penyebab kematian bayi antara lain adalah tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA (Kesehatan Ibu Anak), serta kondisi lingkungan sosial ekonomi. Penyebab kematian yang terbesar disebabkan BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) sebesar 39,5% disusul asfiksia sebesar 31,5%, infeksi pneumonia, tetanus, diare, dan kelainan kongenital (Profil KIA Sulteng, 2010).
Angka kematian bayi di Sulawesi Tengah telah terjadi peningkatan dari tahun 2009 sebesar 6.359 orang sedangkan pada tahun 2010 sekitar 6.372 orang terjadi peningkatan sebesar 0,9%. Untuk mencapai target pada tahun 2011 diturunkan menjadi 41 per 1000 kelahiran hidup, naiknya angka kematian bayi dalam beberapa waktu terakhir ini memberikan gambaran bagi kita adanya penurunan kualitas hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat. Peningkatan angka kematian bayi disebabkan oleh kurangnya masyarakat memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan (Profil KIA Sulteng, 2010).
Selain itu adanya faktor diluar tenaga kesehatan yang berpengaruh besar. Antara lain adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan, sehingga daya beli masyarakat menurun. Untuk menurunkan angka kematian bayi, dinas kesehatan Profinsi Sulawesi Tengah melaksanakan pelayanan kesehatan sampai kedaerah-daerah terpencil, pemukiman baru dan di desa yang di mulai sejak tahun 1990 (Profil KIA Sulteng, 2010).
AKI berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran prilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan waktu melahirkan dan masa nifas. Angka kematian ibu adalah jumlah kematian hamil + jumlah kematian ibu nifas per 100.000 kelahiran hidup (Profil KIA Sulteng, 2010).
Di Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2010 terdapat kematian ibu sebesar 267 orang, hal ini terjadi peningkatan angka kematian dibandingkan pada tahun 2009 yaitu sebesar 236 orang. Penyebab kematian ibu yang tertinggi adalah perdarahan sebesar 48,8%, disusul dengan eklampsi sebesar 17,9% (profil KIA sulteng 2010). Dari data tersebut hal ini disebabkan kematian ibu masih diwarnai oleh hal-hal non teknis yang masuk kategori penyebab mendasar, seperi rendahnya status wanita, ketidak berdayaan dan taraf pendidikan yang rendah. Hal non teknis ini ditangani oleh sektor terkait diluar sektor kesehatan, sedangkan sektor kesehatan lebih memfokuskan invertensi untuk mengatasi penyebab langsung dan tidak langsung dari kematian ibu (profil KIA sulteng 2010).
Sebagian penyebab kematian ibu secara langsung (menurut survey kesehatan rumah tangga, 2005) perdarahan 30%, eklamsi 25%, Infeksi 12%, Abortus 5%, Emboli Obstetri 3%, Komplikasi masa nifas 16%, Penyebab lain 12%, Sedangkan penyebab tidak langsung lainnya seperti terlambat mengenali tanda bahaya karena tidak mengetahui tanda kehamilan dalam resiko tinggi, terlambat mencapai fasilitas untuk persalinan dan terlambat untuk mendapatkan layanan (Manuaba, 2007).
Tahun 2010 jumlah ibu hamil yang berada di wilayah kerja urusan puskesmas mabelopura yaitu 974. Tahun 2010 jumlah semua data persalinan yaitu 929 orang. Tahun 2009 persalinan di wilayah kerja urusan Puskesmas Mabelopura sebanyak 903 persalinan. Dari angka tersebut 810 (84,2%) persalinan yang di tolong oleh bidan. Pertolongan persalinan oleh bidan selama 3 Tahun terakhir cenderung mengalami penurunan, dimana pada Tahun 2007 terdapat 87,1% persalinan yang di tolong oleh bidan, sedangkan Tahun 2008 sebesar 84,3% dan Tahun 2009 sebesar 84,2%. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan-perubahan rumus sasaran. Bila dibandingkan dengan target Nasional yaitu 80% persalinan oleh bidan dalam wilayah kerja urusan Puskesmas Mabelopura sudah lebih dari target. Akan Tetapi persalinan oleh bidan perlu mendapat perhatian khusus, untuk meningkatkan cakupan ini dapat dilakukan dengan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi). Hal ini sangat penting untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi. (Profil Puskesmas Mabelopura Tahun 2010).
Di lihat dari jumlah AKI yang ada di wilayah kerja Puskesmas Mabelopura tahun 2010 yaitu 111 orang diharapkan akan terjadi penurunan, dengan turunnya jumlah AKI karena banyaknya persalinan yang di tolong oleh bidan, sehinggah peneliti ingin mengetahui sejauh mana pengetahuan ibu hamil dalam memilih bidan sebagai penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Mabelopura Palu.
B. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diambil suatu rumusan masalah, yaitu “Bagaimanakah Pengetahuan Ibu Hamil Dalam Memilih Bidan Sebagai Penolong Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Mabelopura Kota Palu Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2011 ? “
C. Tujuan penelitian
Menerangkan pengetahuan ibu hamil dalam memilih bidan sebagai penolong persalinan di wilayah kerja puskesmas mabelopura palu.
D. Manfaat Penelitian
Untuk mengetahui pengetahuan ibu hamil dalam memilih bidan sebagai penolong persalinan di wilayah kerja puskesmas mabelopura palu.
1. Bagi Puskesmas Mabelopura
Dari hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi atau masukan pada puskesmas kota palu khususnya bagi pelayanan kesehatan untuk merencanakan strategi dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan, sehingga dapat meningkatkan kualitas masyarakat.
2. Bagi Pendidikan
Sebagai referensi pembelajaran sekaligus dasar pengembangan penelitian selanjutnya.
3. Bagi Peneliti
Menerapkan ilmu yang diperoleh selama mengikuti pendidikan di jurusan kebidanan dan di harapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman penulis dalam melakukan sebuah peneliti dan menuangkan dalam sebuah bentuk penelitian ilmiah.












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tijauan Umum tentang Pengetahuan
1. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melaksanakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu:
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkatan yang paling rendah karena tingkatan ini yang paling rendah hanya mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami di artikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.
3) Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
4) Analisis (Analysis)
Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materiatau suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (Syntesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk melakukan atau untuk menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau obyek, penilaian itu berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada. Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber misalnya media massa, elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, poster, kerabat dekat dan sebagainya.
2. Ibu Hamil
a. Pengertian
Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan dan kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan (Heni Puji Wahyuningsih, 2008).
b. Proses Anatomi dan Implantasi Fisiologi Pada Ibu Hamil
Proses kehamilan sampai kelahiran merupakan rangkaian dalam satu kesatuan yang dimulai dari konsepsi, nidasi, pengenalan adaptasi ibu terhadap nidasi, pemeliharaan kelahiran, perubahan endokrin sebagai persiapan menyongsong kelahiran bayi dan persalinan dengan kesiapan untuk memelihara bayi. Kehamilan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan baik anatomi maupun fisiologis pada ibu. Pada kehamilan terdapat adaptasi ibu dalam bentuk fisik dan psikologis. Untuk itulah dalam kehamilan terjadi adaptasi ibu dalam bentuk fisik dan psikologis (Sujiatini, 2008).
c. Tanda-Tanda Kehamilan
Secara klinis tanda-tanda bahaya kehamilan dapat dibagi dalam 2 kategori besar yaitu tanda yang tidak pasti/ probable signs dan tanda-tanda kepastian hamil.
1) Tanda yang tidak pasti (probable signs) / tanda mungkin kehamilan
Indikator mungkin hamil adalah karakteristik-karakteristik fisik yang bisa dilihat atau diukur oleh pemeriksa dan lebih spesifik dalam hal perubahan-perubahan psikologis yang disebabkan oleh kehamilan. Kedua jenis tanda kehamilan diatas mungkin ditemukan pada kondisi yang lain, meskipun tidak dapat dipertimbangkan sebagai indikator-indikator positif suatu kehamilan. Semakin banyak tanda tidak pasti ditemukan semakin besar kemungkinan kehamilan.
2) Tanda Pasti Kehamilan
Indikator pasti hamil adalah penemuan-penemuan keberadaan janin secara jelas dan hal ini tidak dapat dijelaskan dengan kondisi kesehatan yang lain (Yani Kusmiati, 2008).
3. Memilih Pertolongan Tenaga Kesehatan
a. Pengertian
Tenaga kesehatan yaitu orang-orang yang memiliki kemampuan dalam bidang kesehatan yang telah lulus program studi dan di sahkan menurut Negara sebagai tenaga kesehatan. Tenaga yang dapat memberikan pertolongan persalinan dapat dibedakan menjadi dua yaitu tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan dan perawat bidan) dan dukun bayi (terlatih dan tidak terlatih) (Depkes, 2005).
Pertolongan oleh tenaga kesehatan sangat bermanfaat bagi masyarakat, karena masyarakat tak perlu lagi khawatir atau ragu dengan pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Di lihat dari segi kesterilan alat,obat-obatan juga keterampilan yang dimiliki oleh tenaga nakes untuk melayani masyarakat, mampu memberikan asuhan dan nasehat yang didibutuhkan kepada wanita selama hamil, persalinan, dan nifas, memimpin persalinan serta asuhan bayi baru lahir dan anak.Asuhan ini termasuk tindakan preventif pendeteksian, kondisi abnormal pada ibu dan bayi dan mengupayakan bantuan medis serta melakukan tindakan pertolongan gawat daruratan pada saat tidak hadirnya tenaga medis lainnya. Dia juga mempunyai tugas penting dalam konsultasi dalam pendidikan kesehatan tidak hanya untuk wanita tersebut tetapi juga termasuk keluarga dan komunitasnya. Pelayanan ini termasuk pendidikan antenatal dan persiapan untuk menjadi orang tua dan meluas kedaerah tertentu dari genekologi , KB dan suhan pada anak (Machfoed,I, 2008).

4. Memilih Pertolongan Tenaga Non Nakes
a. Pengertian
Tenaga non nakes atau dukun merupakan individu yang bekerja dan bertindak untuk menolong seseorang yang membutuhkan dalam segi kesehatan,namun tidak memiliki keterampilan yang telah teruji dan sah menurut standar kesehatan yang berlaku. Sehingga apa yang dia lakukan hanya bertujuan menolong tanpa dia ketahui bahwa tindakan – tindakan yang ia berikan dapat membahayakan orang yang ia tolong (Agus.S,2002).
Mereka juga merupakan tenaga terpercaya dalam segala hal yang bersangkutan dengan reproduksi. Ia diminta pertimbangannya pada masa kehamilan, mendampingi wanita yang bersalin, sampai persalinan selesai dan mengurus ibu serta bayinya dalam masa nifas. Ia juga dapat melakukan abortus spontan dan kontrasepsi. Dukun sudah meluangkan waktunya untuk menolong pasien sejak antenatal sampai nifas, pada usia kandungan 7 bulan dukun sudah membantu upacara keselamatan. Menjelang perkiraan hari kelahiran dukun bahkan pindah kerumah pasiennya, tinggal disitu dan membantu mengelolah rumah tangganya seperti memasak, membersihkan rumah dan menjaga anak-anak. Sesudah melahirkan dukun tetap tinggal sampai pusatnya bayi lepas, dukun pula yang mengajarkan cara menyusui, memandikan bayi, sehingga si ibu benar-benar merasakan di ringankan bebannya (prawirahardjo S. 2007).
5. Bidan
a. Pengertian
Seseorang yang telah menyelesaikan program Pendidikan Bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktik kebidanan di negeri itu. Dia harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan masa pasca persalinan ( post partum period ), memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak. (Sarwono P. Ilmu Kebidanan, Jakarta, 2007 )
b. Pelayanan Kebidanan
Seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktek profesi bidan dalam sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan Meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan dan masyarakat. (Estiwidani, Konsep Kebidanan. Yogyakarta, 2008 )
c. Praktek Kebidanan
Penerapan ilmu kebidanan dalam memberikan pelayanan / asuhan kebidanan kepada klien dengan pendekatan manajemen kebidanan. ( Meilani, Konsep Kebidanan. Yogyakarta, 2008 )
d. Asuhan Kebidanan
Penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, persalinan, nifas bayi stelah lahir serta KB. ( Widyasih, Konsep Kebidanan. Yogyakarta, 2008 )
6. Persalinan
a. Pengertian
1) Persalinan adalah proses dimana janin dan ketuban di dorong keluar melalui jalan lahir (Yani widyastuti, 2008).
2) Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke jalan lahir (Sumarah, 2008).
3) Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Nining Wiyati, 2008).
b. Permulaan terjadi persalinan
Dengan penurunan hormone progesterone menjelang persalinan dapat terjadi kontraksi alat rahim sehingga menyebabkan:
1) Turunnya kepala, masuk pintu atas panggul terutama pada primigravida pada minggu ke 36.
2) Perut lebih besar karena fundus uteri turun.
3) Timbulnya perasaan sakit didaerah pinggang karena kontraksi ringan otot rahim dan tertekannya fleksus frankenhauser yang terletak sekitar serviks (tanda persalinan palsu).
4) Terjadi perlukaan serviks karena kontraksi otot rahim.
5) Terjadi pengeluaran lender, dimana lender penutup serviks dilepaskan.
c. Proses terjadinya persalinan
Bagaimana terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti, sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya kekuatan his (Sumarah, 2008).
Ada dua hormone yang dominan saat hamil yaitu:
1) Hormone estrogen
2) Hormone progesterone
Estrogen dan progesterone terdapat dalam keseimbangan sehingga kehamilan dapat dipertahankan. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone menyebabkan oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofise parst posterior dapat menimbulkan kontraksi Braxton hick akan menjadi kekuatan dominan saat mulanya persalinan. Oleh karena itu makin tua kehamilan frekuensi kontraksi makin sering (Sumarah, 2008).
Berdasarkan uraian tersebut dikemukakan beberapa teori yang menyatakan kemungkinan proses persalinan:
1) Teori keregangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam bahasa tertentu, setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai, contoh: pada hamil ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses persalinan.
2) Teori penurunan progesterone
Proses penurunan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu, produksi mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih selektif terhadap oksitosin, akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesterone tertentu.
3) Teori oksitosin interna
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofise posterior, perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone dapat mengubah sensifitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton hicks, menurunnya konsentrasi progesterone akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas sehingga persalinan dapat dimulai.
4) Teori prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu yang dikeluarkan oleh desidua, pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan. Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan.
5) Teori hipotalamus pituitary dan glandula suprarenalis
Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anancephalus sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus.
d. Tanda-tanda permulaan persalinan
1) Keluar lender bercampur darah dari jalan lahir (Bloody show)
2) Timbulnya his persalinan (his pembukaan)
Dengan sifat-sifat sebagai berikut: nyeri melingkar dari pinggang memancar keperut sebagian depan, teratur, makin lama makin pendek interval dan makin kuat kontraksinya mempunyai pengaruh pada perdarahan dan pembukaan serviks.
3) Kala I (pembukaan)
Pada permulaan persalinan permulaan kala pembukaan his belum begitu kuat, datangnya setiap 10-15 menit dan tidak mengganggu ibu sehingga ia masih dapat berjalan, interval his menjadi lebih pendek, kontraksi lebih kuat dan lebih lama, lender bercampur darah bertambah banyak, lama kala I yaitu maximum 12 jam, untuk melihat/megetahui observasi didalam blangko pertograf.
4) Kala II (kala pengeluaran)
Gejala-gejala kala II yaitu his menjadi lebih kuat, lamanya kontraksi 50-100 detik, dengan interval setiap 2-3 menit, pasien mulai ingin mengejan, perineum tampak menonjol, vulva membuka, anus membuka, lamanya kala II yaitu maximum 60 menit.
5) Kala III (Kala uri)
Lamanya kala uri maksimum 30 menit, dalam kala III yang penting kontraksi uterus harus baik, tanda pelepasan plasenta ialah uterus menjadi bundar, terjadi perdarahan, tali pusat bertambah panjang, fundus ureri meninggi, setinggi pusat atau 1-2 jari diatas pusat.
6) Kala IV (Kala observasi)
Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama.

B. Kerangka Pemikiran
Kerangka pikir penelitian adalah hubungan antara konsep-konsep yang akan diamati atau di ukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan. Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan dari teori tentang pengetahuan ibu hamil dalam memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan. Yang dimaksud dengan pengetahuan ibu hamil yaitu sesuatu yang dapat dipahami dan dimengerti oleh ibu yang meliputi tentang pengertian tenaga kesehatan dan manfaat dalam memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan. Di samping itu juga memilih pertolongan oleh nakes adalah pengakuan ibu hamil untuk dilakukan pertolongan persalinan oleh nakes, karena seorang tenaga kesehatan mampu memberikan asuhan dan nasehat yang dibutuhkan kepada ibu hamil khususnya pada saat persalinan. Adapun kerangka pikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut:




2.1 Gambar skema kerangka pemikiran





BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif untuk mengetahui pengetahuan ibu hamil dalam memilih bidan sebagai penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Mabelopura kota palu propinsi Sulawesi tengah.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja kelurahan tatura Puskesmas Mabelopura kota palu propinsi sulawesi tengah pada tanggal 02 Mei sampai 09 Juli tahun 2011.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam hal ini adalah semua ibu yang sementara hamil di wilayah kelurahan tatura dalam bulan Januari sampai Juli 2011 yaitu 487 orang.
2. Sampel
Dalam proses penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara consedutive sampling yaitu pengambilan data dikumpulkan langsung dari unit sampliing yang ditemui sampai tercapai besar sampel yang dikehendaki. Sampel penelitian ini adalah sebagian ibu yang sementara hamil di wilayah kerja Puskesmas Mabelopura. Besar sampel di hitung dengan rumus slovin:

Dimana:
n= Sampel
N= Populasi
d= Derajat kesalahan (0,15)
Diketahui:
N= 487
d= 0,15





orang.
Sehingga besar sampel adalah 39 orang.
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mengambil variabel independent dan variabel dependent yaitu:
a. Variabel independent (variabel bebas): pengetahuan ibu hamil.
b. Variabel dependent (variabel terikat): Memilih pertolongan oleh bidan.



2. Defenisi operasional
Defenisi operasional adalah batasan atau pengertian secara operasional tentang variabel-variabel yang diamati atau yang terdapat dalam kerangka konsep yang dikembangkan peneliti (Hermawanto, 2010).
a. Pengetahuan ibu hamil
Pengetahuan ibu hamil yaitu sesuatu yang dapat dipahami oleh ibu yang meliputi tentang pengertian tenaga kesehatan dan manfaat dalam memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan.
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian kuesioner
Skala ukur : ordinal
Hasil ukur : Baik bila jumlah skor>10
kurang bila jumlah skor<10
b. Memilih pertolongan oleh bidan
Memilih pertolongan oleh bidan adalah pengakuan ibu hamil untuk dilakukan pertolongan persalinan oleh bidan, karena seorang bidan mampu memberikan asuhan dan nasehat yang dibutuhkan kepada ibu hamil khususnya pada saat persalinan.
E. Teknik Pengumpulan Data
a. Pengumpulan data
1. Jenis data
Untuk memudahkan dalam melaksanakan penelitian, maka ada tiga sumber dalam pengumpulan data:

a) Data primer
. Data primer adalah data yang diperoleh melalui kuesioner secara langsung pada responden.
Sesuai dengan variabel dependent maka jumlah pertanyaan pada kuesioner berjumlah 15 pertanyaan, dengan pertanyaan positif terdapat pada nomor 1, 2, 3, 7, 9, 10, 13, 14 dan 15 serta pertanyaan negatif terdapat pada nomor 4, 5, 6, 8, 11 dan 12. Cara scoring dilakukan dengan cara pertanyaan positif nilai 1 (satu) bila jawaban “Ya” dan nilai 0 (nol) bila jawaban “Tidak” serta pada pertanyaan negatif nilai 1 (satu) bila jawaban “Tidak” dan nilai 0 bila jawaban “Ya”.
b) Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diambil dari lembaga atau instansi lain yang masih dalam bentuk data mentah yaitu laporan persalinan di puskesmas mabalopura kota palu propinsi sulawesi tengah.
c) Data Tersier
Data tersier adalah data yang diambil dari sajian data yang telah diolah dan dipublikasikan yaitu Profil Dinas Kesehatan Kota Palu, dan Profil Dinas Kesehatan Sulteng.
2. Teknik pengolahan data
Setelah data terkumpul melalui kuesioner, maka dilakukan tahap pengolahan data yang melalui tahap berikut:


a. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing data dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Setelah pengumpulan data hasil kuesioner kemudian dilakukan pengecekan, apakah semua data sudah lengkap dan benar.
b. Coding
Coding adalah kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengetahuan dan analisis data menggunakan komputer. Data-data yang sudah tersusun, diklasifikasikan sesuai dengan kelompoknya yang telah ditetapkan. Kemudian data dianalisis dengan bantuan komputerisasi.
c. Cleaning
Memeriksa data dengan membuat variabel yang digunakan apakah datanya sudah benar atau belum.
d. Tabulating
Penyusunan dan perhitungan data berdasarkan variabel yang diteliti.
e. Deskribing
Menggambarkan atau menerangkan data yang sudah dikumpulkan.


F. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara manual, dengan menggunakan rumus:

Keterangan:
n = Banyaknya responden.

Distribusi Frekuensi dengan rumus:

Keterangan:
P= Presentase
F= Frekuensi jawaban responden
N= Jumlah responden
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 02 mei sampai 09 juli 2011 Di Puskesmas Mabelopura Palu. Adapun jumlah sampel yaitu 39 responden. Sampel diperoleh dengan tekhnik Nonprobability Sampling jenis consedutive sampling. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa univariat sebagaimana disajikan dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu Hamil Dalam Memilih Pertolongan Oleh Bidan Di Puskesmas Mabelopura Palu
No Kategori Pengetahuan Frekuensi %
1 Baik 20 51,3%
2 Kurang 19 48,7%

Jumlah 39 100%
Sumber : Data primer yang telah diolah
Berdasarkan tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa pengetahuan ibu hamil dalam memilih pertolongan oleh bidan didapatkan responden yang berpengetahuan baik yaitu sebanyak 20 orang (51,3%) dan responden yang berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 19 orang (48,7%). Dalam hal ini jumlah responden yang memiliki pengetahuan baik sudah lebih banyak dibandingkan reponden yang memiliki pengetahuan kurang.


B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa pangetahuan ibu hamil yang memiliki pengetahuan “Baik” tentang pengetahuan ibu hamil dalam memilih bidan sebagai penolong persalinan sebanyak 51,3% dan yang memiliki pengetahuan “Kurang” tentang pengetahuan ibu hamil dalam memilih bidan sebagai penolong persalinan sebanyak 48,7%.
Menurut asumsi peneliti, presentasi responden yang memiliki pengetahuan “Baik” dikarenakan responden tersebut pernah mendengar informasi tentang memilih bidan sebagai penolong persalinan baik dari petugas kesehatan, melalui buku, media cetak maupun media elektronik serta aktif dalam menghadiri kegiatan kesehatan dipuskesmas mudah untuk responden memilih bidan sebagai penolong persalinan, disamping itu juga adanya pengalaman-pengalaman yang telah didapatkan dari responden dalam hal membuat responden memiliki kesan yang baik dari pengalaman yang dimiliki responden sebelumnya tentang memilih bidan sebagai penolong persalinan akan menjadi dampak yang baik sehingga responden memiliki kesadaran dalam hal lebih memilih persalinannya ditolong oleh bidan, oleh karena itu.
Menurut Notoatmodjo (2010), dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada yang tidak didasari dengan pengetahuan seseorang sebelum mengadopsi perilaku baru, maka sebelumnya orang tersebut terlebih dahulu tahu tentang apa yang dipelajari dan diketahui, sehingga dengan stimulus tersebut maka timbullah rasa keingintahuan untuk lebih memahami dan mulai mengevaluasi diri untuk menilai baik atau tidaknya bagi dirinya kemudian mencoba perilaku baru tersebut.
Menurut kuesioner yang telah dijawab oleh responden bahwa baiknya pengetahuan ibu hamil dalam memilih bidan sebagai penolong persalinan terlihat dari seluruh responden lebih banyak memilih pernyataan yang dikuesioner tersebut menyatakan bahwa responden lebih merasa aman jika pemeriksaan kehamilannya dilakukan oleh tenaga kesehatan, sehingga pada saat ibu bersalin nanti responden sudah dapat memilih bidan sebagai penolong persalinan. Dalam hal tersebut juga apabila responden sudah memilih bidan sebagai penolong persalinannya nanti dengan begitu keselamatan responden juga lebih terjamin dan responden juga akan merasa lebih nyaman jika persalinannya ditolong oleh bidan meskipun disampingnya juga ada yang bukan tenaga kesehatan yang membantu.
Menurut peneliti lain ( Endriyanti ) yang telah dilihat dari wilayah kerja puskesmas kawatuna palu bahwa baiknya pengetahuan ibu hamil dalam memilih bidan sebagai penolong persalinan karena sudah dapat terjadinya upaya kerja keras dari tenaga kesehatan yang mampu memberikan penyuluhan yang sebaik mungkin dan secara maksimal, sehingga ibu dapat mengetahui akan pentingnya dalam hal memilih bidan sebagai penolong persalinan. Dalam hal tersebut responden sudah pernah sebelumnya mendapatkan pengalaman yang membuat responden merasa nyaman dan aman tentang persalinannya yang ditolong oleh tenaga bidan, sehingga dari penglaman tersebut responden mengetahui bahwa memilih bidan sebagai penolong persalinan lebih baik dibandingkan dengan memilh yang bukan tenaga kesehatan.
Menurut Asumsi Peneliti prersentasi responden yang memiliki pengetahuan yang “Kurang” terjadi karena masih adanya sebagian bidan yang belum memiliki kemampuan pengetahuan dalam hal memberikan motivasi pada responden agar persalinannya nanti ditolong oleh bidan secara aman dan nyaman. Disamping itu yang menjadi penyebab pengetahuan responden kurang juga dikarenakan responden belum mendengar informasi mengenai dalam memilh bidan sebagai penolong persalinan sehingga responden susah untuk beradaptasi untuk memilih bidan sebagai penolong persalinan tersebut. Dalam hal tersebut responden tidak termotivasi untuk responden mencari solusi yang paling tepat dalam memilih bidan sebagai penolong persalinan, sehingga juga responden tidak memiliki kesadaran akan pentingnya suatu persalinan tersebut apabila ditolong oleh tenaga kesehan khususnya bidan.
Menurut teori hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Notoatmodjo, 2010 yang menyatakan bahwa pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Oleh karena itu kurangnya pengetahuan responden dalam memilih bidan sebagai penolong persalinan juga dapat memberikan pengaruh yang begitu penting bagi responden sehingga nantinya responden tidak mau memilih bidan sebagai penolong persalinan. Hal tersebut yang didapatkan dari sebagian responden tidak ingin mencari pengetahuan melalui panca indra yang ada dalam diri responden.
Menurut kuesioner yang paling banyak menjawab salah terdapat pada pernyataan dikuesioner yang menyatakan responden tidak mengetahui tentang bahaya apabila persalinan di tolong oleh yang bukan tenaga keshatan khususnya selain bidan bahkan resiko yang terjadi pada saat persalinan. Hal inilah yang menyebabkan responden yang tidak memilh bidan sebagai penolong persalinan, dan disamping itu juga biasanya terjadi sejak anak pertama responden bersalin sudah memilih ditolong oleh yang bukan tenaga kesehatan, sehingga dengan kebiasaan yang telah dilakukan dari awal responden tidak mendapatkan pengetahuan melalui informasi dari bidan tentang dampak dari bahaya dan resiko apabila memilih persalinan ditolong oleh yang bukan bidan tanpa juga adanya bidan yang mendamipingi didalam persalinannya.
Menurut peneliti lain ( Endriyanti ) yang telah dilihat dari wilayah kerja puskesmas kawatuna palu bahwa kurangnya pengetahuan responden dalam memilih tenaga bidan sebagai penolong persalinan sama halnya responden belum begitu mengetahui tentang bahaya dan resiko apabila persalinan tersebut ditolong oleh selain bidan. Sehingga dengan begitu apabila responden ingin memilih pertolongan persalinan nantinya responden juga pastinya masih ada sebagian yang tidak memilih bidan sebagai penolong persalinan. Dan disamping itu juga responden juga nantinya akan mendapat dampak pada saat persalinan dari resiko dan bahaya apabila perasalinan tidak ditolong oeh bidan. Hal tersebut dikarenakan juga kurangnya responden memiliki pengetahuan tentang baiknya apabila responden memilih bidan sebagai penolong persalinan sehingga juga motivasi yang mendorong seorang responden untuk mencari dan mengetahui solusi yang tepat dalam memilih bidan sebagai penolong persalinan yang biasanya juga terjadi berbagai dampak masalah yang didapatkan reponden dari resiko tersebut.








BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Pengetahuan Ibu Hamil Dalam Memilih Bidan Sebagai Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Mabelopura Palu dengan sampel sebanyak 39 responden, diperoleh responden yang memiliki pengetahuan “Baik” tentang memilih pertolongan oleh bidan sebanyak (51,3%) dan (48,7%) responden yang memiliki pengetahuan “Kurang”.
B. Saran
1. Bagi Puskesmas Mabelopura Palu diharapkan dapat lebih proaktif dalam memberikan informasi melalui penyuluhan tentang pentingnya persalinan yang ditolong oleh bidan, sehingga persalinan yang ditolong oleh bidan nantinya akan berlangsung secara normal kalaupun didapatkan dengan persalinan yang mempunyai resiko tinggi akan mendapatkan pertolongan segera.
2. Bagi pendidikan diharapkan agar penelitian ini dapat menjadi sarana bacaan di perpustakaan guna mengembangkan pengetahuan ibu hamil dalam memilih pertolongan oleh bidan.
3. Bagi peneliti agar lebih mengembangkan diri dengan keterampilan maupun pengetahuan yang memadai sehingga akan terwujud kualitas penelitian yang lebih baik demi kemajuan dunia kebidanan.




DAFTAR KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN
FAKTOR-FAKTORYANG MEMPENGARUHI IBU HAMIL DALAM PEMILIHANPENOLONG PERSALINAN DI WILAYAH KELURAHAN KAWATUNA KOTA PALU PROPINSI SULAWESI TENGAH

A. Petunjuk Pengisian
1. Bacalah dengan teliti dan pahamilah pertanyaan di bawah ini sebelum memilih.
2. Beri tanda check (√) pada salah satu kolom yang tersedia. Adapun alternative pilihan jawaban “Ya” Bila jawaban sesuai dengan pendapat dan “Tidak” Bila jawaban tidak sesuai dengan pendapat.
B. Identitas responden
Nama :
Umur :
Suku :
Pendidikan terakhir :
Pekerjaan :
Pendapatan :
Alamat
C. Pertanyaan pengetahuan

No
Pertanyaan Jawaban
Ya Tidak
1 Apakah keselamatan ibu akan terjamin bila persalinan ibu ditolong oleh dukun?
2 Apakah ibu tau bahaya persalinan bila di tolong oleh dukun?
3 Apakah ibu bersalin yang di tolong oleh dukun dapat terjamin kebersihan alat-alatnya?
4 Apakah ibu selalu memanggil dukun terlebih dahulu, baru bidan, untuk menolong persalinan?
5 Apakah dukun dapat menangani jika terjadi perdarahan dalam persalinan?
6 Apakah ibu bersalin lebih nayaman jika persalinan di tolong oleh dukun meskipun ada bidan?
7 Apakah dukun memberikan kesempatan untuk ibu yang bersalin untuk ditemani suami atau kerabat dekatnya?
8 Apakah bahaya melahirkan di dukun dapat menyebabkan infeksi?
9 Apakah bidan membantu dan berperan lebih besar di dalam pertolongan persalinan dibandingkan dengan tenaga dukun?
10 Apakah ibu tau resiko-resiko yang akan terjadi pada saat persalinan?

Senin, 03 Oktober 2011

BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan berbagai jenis masalah. Masalah utama yang dihadapi diIndonesia adalah dibidang kependudukan yang masih tingginya pertumbuhan penduduk. Keadaan penduduk yang demikian telah mempersulit usaha peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin besar usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu Pemerintah terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan dengan Program Keluarga Berencana.
Program KB ini dirintis sejak tahun 1951 dan terus berkembang, sehingga pada tahun 1970 terbentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Program ini salah satu tujuannya adalah penjarangan kehamilan mengunakan metode kontrasepsi dan menciptakan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan dan pengendalian penduduk.
Pendapat Malthus yang dikutip oleh Manuaba (1998) mengemukakan bahwa pertumbuhan dan kemampuan mengembangkan sumber daya alam laksana deret hitung, sedangkan pertumbuhan dan perkembangan manusia laksana deret ukur, sehingga pada suatu titik sumber daya alam tidak mampu menampung pertumbuhan manusia telah menjadi kenyataan.
Berdasarkan pendapat di atas, diharapkan setiap keluarga memperhatikan dan merencanakan jumlah keluarga yang diinginkan berkenaan dengan hal tersebut. Paradigma baru Program KB Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan NKKBS menjadi “Keluarga berkualitas 2015” untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas adalah keluarga sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, Harmonis, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Sarwono, 2003 ).
Gerakan KB Nasional selama ini telah berhasil mendorong peningkatan peran serta masyarakat dalam membangun keluarga kecil yang makin mandiri. Keberhasilan ini mutlak harus diperhatikan bahkan terus ditingkatkan karena pencapaian tersebut belum merata. Sementara ini kegiatan Keluarga Berencana masih kurangnya dalam pengunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Bila dilihat dari cara pemakaian alat kontasepsi dapat dikatakan bahwa 51,21 % akseptor KB memilih Suntikan sebagai alat kontrasepsi, 40,02 % memilih Pil, 4,93 % memilih Implant 2,72 % memilih IUD dan lainnya 1,11 %. Pada umumnya masyarakat memilih metode non MKJP. Sehingga metode KB MKJP seperti Intra Uterine Devices (IUD). Implamt, Medis Operatif Pria (MOP) dan Medis Operatif Wanita (MOW) kurang diminati. (www. bkkbn. go. id, 2005).
Berdasarkan prasurvey di Puskesmas Gowa bahwa pengguna alat kontrasepsi Metode Kontrasepsi Jangka Panjang khususnya IUD dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor misalnya faktor tingkat ekonomi, usia, paritas, pendidikan. Pada umumnya PUS (Pasangan Usia Subur) yang telah menjadi akseptor KB lebih banyak menggunakan pil, suntik dan kondom. Namun pada akhir-akhir ini akseptor lebih dianjurkan untuk menggunakan program Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), yaitu alat kontrasepsi spiral (IUD), susuk (Implant) dan kontap (Vasektomi dan Tubektomi). Metode ini lebih ditekankan karena MKJP dianggap lebih efektif dan lebih mantap dibandingkan dengan alat kontrasepsi pil, kondom maupun suntikan(www.bkkbn.go.id,1998). Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian mengenai “Faktor-faktor yang mempengaruhi Keenganan Akseptor KB untuk Menggunakan Alat Kontrasepsi IUD ” .

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merumuskan masalah sebagai berikut “Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keenganan akseptor KB untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD di Puskesmas Gowa 2011.
C. Pertanyaan Peneliti
1. Apakah tingkat ekonomi berpengaruh terhadap pemilihan alat kontrasepsi IUD di Puskesmas Banjarsari?
2. Apakah usia berpengaruh terhadap pemilihan alat kontrasepsi IUD di Puskesmas Banjarsari ?
3. Apakah paritas berpengaruh terhadap pemilihan alat kontrasepsi IUD diPuskesmas Banjarsari?
4. Apakah pendidikan berpengaruh terhadap pemilihan alat kontrasepsi IUD di Puskesmas Banjarsari?
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi keenganan akseptor KB untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apakah tingkat ekonomi berpengaruh terhadap pemilihan kontrasepsi IUD.
b. Untuk mengetahui apakah usia berpengaruh terhadap pemilihan kontrasepsi IUD.
c. Untuk mengetahui apakah paritas berpengaruh terhadap pemilihan kontrasepsi IUD.
d. Untuk mengetahui apakah pendidikan berpengaruh terhadap pemilihan alat kontrasepsi IUD.





E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Gowa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan guna peningkatan pelayanan kontasepsi IUD demi terciptanya metode kontrasepsi efektif dan berjangka panjang.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya dalam memperbanyak referensi tentang alat kontrasepsi IUD dan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya.
3. Bagi akseptor IUD (Responden)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi bagi masyarakat setempat untuk mengerti dan memahami tentang fungsi, manfaat, serta efektifitas kontrasepsi IUD sehingga masyarakat semakin mengenal dan pemakaian kontrasepsi IUD semakin bertambah.
4. Bagi Peneliti
Penelitian ini sangat berguna untuk menambah pengalaman dan wawasan dalam penelitian serta sebagai bahan untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama kuliah.
5. Bagi Peneliti Lain
Agar dapat dijadikan masukan dalam penelitian serupa dan dapat lebih memperdalam penelitian yang sudah ada.
F. Ruang Lingkup
Ruang Lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Objek Penelitian : Faktor- faktor yang mempengaruhi keenganan akseptor KB untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD.
2. Subjek Penelitian : Seluruh akseptor KB di wilayah Pusksesmas Gowa
3. Lokasi Peneliti : Wilayah Puskesmas Gowa
4. Waktu Penelitian :
5. Jenis Penelitian : Studi Deskriptif dengan pendekatan cross sectional
6. Alasan : Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keenganan akseptor KB untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD di Puskesmas Gowa 2011

BAB IV

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
Kecamatan Pedurungan memiliki luas wilayah 2.072 ha dengan 12
kelurahan. Adapun batas-batas wilayah dari Kecamatan Pedurungan
adalah sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Tembalang,
sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Genuk, sebelah barat
berbatasan dengan Kecamatan Gayamsari dan sebelah timur berbatasan
dengan Kecamatan Mranggen. Jumlah penduduk kecamatan ini sebanyak
160.722 jiwa yang terdiri dari 79.881 penduduk laki-laki, dan 80.841
penduduk perempuan. Provider pelayanan kesehatan pemerintah di
Kecamatan yang memiliki 38.842 kepala keluarga dan 30.047 pasangan
usia subur ini terdiri dari 2 puskesmas induk yang terletak di Tlogosari
Kulon dan Tlogosari Wetan serta 5 puskesmas pembantu. Sedangkan
jumlah penyedia pelayanan kesehatan swasta yang berbentuk poliklinik di
kecamatan ini tersedia sebanyak 6 buah.
Kelurahan Kalicari dan Pedurungan Tengah dijadikan tempat
penelitian karena memiliki jumlah peserta KB non IUD terendah dan
tertinggi di Kecamatan Pedurungan. Kelurahan Kalicari memiliki luas
wilayah 80,365 ha dan berbatasan dengan kelurahan Tlogosari Kulon di
sebelah utara, berbatasan dengan Kelurahan Gemah di sebelah selatan,
Kelurahan Gayamsari di sebelah barat dan Kelurahan Patebon di sebelah
timur. Jumlah penduduk dari kelurahan ini adalah sebanyak 8.283 jiwa
terdiri dari 4.245 penduduk laki-laki dan 4.038 penduduk perempuan.
Jumlah Bidan Praktek Swasta di kelurahan yang memiliki 1.740 PUS ini
adalah sebanyak 2, sedangkan Dokter Praktek Swasta berjumlah 4.
Sedangkan Kelurahan Pedurungan Tengah memiliki 5.464 penduduk
laki-laki dan 5.768 penduduk perempuan serta menempati wilayah seluas
189 ha dengan batas-batas wilayah sebagai berikut; sebelah utara
berbatasan dengan Kelurahan Tlogosari, sebelah selatan berbatasan
dengan Kelurahan Pedurungan Lor, sebelah barat berbatasan dengan
Kelurahan Pedurungan Kidul dan sebelah timur berbatasan dengan
Kelurahan Patebon dan Tlogosari Kulon. Provider pelayanan kesehatan
swasta yang terdapat pada kelurahan ini terdiri dari 4 Bidan Praktek
Swasta dan 12 Dokter Praktek Swasta yang melayani 1.948 pasangan
usia subur yang berada di wilayah tersebut.
B. Deskripsi Karakteristik Responden
Deskripsi karakteristik responden wawancara terstruktur yang berada
di Kelurahan Kalicari dan Kelurahan Pedurungan Tengah diketahui
mayoritas adalah wanita berusia dewasa muda yakni 18 – 40 tahun,
dengan rata-rata umur adalah 35,64 tahun. Berdasarkan karakteristik
pendidikan dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
berpendidikan dasar (SD dan SMP) yakni sebesar 64,4%. Persentase
terbanyak kedua adalah responden dengan tingkat pendidikan menengah
(28,8%). Karakteristik responden selanjutnya tersaji secara lengkap dalam
Tabel 4.1 dibawah ini :
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden di Kelurahan Pedurungan
Tengah dan Kelurahan Kalicari
No. Karakteristik f %
1 Umur
18 - 40 th 88 74,6
40 - 60 th 30 25,4
2 Pendidikan
Dasar 76 64,4
Menengah 34 28,8
Tinggi 8 6,8
3 Pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil 0 0
Pegawai swasta 3 2,5
Wiraswasta 32 27,1
Buruh tani / nelayan 1 0,8
Ibu rumah tangga 82 69,4
4 Pendapatan
Dibawah UMR 63 53,4
Diatas UMR 55 46,6
Berdasarkan karakteristik pekerjaan dan pendapatan diketahui
persentase terbanyak adalah responden yang merupakan ibu rumah
tangga (68,6%) dan memiliki pendapatan dibawah UMR Daerah Jawa
Tengah yakni dibawah Rp 750.000 (53,4%).
Responden wawancara mendalam untuk mendukung hasil analisa
kuantitatif berusia antara 23 tahun sampai dengan 51 tahun. Berdasarkan
pendidikan diketahui bahwa responden dengan pendidikan sarjana strata
1 sebanyak 4 orang, berpendidikan diploma III sebanyak 4 orang,
berpendidikan diploma IV sebanyak 1 orang, diploma I sebanyak 1 orang,
SMA sebanyak 5 orang, dan SMP sebanyak 2 orang. Karakteristik
responden yang dapat diwawancarai secara lengkap tersaji pada Tabel
4.2 berikut :
Tabel 4.2. Distribusi Karakteristik Responden Wawancara Mendalam di
Kelurahan Pedurungan Tengah dan Kelurahan Kalicari
No. Kode Umur
Responden (tahun)
Kriteria Responden Pendidikan
1 R-1a 33 Peserta KB non IUD SMA
2 R-1b 39 Peserta KB non IUD SMA
3 R-2a 32 Suami peserta KB non IUD D3
4 R-2b 43 Suami peserta KB non IUD S1
5 R-3a 25 Peserta KB IUD SMP
6 R-3b 23 Peserta KB IUD SMA
7 R-4a 30 Suami peserta KB IUD SMP
8 R-4b 29 Suami peserta KB IUD SMA
9 R-5a 45 Peserta KB non IUD yang
pernah pakai KB IUD S1
10 R-5b 29 Peserta KB non IUD yang
pernah pakai KB IUD D3
11 R-6a 50 Suami peserta KB non IUD yang
pernah pakai IUD S1
12 R-6b 34 Suami peserta KB non IUD yang
pernah pakai IUD SMA
13 R-7a 49 Bidan Praktek Swasta Senior D1 Kebidanan
14 R-7b 42 Bidan Praktek Swasta Senior D4 Kebidanan
15 R-8 28 Bidan Praktek Swasta Yunior D3 Kebidanan
16 R-9 34 Bidan Puskesmas D3 Kebidanan
17 R-10 51 Dokter Puskesmas S1
C. Deskripsi Pengetahuan Responden tentang KB IUD
Gambaran pengetahuan responden yang merupakan peserta KB non
IUD terhadap KB IUD dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3. Distribusi jawaban responden tentang pengetahuan KB IUD
Jawaban
No. Pengetahuan tentang KB IUD B S Σ
f % f % f %
1 Pengertian KB IUD
a. IUD adalah alkon jangka panjang 107 90,7 11 9,3 118 100
b. IUD tidak mempengaruhi hormon 61 51,7 57 48,3 118 100
2 Jenis IUD
a. Bentuk IUD seperti huruf T 46 39,0 72 61,0 118 100
b. Bentuk IUD seperti huruf S 57 48,3 61 51,7 118 100
3 Cara kerja IUD
a. IUD cegah sperma dan ovum bertemu 92 78,0 26 22,0 118 100
b. IUD membunuh hasil pembuahan 62 52,5 56 47,5 118 100
4 Keuntungan pemakaian IUD
a. Tidak harus mengingat seperti pil 107 90,7 11 9,3 118 100
b. Tidak membuat gemuk dan pusing 74 62,7 44 37,3 118 100
c. Mengurangi kunjungan ke klinik, dokter, bidan 97 82,2 21 17,8 118 100
d. Dapat dipasang segera setelah melahirkan 89 75,4 29 24,6 118 100
e. Hanya perlu satu kali pasang untuk jangka lama 105 89,0 13 11,0 118 100
f. IUD tidak sebabkan bayi cacat 63 53,4 55 46,6 118 100
5 Kelemahan pemakaian IUD
a. Haid lebih lama, banyak, lebih sakit 42 35,6 76 64,4 118 100
b. Sebelum pasang perlu pemeriksaan rahim dahulu 89 75,4 29 24,6 118 100
c. IUD dapat keluar sendiri dari rahim 65 55,1 53 44,9 118 100
d. IUD dapat berjalan-jalan sendiri dalam perut 66 55,9 52 44,1 118 100
e. Harus sering periksa posisi benang IUD 57 48,3 61 51,7 118 100
f. Jika IUD dilepas tidak bisa langsung punya anak 54 45,8 64 54,2 118 100
g. IUD tidak aman bagi ibu yang konsumsi obat 40 33,9 78 66,1 118 100
h. Dapat mengganggu pemberian ASI 31 26,3 87 73,7 118 100
i. Tidak bisa cegah PMS termasuk HIV / AIDS 40 33,9 78 66,1 118 100
6 Jangka waktu pemakaian IUD
a. < 1 tahun 23 19,5 95 80,5 118 100
b. 2 – 10 tahun 100 84,7 18 15,3 118 100
7 Waktu pemasangan IUD
a. Waktu haid sedang berlangsung 42 35,6 76 64,4 118 100
b. Setelah haid selesai 72 61,0 46 39,0 118 100
c. Setelah melahirkan 81 68,6 37 31,4 118 100
8 Waktu kontrol IUD
a. 1 bulan setelah pasang IUD 58 49,2 60 50,8 118 100
b. 3 bulan setelah kontrol pertama 50 42,4 68 57,6 118 100
c. Tiap 6 bulan berikutnya 48 40,7 70 59,3 118 100
d. Bila ada perdarahan atau keluhan 98 83,1 20 16,9 118 100
10 Efek samping pemakaian IUD
a. Keputihan 36 30,5 82 69,5 118 100
b. Perdarahan saat haid lebih banyak dan lebih lama 52 44,1 66 55,9 118 100
c. IUD dapat menembus rahim 30 25,4 88 74,6 118 100
d. Dapat menyebabkan kehamilan diluar kandungan 56 47,5 62 52,5 118 100
e. Keluar bercak-bercak darah setelah pasang IUD 56 47,5 62 52,5 118 100
f. Nyeri selama haid 62 52,5 56 47,5 118 100
g. Infeksi 74 62,7 44 37,3 118 100
Pada Tabel 4.3, tergambar pengetahuan responden tentang KB IUD
yang terangkum dalam sepuluh item pernyataan. Pertama adalah
gambaran pengetahuan mengenai pengertian KB IUD, yakni sebagian
besar responden menjawab benar atas pernyataan IUD termasuk alat
kontrasepsi jangka panjang (90,7%). Akan tetapi masih banyak yang
kurang tahu atau menjawab salah pada pernyataan IUD tidak
mempengaruhi hormon (48,3%). Ketidaktahuan responden akan hal
tersebut, disebabkan karena kurangnya minat pada pemakaian IUD,
sehingga membuat mereka tidak berusaha mencari beragam informasi
tentang IUD, dan kalaupun pernah mendapatkan dan mendengarnya,
cenderung akan mengabaikan informasi tersebut. Hal ini terlihat jelas dari
pernyataan responden seperti ditunjukkan pada kotak 1 berikut :
Kedua adalah gambaran pengetahuan responden tentang bentuk/jenis
KB IUD, dimana sebagian besar tidak tahu atau menjawab salah pada
pernyataan bentuk IUD ada yang seperti huruf T (61%) dan huruf S
(51,7%). Sebagian besar dari mereka kurang familiar dengan nama IUD,
sebagian mengenalnya dengan nama spiral. Hal ini disebabkan karena
pengetahuan akan bentuk IUD yang menyerupai hurut T dan S adalah hal
teknis, sedangkan masyarakat awam pada umumnya memiliki istilah
tersendiri yang membuat mereka mudah memahami hal teknis tersebut.
Seperti terlihat pada ungkapan responden wawancara mendalam
mengenai IUD berikut ini :
Kotak 2 :
” Setahu saya IUD itu yang namanya spiral dan bisa dipakai selama 5
tahun.....”(R-1a)
” Yang saya tahu bentuknya seperti spiral.” (R-1b)
Kotak 1 :
Kurang tahu ya...karena saya tidak minat pakai IUD jadi saya tidak tahu
masalah itu...
Ketiga merupakan pernyataan tentang cara kerja IUD, dimana
mayoritas responden mengetahui cara kerja IUD dalam mencegah
kehamilan dengan menghalangi sperma dan ovum bertemu (78%), namun
masih banyak juga yang menjawab salah pada pernyataan cara kerja IUD
mencegah kehamilan yakni dengan membunuh hasil pembuahan (52,5%).
Masih banyaknya responden yang menjawab salah pada pertanyaan
tersebut terkait dengan kurang lengkapnya informasi tentang metodemetode
kontrasepsi termasuk IUD yang seharusnya diperoleh responden
saat konsultasi pertama untuk menentukan salah satu pilihan
berkontrasepsi. Hal tersebut terungkap dari perrnyataan berikut :
Pernyataan responden diatas menunjukkan informasi yang disampaikan
oleh tenaga kesehatan yang dikunjungi responden kurang lengkap karena
hanya memberikan informasi tentang alat kontrasepsi yang diinginkan saja
tanpa memberikan alternatif kontrasepsi lain seperti IUD.
Keempat yakni tentang keuntungan pemakaian IUD, dimana mayoritas
responden mampu menjawab benar pernyataan keuntungan IUD karena
tidak harus mengingat seperti kontrasepsi pil (90,7%), tidak membuat
gemuk dan pusing (62,7%), mengurangi kunjungan ke klinik (82,2%),
dapat dipasang segera setelah melahirkan (75,4%), hanya perlu satu kali
pasang untuk jangka waktu yang lama (89%). Pengetahuan tentang
keuntungan dari penggunaan IUD seperti diatas tidak jauh berbeda
dengan yang diungkapkan responden wawancara mendalam yang
menyatakan IUD tidak membuat pusing-pusing dan berat badan
Kotak 3 :
”....Cuma informasi tentang KB suntik, karena...memang sudah niat pakai KB
suntik...jadi ya diberi tahu tentang suntik saja....”
”....Menurut saya kurang lengkap ya..karena hanya dijelaskan yang kita
tanyakan saja, atau dijelaskan alkon yang akan dipilih saja. Yang tidak kita
tanya kadang-kadang tidak dijelaskan....” (R-1a)
meningkat serta tidak perlu mengingat seperti jika memakai pil. Namun
dari pernyataan IUD tidak sebabkan bayi cacat, masih banyak yang
menjawab salah (46,6%). Hal tersebut dikarenakan sebagian responden
yang pernah mendengar cerita orang lain tentang kegagalan dalam
memakai IUD sehingga mengakibatkan IUD masih menempel di kepala
bayi. Meskipun kebenaran cerita tersebut tidak dapat dipastikan oleh
responden, namun cukup membuat mereka mempercayainya. Hal ini
terungkap dari pernyataan responden seperti tampak pada kotak 4 berikut:
Kelima, menggambarkan pengetahuan responden tentang kelemahan
pemakaian IUD, dimana sebagian besar menjawab benar pada
pernyataan IUD dapat berjalan-jalan sendiri dalam perut (55,9%), jika IUD
dilepas tidak dapat langsung punya anak (45,8%), dan IUD dapat keluar
sendiri dari rahim (55,1%). Banyaknya responden yang membenarkan
beberapa kelemahan IUD tersebut dapat dikaitkan dengan informasiinformasi
negatif yang diterima responden dari pihak lain seperti tetangga
maupun teman. Meskipun hal tersebut tidak dapat dipastikan
kebenarannya oleh responden, namun seringkali bahan pembicaraan
tersebut cukup mempengaruhi persepsi responden akan keamanan
pemakaian IUD. Berikut adalah petikan wawancara dengan responden
wawancara mendalam yang menguatkan pernyataan diatas :
Kotak 5 :
”...Katanya bisa sebabkan perdarahan, jalan-jalan sendiri di perut, dan bisa
keluar sendiri dari kandungan.... Katanya kalau sampai sudah pakai spiral
tapi kecolongan...ya hamil...katanya spiralnya ada yang masih nempel di kepala
bayi...” (R-2b)
Kotak 4 :
” Pengaruh cerita teman yang banyak mengatakan kalau pakai IUD itu nanti
sakit saat berhubungan. Saya juga dapat cerita dari orang lain katanya kalau
pakai IUD tapi gagal (hamil), spiralnya itu masih menempel di kepala bayi.
Benar tidaknya cerita itu saya tidak tahu, tapi yang jelas saya jadi takut.” (R-1a)
Adapun kelemahan lain yang mereka tahu dan yakini dari penggunaan
IUD adalah dapat menyebabkan sakit saat berhubungan seksual dengan
pasangan. Hal ini didasarkan pada hasil wawancara mendalam pada
peserta KB non IUD, peserta KB IUD, maupun peserta KB non IUD yang
pernah memakai KB IUD seperti berikut :
Kelemahan yang satu ini memang tidak dapat dipungkiri karena hal
tersebut juga diungkapkan oleh suami, sebagaimana tergambar dalam
hasil wawancara pada kotak 9 berikut :
Ternyata salah satu dari kelemahan penggunaan IUD tersebut tidak
hanya diungkapkan oleh akseptor KB maupun pasangannya, tetapi
ditekankan pula oleh tenaga kesehatan sebagai alasan yang mendasari
mayoritas klien lebih memilih KB non IUD.
Kotak 6 :
”Saya tahunya IUD bisa sebabkan sakit saat berhubungan. Suami saya sendiri
juga agak khawatir masalah itu, nanti kalau pakai IUD bisa sakit...” (R-1a)
”Kelemahannya IUD bisa keluar sendiri dan juga mengganggu hubungan
seksual.” (R-1b)
Kotak 7 :
”....Waktu berhubungan harus hati-hati kalau tidak nanti suami merasa sakit....”
(R-3a)
”....Saat senggama terasa oleh suami sehingga menyebabkan kurang nyaman,
makanya biar aman harus hati-hati dan tahu posisinya....”(R-3b)
Kotak 8 :
” Dari segi alat, dapat menimbulkan rasa kurang nyaman bagi pasangannya...”
(R-5a)
Kotak 9 :
“Yang saya tahu dari teman katanya kalau pakai IUD saat berhubungan sakit,
tapi karena istri juga tidak tertarik pakai KB IUD, ya saya menanggapinya biasa
saja...” (R-2a)
”Saya kurang tahu tentang KB IUD, jadi ya tidak takut, yang saya tau katanya
kalau pakai IUD, saat berhubungan jadi mengganggu.” (R-2b)
Untuk item keenam tentang jangka waktu penggunaan IUD, mayoritas
responden mengetahui hal tersebut, terbukti dengan sebagian besar
menjawab benar pada pernyataan jangka waktu penggunaan IUD 2 – 10
tahun (84,7%), dan menjawab salah untuk jangka waktu kurang dari 1
tahun (80,5%). Hal ini juga sesuai dengan pernyataan peserta KB non IUD
yang menjadi responden wawancara mendalam : “Setahu saya IUD itu
yang namanya spiral dan dapat dipakai selama 5 tahun”. Begitu pula
dengan salah satu responden yang tidak lain adalah suami dari peserta
KB non IUD tersebut, mengungkapkan bahwa : “alat kontrasepsi IUD bisa
mencegah kehamilan sampai 5 tahun dan dimasukkan ke kandungan.”
Pengetahuan yang baik akan lama penggunaan alat kontrasepsi IUD tidak
lain karena informasi tersebut mudah terekam oleh memori mereka. Hal ini
sesuai dengan fakta yang telah diungkapkan diatas bahwa mayoritas
responden menjawab benar atas pernyataan IUD termasuk alat
kontrasepsi jangka panjang (90,7%).
Ketujuh, yakni pernyataan tentang waktu yang tepat untuk memasang
IUD, ternyata masih banyak yang belum paham akan hal tersebut, terbukti
dengan mayoritas menjawab salah pada pernyataan waktu memasang
IUD yang tepat adalah saat haid sedang berlangsung (64,4%) dan
menjawab benar pada pernyataan pemasangan setelah haid selesai
(61%). Sebaliknya yang diketahui responden hanya waktu memasang IUD
setelah melahirkan (68,6%). Sedangkan gambaran pengetahuan
responden mengenai waktu kontrol IUD, ternyata mayoritas masih
menjawab salah untuk pernyataan waktu kontrol IUD adalah satu bulan
Kotak 10 :
“ya karena pada takut pakai IUD, takut dan malu waktu pasangnya, takut
membahayakan karena alkon tersebut dimasukkan ke rahim ibu, juga mereka
banyak yang dengar cerita-cerita orang, yang katanya kalau pakai IUD nanti
menyebabkan sakit saat berhubungan seksual, takut juga kalau alatnya
nanti bisa keluar sendiri..” (R-7b)
setelah pasang (50,8%), tiga bulan setelah kontrol pertama (57,6%) dan
setiap enam bulan berikutnya (59,3%). Sebaliknya yang mereka ketahui
waktu kontrol IUD adalah bila ada perdarahan atau keluhan. Banyaknya
responden yang kurang mengetahui kapan tepatnya waktu pemasangan
dan waktu kontrol IUD, disebabkan karena faktor pengalaman, yakni
mereka yang diwawancarai belum pernah menggunakan IUD, yang
disertai pula dengan informasi yang kurang tentang IUD. Berbeda dengan
responden yang pernah memakai IUD, pada umumnya mereka tahu
karena pengalaman tersebut. Hal ini terlihat pada pernyataan berikut :
Pernyataan seperti tercantum dalam kotak 11, menunjukkan bahwa salah
satu responden yang merupakan peserta KB non IUD menjawab salah
pertanyaan tentang waktu pasang IUD, dan responden lainnya menjawab
tidak mengetahui waktu kontrol dari pemakaian IUD. Sebaliknya pada
kotak 12 terlihat jawaban lengkap dan tepat dari seorang peserta KB IUD.
Item terakhir yakni menggambarkan pengetahuan responden seputar
efek samping dari pemakaian IUD yang mayoritas masih kurang
mengetahui hal tersebut, terlihat dari sebagian besar menjawab salah
pada pernyataan efek samping pemakaian IUD antara lain keputihan
(69,5%), perdarahan saat menstruasi lebih banyak, lama dan lebih sakit
(55,9%), IUD dapat menembus rahim (74,6%), keluar bercak-bercak darah
Kotak 11 :
“ Pemasangannya waktu keadaan bersih dimulut rahim. Kalau waktu kontrolnya
mungkin 3 bulan sekali.” (R-1a)
” Waktu menstruasi, bisa juga waktu setelah melahirkan. Waktu kontrol saya
tidak tahu” (R-1b)
Kotak 12 :
“Segera setelah menstruasi atau 40 hari setelah melahirkan
Waktu kontrolnya 1 minggu setelah pasang, 1 bulan berikutnya, 3 bulan
berikutnya, setiap 6 bulan dan setiap 1 tahun sekali, dan juga kalau ada
keluhan yang berat...(R-3a)
setelah satu / dua hari pasang IUD (52,5%), dan masih banyak pula yang
menjawab salah pada penyataan IUD dapat menyebabkan nyeri selama
menstruasi (47,5%). Sebaliknya responden banyak yang menjawab benar
pada pernyataan IUD dapat menyebabkan infeksi (62,7%).
Ketidaktahuan reponden tentang hal teknis IUD terkait dengan minat
mereka pada alat kontrasepsi jenis lain yang dipakainya saat ini, sehingga
membuat mereka menutup diri dalam mendapatkan informasi tentang alat
kontrasepsi jenis lain termasuk IUD. Hal ini sesuai dengan determinan
perilaku manusia yang dikemukakan oleh WHO yang menyebutkan alasan
seseorang berperilaku tertentu antara lain karena keinginan, motivasi, niat,
kehendak dan penilaian seseorang terhadap objek.24 Seseorang yang
tidak memiliki keinginan, motivasi dan kehendak untuk menggunakan alat
kontrasepsi jangka panjang seperti IUD tidak akan berperilaku mencari
informasi tentang IUD maupun bersedia memakai kontrasepsi tersebut,
seperti diungkapkan oleh responden wawancara mendalam berikut ini :
Pernyataan responden pada kotak 13 menyiratkan keengganan untuk
mencari tahu informasi tentang IUD yang disebabkan karena tidak adanya
minat pada pemakaian alat kontrasepsi jenis lain seperti IUD.
Sebagaimana hasil distribusi jawaban responden pada tiap item
pernyataan tentang pengetahuan KB IUD yang telah terurai diatas, maka
dapat dirangkum proporsi kategori pengetahuan responden yang terdiri
dari pengetahuan baik dan kurang seperti tersaji pada Tabel 4.4.
Kotak 13 :
”Belum pernah mendengar. Karena saya tidak minat ya saya tidak tahu dan
tidak mau cari tahu juga ya tentang masalah IUD...” (R-5a)
“Kurang tahu ya...karena saya tidak minat pakai IUD jadi saya tidak tahu
masalah itu...tapi kata orang kalau tidak salah IUD itu praktis dan membuat
menstruasi normal.” (R-5b)
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang KB IUD
No. Pengetahuan tentang KB IUD f %
1 Baik 51 43,2
2 Kurang baik 67 56,8
Jumlah 118 100,0
Tabel diatas menunjukkan masih banyak responden yang memiliki
pengetahuan kurang baik tentang KB IUD (56,8%). Pengetahuan yang
kurang baik tentang KB IUD semakin menjauhkan IUD sebagai salah satu
pilihan bagi akseptor KB, seperti pernyataan yang ditegaskan oleh
petugas pemberi pelayanan kontrasepsi berikut, tentang alasan mayoritas
klien lebih memilih KB non IUD :
Pernyataan oleh bidan pada kotak 14 dan 15 seakan menegaskan
bahwa mayoritas klien yang lebih memilih menggunakan KB non IUD
salah satunya dipengaruhi oleh pengetahuan yang kurang akan informasi
yang benar tentang IUD sehingga menyebabkan mereka memiliki
perasaan takut untuk memilih alat kontrasepsi tersebut. Sebagaimana
diungkapkan oleh Engel et al bahwa faktor individu yakni pengetahuan
berpengaruh pada perilaku konsumen yang dalam penelitian ini lebih
memilih untuk menggunakan alat kontrasepsi non IUD.24 Demikian pula
yang dikemukakan dalam teori Lawrence Green yakni faktor keputusan
konsumen untuk menggunakan alat kontrasepsi tertentu, tidak lepas dari
Kotak 14 :
“ Banyaknya karena pengetahuannya yang kurang tentang IUD, jadi
membuat tidak terpikir ya untuk pakai IUD, atau kalaupun terpikir biasanya
mereka takut dan malu harus dipasang didaerah itu..dan menurut mereka KB
non IUD itu praktis, tidak perlu takut-takut...” (R-9)
Kotak 15 :
“ Karena mereka takut kalau pakai IUD, ya itu mungkin karena mereka
kurang tahu tentang IUD ya...kalaupun tahu, ya tentang rumor-rumornya
aja...” (R-8)
faktor perilaku masing-masing individu. Perilaku individu tersebut
disebabkan oleh faktor penyebab perilaku, yang salah satunya adalah
pengetahuan, dimana faktor ini menjadi dasar atau motivasi bagi individu
dalam mengambil keputusan.24
Faktor pengetahuan yang kurang selain disebabkan tidak adanya
minat dan keinginan untuk mencari tahu juga disebabkan karena kurang
adanya informasi yang cukup tentang IUD itu sendiri yang seharusnya
diperoleh setiap klien saat konsultasi pertama di tempat pelayanan
kesehatan yang dikunjungi. Hal ini dikemukakan oleh responden dalam
pernyataan berikut :
Responden tersebut mengungkapkan bahwa informasi yang disampaikan
oleh tenaga kesehatan yang dikunjungi dianggap kurang lengkap karena
hanya menjelaskan metode-metode kontrasepsi yang ditanyakan dan
dipilihnya saja.
Faktor pengetahuan suami sebagai pasangan dari peserta KB juga
berkontribusi cukup besar sebagai pendukung sekaligus penganjur istri
dalam menjatuhkan pilihan kontrasepsi. Suami yang memiliki pengetahuan
cukup tentang IUD akan cenderung menganjurkan dan mengijinkan
istrinya menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang tersebut. Seperti
tampak pada hasil wawancara mendalam dengan salah seorang suami
peserta KB non IUD, yang sesungguhnya memberi dukungan dan ijin jika
istri memiliki keinginan memakai IUD. Akan tetapi hal tersebut tidaklah
cukup untuk membuat klien memilih IUD sebagai pilihan, karena mereka
Kotak 16 :
“...Cuma informasi tentang KB suntik, karena saya memang sudah niat pakai
KB suntik aja...makanya saya langsung meminta pakai alkon suntik, jadi ya
diberi tahu tentang suntik saja...” (R-1a)
“ Menurut saya kurang lengkap ya..karena hanya dijelaskan yang kita tanyakan
saja, atau dijelaskan alkon yang akan dipilih saja...” (R-1a)
selalu menyerahkan semua keputusan kepada istri, yang diakuinya
sebagai pihak yang menjalani kontrasepsi. Hal ini terlihat dari jawaban
suami peserta KB non IUD ketika ditanyakan tentang pendapatnya dan
informasi apa saja yang pernah didengar tentang IUD, tampak bahwa
suami mengenal apa yang dimaksud dengan alat kontrasepsi IUD serta
menganjurkan dan mengijinkan istri memakai IUD.
Sebagaimana diungkapkan dalam teori Lawrence Green, faktor
dukungan suami dapat dikatakan sebagai salah satu faktor anteseden
atau pemungkin, yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi
terlaksana.24 Perpaduan antara pengetahuan dan dukungan suami
dengan kemauan yang kuat dari istri dalam menetapkan pilihan pada alat
kontrasepsi non hormonal yang terbukti efektif tersebut membuahkan
keputusan yang bulat bagi kedua pasangan dalam memilih menggunakan
kontrasepsi tersebut. Hal ini terungkap dari jawaban suami peserta KB
IUD ketika ditanya seputar pendapatnya dan informasi yang diketahui
tentang IUD serta dukungannya terhadap istri, seperti berikut :
Begitu pula jawaban istri ketika ditanyai tentang perasaannya setelah
mendapat informasi tentang KB IUD, yang menyatakan yakin dan mantap.
Dengan demikian pengetahuan yang baik akan kontrasepsi IUD dan
dukungan penuh dari suami serta minat dari pihak istri menunjukkan
Kotak 17 :
“IUD itu aman, bagus untuk cegah kehamilan, dan jangka waktu pakainya lama
bisa sampai 8 tahun, tidak perlu rutin ke bidan puskesmas untuk suntik KB,
mengeluarkan biaya hanya sekali aja waktu pasang...” (R-4a)
“Pendapat saya, IUD itu merupakan alkon yang paling efektif, efisien, ekonomis
dan aman.” (R-4b)
”Saya sangat mendukung karena kata bu bidan dan ibu mertua juga paling
bagus, aman....” (R-4a)
“Saya setujui karena memang kebutuhan untuk menjarangkan kehamilan...”
(R-4b)
kecenderungan kedua pasangan untuk memilih alat kontrasepsi jangka
panjang tersebut.
D. Deskripsi Persepsi Biaya KB IUD
Tabel 4.5 Distribusi jawaban responden tentang persepsi biaya KB IUD
No SS S KS TS Σ
Persepsi Biaya KB IUD
f % f % f % f % F %
1 Biaya KB IUD termasuk mahal
5 4,2 49 41,5 13 11 51 43,2 118 100
2 Biaya KB IUD di BPS termasuk mahal
9 7,6 44 37,3 26 22 39 33,1 118 100
3 Biaya KB IUD di dokter termasuk mahal
25 2,.2 55 46,6 9 7.6 29 24,6 118 100
4 Biaya KB IUD termasuk murah bila
dibandingkan dengan lama pakainya
23 19,5 78 66,1 3 2.5 14 11,9 118 100
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata masih banyak
responden yang menyatakan biaya KB IUD mahal (41,5%), biaya KB IUD
di BPS mahal (37,3%), dan biaya KB IUD di dokter termasuk mahal
(46,6%). Persepsi mahal terhadap biaya KB IUD tersebut umumnya
terbentuk karena responden cenderung memandang dari segi
pengeluaran biaya saat pemasangan, yang tentu berbeda dengan
pengeluaran biaya pemakaian KB non IUD pertama kali yang jauh lebih
murah. Cara pandang responden tersebut terkait dengan faktor tingkat
pendidikan dan pendapatan responden yang mayoritas berpendidikan
dasar dan pendapatan di bawah rata-rata. Tingkat pendapatan yang
mayoritas berada dibawah UMR, membuat responden merasa keberatan
bila harus mengeluarkan biaya yang besar dalam satu waktu. Hal ini
terungkap dari pernyataan responden ketika ditanya pendapat mereka
tentang biaya KB IUD. Hasil penelitian ini sesuai dengan latar belakang
yang telah dikemukakan sebelumnya tentang beberapa alasan yang
berkaitan dengan penurunan peserta KB IUD di Kecamatan Pedurungan
dari tahun ke tahun yakni salah satunya adalah faktor mahalnya biaya KB
IUD.
Namun disisi lain sebagian besar responden juga menyadari bahwa
biaya KB IUD termasuk murah bila dilihat dari akumulasi biaya
berkontrasepsi dalam jangka waktu panjang, yang terlihat mayoritas
menyatakan sesuai (66,1%) pada pernyataan tersebut. Hasil ini sesuai
dengan pernyataan dari tenaga kesehatan saat ditanyakan faktor yang
menyebabkan mayoritas klien memutuskan menggunakan KB non IUD,
seperti berikut :
Pernyataan dari dokter puskesmas diatas menyiratkan bahwa
sebagian masyarakat ada yang beranggapan bahwa biaya KB IUD lebih
mahal dari biaya KB non IUD bila dipandang dari jumlah biaya yang
dikeluarkan pada satu waktu tertentu yakni pertama pemakaian.
Meskipun masih banyak responden yang berpersepsi mahal terhadap
biaya KB IUD, sebagian responden lain justru berpersepsi biaya KB IUD
termasuk murah. Hal ini terbukti dari banyaknya yang menjawab tidak
setuju pada pernyataan biaya KB IUD mahal (43,2%). Persepsi biaya KB
IUD yang murah disebabkan karena menurut pengetahuan responden, KB
IUD dapat diperoleh secara gratis bila ada program khusus yang
memberikan pelayanan pemasangan IUD secara gratis. Hal ini terungkap
saat wawancara terstruktur menggunakan kuesioner namun dijawab
secara lengkap oleh responden bahwa biaya KB IUD termasuk murah
Kotak 18 :
“...Karena faktor kepraktisan jadi pilih suntik, kalau dilihat pengeluaran biaya
saat itu juga non IUD relatif murah dibanding IUD, walaupun kalau dikalkulasi
tetap ekonomis yang IUD, tapi kan mereka memandangnya biaya yang
dikeluarkan saat itu...” (R-10)
karena biasanya pemasangan IUD ada yang diberikan secara gratis di
Puskesmas.
Berdasarkan deskripsi jawaban responden tentang persepsi biaya KB
IUD diatas maka diperoleh proporsi responden yang berpersepsi mahal
lebih besar (53,4%) daripada responden yang berpersepsi murah.
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Persepsi Biaya KB IUD
No. Persepsi Biaya KB IUD f %
1 Murah 55 46,6
2 Mahal 63 53,4
Jumlah 118 100,0
Dengan demikian persepsi biaya KB IUD menjadi salah satu faktor
pertimbangan bagi masyarakat untuk memilih menggunakan alat
kontrasepsi non hormonal tersebut, terlebih bagi masyarakat yang
berpenghasilan rendah yang mana merasa keberatan dengan jumlah
biaya yang harus dikeluarkan saat pemasangan IUD. Sebagaimana
diungkapkan dalam teori Lawrence Green, sumber daya pribadi
merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu
motivasi atau aspirasi terlaksana.24 Apabila calon akseptor telah tertarik
dan memiliki motivasi untuk memanfaatkan alat kontrasepsi IUD, maka
faktor kemampuan membeli produk kontrasepsi tersebut menjadi mutlak
diperlukan agar keinginan tersebut terlaksana.
Disamping itu program-program khusus yang memberikan pelayanan
pemasangan IUD secara gratis perlu digalakkan kembali demi memberi
dukungan bagi masyarakat yang tertarik untuk menggunakan alat
kontrasepsi jangka panjang ini. Hal ini diperlukan juga untuk mendorong
masyarakat yang berminat namun terkendala oleh faktor biaya.
Sebagaimana dalam teori Lawrence Green, faktor penguat adalah faktor
yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan
atau tidak.24
D. Deskripsi Persepsi Rasa Aman terhadap KB IUD
Tabel 4.7 Distribusi jawaban responden tentang persepsi rasa aman
terhadap KB IUD
No SS S KS TS Σ
Persepsi rasa aman terhadap KB IUD
f % f % F % f % f %
1 Takut dengan cara pemasangan IUD
38 32,2 60 50,8 3 2,5 17 14,4 118 100
2 Takut pakai IUD karena setelah pasang
Akan keluar bercak-bercak darah
22 18,6 59 50,0 6 5,1 31 26,3 118 100
3 Kuatir karena IUD dapat keluar sendiri
jika ukuran IUD tidak sesuai rahim ibu
26 22,0 63 53,4 3 2,5 26 22,0 118 100
4 Takut pakai IUD karena saat haid darah
Yang keluar jadi lebih banyak dan lama
23 19,5 56 47,5 6 5,1 33 28,0 118 100
5 Takut pakai IUD karena bisa sebabkan
Nyeri selama haid
24 20,3 54 45,8 8 6,8 32 27,1 118 100
6 Takut pakai IUD karena dengar penga-
Laman/keluhan karena pakai IUD
28 23,7 56 47,5 4 3,4 30 25,4 118 100
7 Jika IUD dilepas, tidak bisa langsung
Punya anak
9 7,6 36 30,5 13 11,0 60 50,8 118 100
8 IUD dapat sebabkan cacat pada bayi
jika IUD masih di rahim
12 10,2 52 44,1 8 6,8 46 39,0 118 100
9 IUD dapat menembus rahim
12 10,2 46 39,0 9 7,6 51 43,2 118 100
10 IUD dapat menembus tempat lain di
Dalam tubuh, misalnya perut
10 8,5 39 33,1 6 5,1 63 53,4 118 100
Berdasarkan distribusi jawaban responden tentang persepsi rasa
aman terhadap KB IUD, terlihat masih banyak responden yang merasa
takut menggunakan KB IUD. Hal tersebut terbukti dari persentase
responden yang menjawab sesuai pada pernyataan takut dengan cara
pemasangan IUD (50,8%), takut pakai IUD karena setelah pasang akan
keluar bercak-bercak darah (50%), kuatir karena IUD dapat keluar sendiri
jika ukuran IUD tidak sesuai dengan rahim ibu (53,4%), takut pakai IUD
karena saat haid darah yang keluar lebih lama dan lebih banyak (47,5%),
takut pakai IUD karena bisa sebabkan nyeri selama haid (45,8%), dan
takut pakai IUD karena mendengar pengalaman/keluhan karena
menggunakan KB IUD (47,5%).
Uraian pada Tabel 4.7 juga menunjukkan bahwa masih banyak
responden yang menjawab sesuai pada pernyataan jika IUD dilepas maka
tidak dapat langsung punya anak (30,5%), IUD dapat sebabkan cacat
pada bayi jika IUD masih di rahim (44,1%), IUD dapat menembus rahim
(39%), IUD dapat menembus tempat lain di dalam tubuh, misalnya perut
(33,1%). Hal ini menunjukkan bahwa persepsi rasa aman terhadap KB
IUD masih banyak yang bersifat negatif.
Adapun persepsi rasa kurang aman yang dimiliki oleh sebagian
responden tersebut terkait faktor informasi dari orang lain baik teman
maupun tetangga yang banyak mengungkapkan cerita tentang
pengalaman orang lain yang memakai IUD namun gagal maupun sekedar
mitos yang mereka sendiri tidak tahu kebenarannya. Meskipun demikian
informasi yang bersifat negatif tersebut seringkali dianut sehingga
memunculkan persepsi kurang aman terhadap pemakaian KB IUD. Hal ini
dapat disimpulkan dari beberapa pernyataan responden berikut :
Adanya perasaan takut terhadap penggunaan IUD juga diungkapkan
oleh peserta KB non IUD, ketika dimintai pandangannya akan pemakaian
IUD dan perasaannya tentang proses pemasangan IUD, seperti berikut :
Kotak 20 :
“Saya takut karena kan dimasukkan alat yang bisa saja lepas sendiri saat
berhubungan dengan suami.” (R-1a)
“Saya merasa malu, canggung...apalagi kalau melihat alat-alatnya...jadi takut...”
(R-1b)
Kotak 19 :
“Menurut saya IUD itu kurang aman ya......Pengaruhnya besar membuat saya
takut pakai IUD, karena banyak teman / orang yang bilang kalau pakai IUD
nanti saat berhubungan sakit, maksud saya suami yang tidak nyaman, lalu ada
cerita-cerita lain seperti IUD bisa nempel di kepala bayi kalau terjadi kegagalan
(hamil).” (R-1a)
Adanya perasaan takut yang menghalangi klien untuk mantap memilih
IUD sebagai alat kontrasepsi sedikit banyak dipengaruhi oleh informasi
dan pengalaman teman / keluarga yang pernah menggunakan IUD
ataupun informasi yang hanya sekedar mitos-mitos yang diceritakan oleh
teman/keluarga disekitarnya. Hal tersebut terlihat jelas bila melihat
jawaban peserta KB non IUD ketika ditanya sejauhmana pengaruh
informasi dan pengalaman teman/keluarga terkait rasa aman, seperti
berikut :
Pernyataan responden diatas menunjukkan informasi yang diperoleh dari
teman seperti rasa sakit dan tidak nyaman saat berhubungan, rasa takut
dengan pemasangan IUD, takut dengan efek samping yang dapat
ditimbulkannya serta mitos bahwa IUD dapat menempel di kepala bayi bila
terjadi kegagalan / kehamilan ketika IUD sebelum sempat dilepas, cukup
membuat responden berpersepsi IUD tidak aman bagi dirinya.
Hal serupa diungkapkan pula oleh suami dari peserta KB non IUD,
sebagaimana hasil wawancara berikut ini :
Kotak 21 :
” Pengaruhnya besar membuat saya takut pakai IUD, karena banyak teman /
orang yang bilang kalau pakai IUD nanti saat berhubungan sakit, maksud saya
suami yang tidak nyaman, lalu ada cerita-cerita lain seperti IUD bisa nempel di
kepala bayi kalau terjadi kegagalan (hamil).” (R-1a)
“ Informasi tentang IUD dari teman-teman yang sifatnya negatif sebetulnya
tidak seratus persen saya percaya, namun sebetulnya kalau saya ditawari
pakai IUD, ya tetap saja takut....takut waktu alatnya mau dipasang, takut kalau
sudah dipasang nanti ada efeknya...” (R-1b)
Kotak 22 :
“Ya menurut bidan di tempat pelayanan istri saya, katanya spiral itu aman, tapi
menurut saya kok menakutkan...karena katanya bisa sebabkan perdarahan,
jalan-jalan sendiri di perut, dan bisa keluar sendiri dari kandungan... Katanya
kalau sampai sudah pakai spiral tapi kecolongan...ya hamil...katanya spiralnya
ada yang masih nempel di kepala bayi...” (R-2b)
Pada akhirnya faktor yang mempengaruhi diterima atau tidaknya suatu
produk kontrasepsi tertentu seperti alat kontrasepsi jenis IUD dapat
dijelaskan dengan model kepercayaan Irwin M. Rosentok dalam Philip
Kotler (1989) yang salah satunya tergantung dari pengaruh berita dan
informasi yang diperoleh dari media massa, kelompok masyarakat atau
keluarga yang dipercaya, serta pengalaman orang lain.23
Persepsi rasa takut pada pemakaian IUD mulai dari proses
pemasangan, kelemahan, maupun efek samping, ternyata tidak hanya
dimiliki oleh akseptor yang belum pernah memakai IUD, tapi juga sempat
dialami oleh akseptor KB IUD sebelum pemasangan, walaupun pada
akhirnya akseptor tersebut tetap mantap untuk menggunakannya,
sebagaimana pernyataan peserta KB IUD berikut ini :
Berdasarkan uraian fakta diatas, membuktikan bahwa IUD masih
menjadi sesuatu yang ditakuti oleh mayoritas akseptor KB, meskipun pada
akhirnya keputusan untuk menggunakan atau tidak tergantung dari minat
masing-masing pihak. Hasil distribusi jawaban responden pada tiap item
pernyataan tentang persepsi rasa aman terhadap KB IUD dapat
dirangkum dalam dua kategori yakni aman dan kurang aman. Dimana,
responden yang memiliki persepsi kurang aman terhadap KB IUD (50,8%)
ternyata lebih banyak daripada yang memiliki persepsi aman (49,2%).
Kotak 23 :
” Awalnya sih takut ya...kan dimasukkan alat, dan alatnya juga seperti apa saya
tidak tahu...tapi karena sebelumnya diberi tahu contoh alatnya ya saya mantap
saja...” (R-3a)
“Pertama sih sempat merasa ngeri ya...kok dimasukkan alat segala...tapi
setelah diyakinkan oleh bidan ya...saya mantap-mantap saja...ternyata setelah
dipasang ya tidak apa-apa, hanya nyeri sedikit saja” (R-3b)
Tabel 4.8 Distribusi frekuensi persepsi rasa aman terhadap KB IUD
No. Persepsi Rasa Aman terhadap KB IUD F %
1 Aman 58 49,2
2 Kurang aman 60 50,8
Jumlah 118 100,0
Hal ini membuktikan bahwa mayoritas responden yang merupakan
peserta KB non IUD mempunyai pandangan dan nilai tersendiri terhadap
alat kontrasepsi non hormonal tersebut, dimana sebagian besar dari
mereka merasa kurang aman dengan pilihan kontrasepsi IUD. Dalam teori
perilaku konsumen disebutkan bahwa apabila seseorang ingin
menggunakan suatu produk (alat kontrasepsi), maka ia akan merespon
persepsinya tentang produk (alat kontrasepsi) tersebut dan faktor-faktor
yang mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang tersebut salah
satunya adalah faktor nilai yang dianut.22 Jika nilai yang dianut akseptor
KB adalah nilai yang negatif tentang IUD, maka hal tersebut akan
mempengaruhi pembentukan persepsi rasa kurang aman terhadap IUD
sebagai alternatif berkontrasepsi.
Persepsi responden tentang keamanan dari pemakaian alat
kontrasepsi IUD ini dapat dilihat dari ungkapan peserta KB non IUD,
seperti berikut :
Ungkapan responden diatas menyiratkan perasaan kurang aman akan
pemakaian IUD yang disebabkan karena menurut pendapat mereka, IUD
adalah sebuah benda asing yang bila dimasukkan ke dalam tubuh, maka
Kotak 24 :
“ Menurut saya IUD itu kurang aman ya...karena kan alatnya dimasukkan ke
dalam tubuh, padahal alat itu kan benda asing bisa saja tubuh tidak cocok,
menolak. Belum lagi kalau nanti berhubungan dengan suami, takutnya
membuat sakit suami.” (R-1b)
tubuh dapat memberikan reaksi tertentu yang dapat membuat pemakai
mengalami efek samping tertentu.
Perasaan takut yang mayoritas dimiliki akseptor KB non IUD tersebut
akan berdampak pada ketidaktertarikan mereka untuk memanfaatkan IUD
sebagai alternatif berkontrasepsi, dan hal ini jelas terlihat dari ungkapan
peserta KB non IUD, yang menyatakan alasan mereka tidak tertarik
menggunakan KB IUD seperti berikut :
Ungkapan responden dalam kotak 25 diatas mempertegas faktor
perasaan takut baik yang timbul dari pemikiran diri sendiri maupun dipicu
dari cerita orang lain dimana mengakibatkan keengganan untuk
memanfaatkan IUD sebagai alternatif berkontrasepsi.
Kenyataan tersebut ternyata juga diakui oleh bidan dan dokter selaku
petugas pemberi pelayanan kontrasepsi, ketika ditanyakan alasan yang
mendasari mayoritas klien lebih memilih KB non IUD, seperti berikut :
Pada akhirnya klien sebagai konsumen dari pelayanan kontrasepsi
tidak begitu saja mengambil keputusan untuk memanfaatkan suatu produk
kontrasepsi tertentu, melainkan terlebih dahulu dipengaruhi oleh sifat-sifat
Kotak 25 :
Pengaruh cerita teman yang banyak mengatakan kalau pakai IUD itu nanti sakit
saat berhubungan. Saya juga dapat cerita dari orang lain yang pakai IUD tapi
gagal (hamil), lalu katanya spiral masih menempel di kepala bayi. Benar
tidaknya cerita itu saya tidak tahu, tapi yang jelas saya jadi takut...(R-1a)
Kotak 26 :
“Kebanyakan karena mereka takut kalau memakai IUD, ya karena sebelum
mereka datang kesini, biasanya sudah tanya-tanya dulu sama orang lain,
tetangga...teman...mereka juga sering mendengar rumor-rumor dari orang lain
tentang IUD...akhirnya kan mereka jadi takut....” (R-7a)
“ya karena pada takut pakai IUD, takut dan malu waktu pasangnya, takut
membahayakan karena alkon tersebut dimasukkan ke rahim ibu, juga mereka
banyak yang dengar cerita-cerita orang, yang katanya kalau pakai IUD nanti
menyebabkan sakit saat berhubungan seksual, takut juga kalau alatnya nanti
bisa keluar sendiri..” (R-7b)
Dokter Puskesmas :
“ Faktor lain adalah karena rasa takut...” (R-10)
budaya, sosial, pribadi dan psikologi. Faktor psikologi yang berpengaruh
diantaranya adalah faktor persepsi yang dalam penelitian ini terdefinisi
sebagai persepsi rasa aman terhadap KB IUD.23
Informasi yang disampaikan dari mulut ke mulut merupakan salah
satu faktor yang menjadi pertimbangan calon akseptor KB baru dalam
menentukan pilihan. Apabila informasi tentang kegagalan dan mitos-mitos
tentang IUD yang lebih sering beredar dimasyarakat dan tidak sebanding
dengan penyuluhan tentang KB IUD, hal ini tentu akan mengakibatkan
masyarakat atau calon akseptor KB baru semakin menjauh dari pilihan
kontrasepsi IUD. Faktor kegagalan seperti yang dimiliki oleh peserta KB
non IUD yang pernah memakai IUD berikut ini dapat menjadi informasi
yang merugikan bagi perkembangan peningkatan jumlah akseptor KB
IUD. Berikut adalah hasil wawancara dengan peserta tersebut, yang
menyatakan pertimbangannya untuk mengganti alat kontrasepsi IUD
dengan yang lain :
Pernyataan akseptor KB non IUD yang pernah menggunakan IUD
diatas menceritakan pengalaman pribadinya yang dijadikan alasan dan
faktor pertimbangan berganti alat kontrasepsi lain. Meskipun cerita
tersebut dapat berdampak bagi keputusan orang lain yang mendengarnya.
Oleh karena itu faktor kegagalan dari peserta yang pernah
menggunakan KB IUD tersebut sedapat mungkin dihindari agar tidak akan
menjadi informasi dan nilai negatif bagi sebagian orang lain yang akan
Kotak 27 :
“Karena saya termasuk akseptor yang gagal memakai IUD dan suami juga
tidak mengijinkan lagi saya memakai IUD jenis lain (sebelumnya saya memakai
IUD jenis Nova-T) sehingga setelah kelahiran anak saya yang kedua saya
memakai KB suntik, kemudian baru memakai KB kondom.” (R-5a)
mengakibatkan penambahan jumlah orang yang berpersepsi IUD tersebut
kurang aman.
Banyaknya responden yang berpersepsi kurang aman akan
penggunaan KB IUD sesuai dengan hasil survei pendahuluan yang
mengungkapkan beberapa alasan yang berkaitan dengan penurunan
peserta KB IUD di Kecamatan Pedurungan dari tahun ke tahun, yaitu
adanya perasaan takut terhadap alat kontrasepsi tersebut.
Dengan demikian faktor perasaan kurang aman baik yang timbul dari
pemikiran diri sendiri maupun dipicu dari informasi orang lain berkaitan
erat terhadap keputusan seseorang untuk berperilaku menggunakan jenis
kontrasepsi tertentu yakni IUD.
E. Deskripsi Persepsi Nilai terhadap KB IUD
Tabel 4.9 Distribusi jawaban responden tentang persepsi nilai terhadap
KB IUD
No SS S KS TS Σ
Persepsi Nilai terhadap KB IUD
f % f % f % f % f %
1 Ibu merasa malu dengan cara pasang
IUD yang memperlihatkan aurat
23 19,5 45 38,1 6 5,1 44 37,3 118 100
2 Pemakaian IUD tidak sesuai dengan
nilai agama yang dianut
1 0,8 27 22,9 8 6,8 82 69,5 118 100
3 Tokoh agama yang dianut ada yang
Tidak memperbolehkan pakai IUD
2 1,7 10 8,5 3 2,5 103 87,3 118 100
4 Ada tokoh masyarakat yang sarankan
Pakai IUD
29 24,6 49 41,5 2 1,7 38 32,2 118 100
5 Ada beberapa kader/petugas kesehatan
Yang sarankan pakai IUD
29 24,6 52 44,1 1 0,8 36 30,5 118 100
Berdasarkan distribusi jawaban responden seperti terlihat pada tabel
4.9, menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab sesuai (38,1%)
dan sangat sesuai (19,5%) pada pernyataan merasa malu dengan cara
pasang IUD yang memperlihatkan aurat. Hal ini memperlihatkan hambatan
penggunaan KB IUD salah satunya adalah perasaan malu yang dimiliki
calon akseptor KB akan pemasangan KB IUD yang mengharuskan
memperlihatkan aurat.
Sebaliknya pada pernyataan pemakaian IUD tidak sesuai dengan nilai
agama yang dianut oleh ibu, mayoritas menjawab tidak sesuai (69,5%)
dan pernyataan tokoh agama ada yang tidak memperbolehkan
menggunakan KB IUD, mayoritas juga mengatakan tidak sesuai (87,3%).
Dengan demikian sebenarnya tidak ada hambatan dari sisi nilai agama
bagi responden.
Sedangkan dari sisi dukungan oleh petugas kesehatan, kader maupun
tokoh masyarakat, masih menyisakan persoalan yakni masih banyak yang
menjawab tidak sesuai atas pernyataan ada beberapa tokoh masyarakat,
kader / petugas kesehatan yang menyarankan untuk menggunakan KB
IUD (32,2% & 30,5%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian diatas yang
menyimpulkan pengetahuan kurang tentang KB IUD dikaitkan dengan
kurangnya informasi tentang berbagai metode kontrasepsi termasuk
tentang KB IUD yang disampaikan oleh petugas kesehatan. Sedangkan
informasi yang sering didengar oleh responden adalah informasi yang
bersifat negatif, yang biasanya berasal dari cerita teman atau tetangga.
Meskipun cerita tersebut tidak dapat dipastikan kebenarannya oleh
responden, tetap saja mempengaruhi penilaian responden terhadap KB
IUD, yakni membuat sebagian besar takut untuk menggunakan IUD.
Dengan demikian berdasarkan distribusi jawaban responden diatas,
maka proporsi responden yang memiliki persepsi nilai positif terhadap KB
IUD memang lebih banyak (51,7%) daripada yang memiliki persepsi nilai
kurang positif (48,3%).
Tabel 4.10 Distribusi frekuensi persepsi nilai terhadap KB IUD
No. Persepsi nilai terhadap KB IUD F %
1 Positif 61 51,7
2 Kurang positif 57 48,3
Jumlah 118 100,0
Persepsi nilai positif yang lebih banyak daripada nilai kurang positif
disebabkan karena dari sisi agama, masyarakat menilainya secara positif,
yang berarti adanya dukungan penuh dari pihak-pihak terkait serta tidak
adanya suatu larangan apapun terhadap pemakaian IUD yang disertai
sebagian besar responden yang berpersepsi baik akan peran tokoh
masyarakat, kader dan petugas kesehatan pada upaya penggunaan IUD.
Meskipun demikian, tetap diperlukan peningkatan peran tokoh
masyarakat, kader dan petugas kesehatan serta upaya memperbaiki nilai
kurang positif dari KB IUD yang terletak pada adanya perasaan malu saat
pemasangan.
F. Deskripsi Persepsi Informasi KB IUD
Tabel 4.11 Distribusi jawaban responden tentang persepsi informasi KB
IUD
No SS S KS TS Σ
Persepsi Nilai terhadap KB IUD
f % f % f % f % F %
1 Ibu diberikan informasi tentang KB IUD
Dengan lengkap
8 6,8 21 17,8 14 11,9 75 63,6 118 100
2 Ibu diberikan informasi tentang lama
Pakai IUD dengan jelas
6 51,0 23 19,5 7 5,9 82 69,5 118 100
3 Ibu diberikan informasi tentang jenis /
bentuk KB IUD
6 5,1 15 12,7 8 6,8 89 75,4 118 100
4 Ibu diberikan informasi tentang keuntu-
Ngan pakai IUD dengan jelas & lengkap
7 5,9 19 16,1 7 5,9 85 72,0 118 100
5 Ibu diberikan informasi tentang kelemahan
pakai IUD dengan jelas & lengkap
4 3,4 12 10,2 9 7,6 93 78,8 118 100
6 Ibu diberikan informasi tentang efek
samping pakai IUD dgn lengkap & jelas
4 3,4 13 11,0 9 7,6 92 78,0 118 100
7 Ibu mendapatkan informasi tentang KB
IUD dari majalah atau televisi
11 9,3 33 28,0 8 6,8 66 55,9 118 100
Berdasarkan distribusi jawaban responden seperti tersaji dalam tabel 4.11
diatas, dapat diketahui bahwa mayoritas responden kurang mendapatkan informasi
tentang KB IUD dari tempat pelayanan kontrasepsi yang dikunjungi. Hal tersebut
terbukti dengan banyaknya responden yang menjawab tidak sesuai pada
pernyataan ibu diberikan informasi tentang KB IUD, yang terdiri dari lama
pemakaian (69,5%), jenis (75,4%), keuntungan (72%), kelemahan (78,8%), dan
efek samping dari pemakaian IUD dengan lengkap dan jelas (78,0%). Begitu pula
dengan pernyataan ibu banyak mendapatkan informasi tentang KB IUD dari
majalah dan televisi, sebagian besar mengatakan tidak sesuai (55,9%).
Berdasarkan distribusi jawaban responden diatas, maka dapat
dirangkum dalam dua kategori, dimana proporsi responden yang memiliki
persepsi informasi terhadap KB IUD kurang cukup lebih besar (59,3%)
daripada yang memiliki persepsi informasi cukup (40,7%).
Tabel 4.12 Distribusi frekuensi persepsi informasi KB IUD
No. Persepsi informasi KB IUD F %
1 Cukup 48 40,7
2 Kurang cukup 70 59,3
Jumlah 118 100,0
Kurangnya informasi tentang IUD yang diperoleh dari pemberi
pelayanan kontrasepsi, ditegaskan oleh salah satu responden wawancara
mendalam berikut ini :
Peserta KB non IUD tersebut mengungkapkan bahwa informasi yang
diberikan oleh tenaga kesehatan hanya seputar kontrasepsi yang
diinginkan dan diminta peserta. Pernyataan yang sama juga diucapkan
oleh suami peserta KB non IUD, yakni informasi yang diberikan hanya
tentang alat kontrasepsi yang akan dipilih dan ditanyakan saja. Hal ini
secara jelas tersirat dari pernyataan berikut ini :
Kotak 28 :
“....cuma informasi tentang KB suntik, karena waktu pertama mau pakai
kontrasepsi dari rumah saya memang sudah niat pakai KB suntik aja...makanya
saya langsung meminta pakai alkon suntik, jadi ya diberi tahu tentang suntik
saja...”Menurut saya kurang lengkap ya..karena hanya dijelaskan yang kita
tanyakan saja, atau dijelaskan alkon yang akan dipilih saja. Yang tidak kita tanya
kadang-kadang tidak dijelaskan.” (R-1a)
Pada kenyataannya hasil penelitian ini menunjukkan kurangnya
informasi yang disampaikan oleh tenaga kesehatan kepada calon akseptor
KB baru bila dinilai dari sisi persepsi peserta KB non IUD. Akan tetapi
bagaimanakah sesungguhnya pelaksanaan fungsi dan tugas dari tenaga
kesehatan itu sendiri dalam memberikan KIE (konsultasi, informasi dan
edukasi) dalam pelayanan KB, secara tidak langsung tersirat dalam
beberapa pernyataan responden wawancara mendalam berikut ini :
Pernyataan bidan praktek swasta dan bidan puskesmas seperti terlihat
pada kotak 30 dan 31, menegaskan bahwa konsultasi dan informasi dalam
pelayanan kontrasepsi yang diberikannya hanya terbatas pada keinginan
dan pilihan klien dan tidak memberikannya secara lengkap sebagaimana
tugas dan fungsinya dalam memberikan KIE pelayanan kontrasepsi
kepada masyarakat.
Adapun pelaksanaan tugas dan fungsi setiap tenaga kesehatan dalam
memberikan KIE kepada masyarakat tergantung dari komitmen,
Kotak 29 :
“Yang saya tahu dari istri, informasi yang diperoleh itu cuma yang ditanyakan saja
dan kontrasepsi yang akan dipilih saja..karena istri sudah berniat pakai suntik ya
diberi informasinya hanya tentang suntik saja.” (R-2a)
Kotak 30 :
“Kalau pasien datang mau memutuskan untuk berKB, biasanya mereka langsung
meminta pakai KB suntik saja, kalau memang sesuai dengan keadaan pasien, ya
udah kita jelaskan hanya KB suntik saja...lalu kita tanya apakah sudah
mantap?...kalau sudah mantap ya sudah terserah pasien saja kita tidak
mempengaruhi mereka untuk memakai IUD. Jadi tergantung kemantapan pasien”
(R-8)
Kotak 31 :
“..pasien mintanya KB apa, ya kita jelaskan tentang KB itu...dan kalau pasien
tidak ada kontraindikasi kalau pakai jenis KB itu ya sudah diberikan saja...kan
semua tergantung kemantapan dari pasien...tidak dijelaskan semua, karena tidak
sempat...” (R-9)
“...Ya tentang alkon yang cocok sama indikasi-indikasi pasien..pasien biasanya
begitu datang langsung meminta KB tertentu, ya kalau itu cocok untuk si pasien,
kita jelaskan KB itu...” (R-9)
kesadaran dan persepsi tenaga kesehatan itu sendiri akan tugas yang
diembannya. Tidak jarang petugas kesehatan membatasi sendiri perannya
dalam KIE kepada masyarakat dengan alasan terbentur pada sejumlah
keterbatasan. Seperti diungkapkan oleh tenaga kesehatan Puskesmas
berikut, yang menyatakan bahwa upaya peningkatan jumlah akseptor KB
termasuk KB IUD bukanlah tugas pokoknya, sedangkan tugasnya sendiri
hanya sebagai pemberi pelayanan kontrasepsi. Berikut adalah hasil
wawancara dengan seorang bidan Puskesmas :
Pernyataan yang diutarakan oleh bidan yang menjabat sebagai
koordinator pelayanan KIA dan KB diatas, menekankan bahwa tugas
puskesmas hanya terbatas pada penanganan masalah teknis dari
pelayanan KB. Hal tersebut dikarenakan adanya keterbatasan sumber
daya yang dimiliki puskesmas untuk melakukan semua tugas yang
diembannya. Oleh karena itu tugas untuk meningkatkan jumlah akseptor
KB termasuk akseptor KB IUD dengan cara menumbuhkan kesadaran dan
mendidik masyarakat akan pentingnya berkontrasepsi termasuk memakai
Kotak 32 :
”Sebenarnya yang punya program itu petugas PLKB, meningkatkan akseptor itu
tugasnya PLKB...kita tugasnya cuma melayani kalau ada yang ingin memakai
alkon ya kita layani...kalau semua kita kerjakan ya tidak bisa...kita kan punya
keterbatasan, dan program puskesmas sudah banyak banget sedangkan
tenaganya terbatas...”(R-9)
Kotak 33 :
”Yang punya program seperti itu ya bagiannya PLKB, kalau dulu kan ada
program safari, pasang IUD gratis, jadi karena gratis banyak yang tertarik, kalau
sekarang tidak ada program seperti itu lagi jadi kemungkinan memang tidak ada
daya tariknya...puskesmas sendiri cuma bagian pelayanan aja, kalau ada yang
mau pakai IUD ya kita pasang...tapi kalau tidak ya kita tidak memaksa...kalau
pasiennya sudah mantap pakai suntik atau pil ya sudah kadang kita tidak
tawarkan untuk pakai IUD...kalau sempat saja baru kita tawarkan.” (R-9)
IUD yang merupakan kontrasepsi mantap, bukanlah tugas pokok
puskesmas melainkan tugas pokok dari sektor lain.
Senada dengan pernyataan bidan koordinator pelayanan KIA dan KB
diatas, pernyataan dokter puskesmas berikut juga menegaskan hal yang
sama :
Selanjutnya perbedaan komitmen dan kesadaran dari pemberi
pelayanan kesehatan dalam upaya peningkatan akseptor KB IUD, akan
membawa kecenderungan masing-masing petugas dalam memberikan
pelayanan kontrasepsi dengan cara penyampaian dan kelengkapan
informasi yang berbeda-beda. Apabila petugas pemberi pelayanan
kesehatan kurang memiliki kesadaran dan komitmen yang kuat akan
upaya tersebut, maka mereka cenderung hanya memberikan informasi
yang ditanyakan dan diinginkan oleh klien saja.
Namun bila petugas pemberi pelayanan kontrasepsi memiliki
kesadaran dan komitmen yang baik dalam upaya meningkatkan akseptor
KB IUD, maka ia cenderung memberikan KIE pelayanan kontrasepsi
dengan lengkap sebagaimana tugas dan fungsinya sebagai tenaga
kesehatan. Seperti pernyataan dari tenaga kesehatan berikut yang
mencerminkan komitmen dan kesadaran kuat untuk meningkatkan
pemanfaatan IUD sebagai alat kontrasepsi :
Kotak 35 :
“ Pertama begitu pasien datang, saya tanyakan pengennya KB apa...Lalu saya
periksa dulu kondisi kesehatan, riwayat sakit yang diderita apa...setelah itu baru
menawarkan beberapa alkon yang sesuai dengan kondisi pasien, termasuk KB
IUD, saya selalu tawarkan itu ke pasien...walaupun awalnya mereka dari rumah
pengennya KB lain yang non IUD....” (R-7a)
Kotak 34 :
“....Puskesmas hanya melayani masalah teknis saja....melayani klien kalau ada
yang mau pasang IUD, penyuluhan juga dilakukan, tapi tidak spesifik seperti ada
program khusus untuk peningkatan akseptor IUD. Kalau masalah upaya untuk
meningkatkan itu bukan tugas utama puskesmas, kita hanya membantu
teknisnya saja...kalau masalah peningkatan jumlah akseptor itu melibatkan lintas
sektor, kalau dulu BKKBN, saat ini ada Bapermas...” (R-10)
Tenaga kesehatan yang merupakan bidan praktek swasta tersebut
senantiasa memberi berbagai alternatif pilihan kontrasepsi yang sesuai
dengan kondisi klien, termasuk menawarkan kontrasepsi IUD ketika ia
sedang memberikan pelayanan KB kepada setiap calon akseptor KB baru.
Jika klien merasa tertarik namun masih memiliki keraguan karena belum
ada persetujuan dari suami, tenaga kesehatan tersebut akan
menyarankan klien untuk melibatkan suami dalam konsultasi selanjutnya
demi sebuah keputusan penggunaan kontrasepsi IUD.
Seringkali tenaga kesehatan tersebut berupaya membujuk klien
maupun orang disekelilingnya untuk menggunakan KB IUD, yang tidak
jarang dilakukan dengan cara-cara menarik. Tujuannya adalah semakin
banyak yang memakai IUD, maka semakin besar informasi positif yang
akan disebarkan oleh mereka kepada orang lain. Dengan demikian
diharapkan jumlah akseptor KB IUD akan semakin meningkat. Hal ini
terlihat dari pernyataan seorang Bidan Praktek Swasta pada kotak 37 :
Kotak 36 :
Saya selalu memberi alternatif pilihan lain bagi pasien, misal tadinya mereka ingin
pakai KB pil, tetap saya kasih tahu tentang IUD. Kalau misal si pasien tertarik tapi
kok belum ijin suami, ya saya persilakan ijin dulu sama suami, kalo perlu suami
diajak datang kemari...selain itu saya juga selalu menekankan perbandingan
faktor biaya pada masing-masing pilihan alkon...kalau ada alkon yang cocok
namun ekonomis (seperti IUD) ya saya sarankan pasien pakai itu saja...” (R-7b)
Kotak 37 :
“.....Setelah itu baru saya selalu berikan alternatif alkon lain, terutama yang
jangka panjang...kalau sekiranya kondisi pasien cocok pakai IUD, ya saya
informasikan tentang IUD...Keuntungan pakai IUD, kelemahannya, cara kerja dari
IUD itu bagaimana, cara pemasangannya...saya menjelaskannya detail biar
pasien lebih jelas, kadang-kadang saya memberi konsultasi sampai
setengah jam sendiri...”
“ Kalau waktu konsultasi pertama belum didampingi suami, lalu si ibu berhasil
saya bujuk untuk pakai IUD, ya saya suruh suaminya diajak kemari dulu, biar
semua bisa saya jelaskan....”
“ Kalau berhasil menjelaskan dan meyakinkan suami, ya secara tidak langsung
pasien juga yakin dengan pilihannya itu...kan didukung suami...tapi kalau pasien
masih ragu juga...biasanya nih...ya saya kasih iming-iming saja...”ibu coba
dulu alkon IUD ini, nanti kalau tidak cocok ya balik kesini lagi, dan uangnya
ibu saya kembalikan, gimana?” Jadi ada jaminan uang kembali kalau KB
IUD nya tidak cocok. Apalagi sama saudara sendiri, saya kasih gratis, biar
mereka mau pakai IUD.” (R-7a)
dan pernyataan dari seorang dokter Puskesmas sebagaimana hasil
wawancara yang tampak pada kotak 38 :
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketersediaan dan
kelengkapan informasi tentang metode kontrasepsi IUD, menjadi faktor
yang memungkinkan terjadinya pemanfaatan IUD sebagai alat
kontrasepsi. Tanpa adanya informasi dan pengaruh dari tenaga kesehatan
maka segala kendala pemanfaatan IUD seperti nilai negatif yang dianut
masyarakat tentang IUD akan tetap berakhir pada persepsi rasa kurang
aman dan tidak akan berubah selama tenaga kesehatan yang menjadi
rujukan pasien kurang berperan untuk merubahnya. Sebagaimana
dijelaskan dalam teori Lawrence Green dimana faktor pemungkin yang
diantaranya adalah ketersediaan pelayanan kesehatan termasuk alat-alat
kontrasepsi yang lengkap beserta informasinya, menjadi penyebab
perilaku konsumen / klien dalam memutuskan menggunakan kontrasepsi
IUD.
Kotak 38 :
“ Pertama saya tanyakan dulu mereka mau KB apa...setelah itu baru dijelaskan
tentang KB tersebut, dan beberapa alkon alternatif lain...termasuk IUD
juga..bahwa IUD itu lebih praktis dan ekonomis, kesuburan lebih cepat kembali,
info tentang keuntungan dan kerugian dari pemakaian IUD.”
“.....saya biasanya mencontohkan istri sendiri yang juga memakai IUD, dan
terbukti aman-aman saja, kalaupun ada keluhan bisa ditangani.”
G. Deskripsi Persepsi Kualitas Pelayanan KB
Tabel 4.13 Distribusi jawaban responden tentang persepsi kualitas
pelayanan KB
No SS S KS TS Σ
Persepsi Kualitas Pelayanan KB
f % f % f % f % f %
1 Di tempat pelayanan KB tersedia lengkap
berbagai jenis KB
47 39,8 56 47,5 7 5,9 8 6,8 118 100
2 Ibu mendapatkan informasi lengkap tentang
berbagai metode kontrasepsi
10 8,5 20 16,9 25 21,2 63 53,4 118 100
3 Petugas menanyakan status kehamilan
& riwayat persalinan
28 23,7 56 47,5 4 3,4 30 25,4 118 100
4 Petugas menanyakan apakah ada masalah
menstruasi
28 23,7 57 48,3 3 2,5 30 25,4 118 100
5 Petugas menanyakan riwayat penyakit ibu
18 15,3 42 35,6 3 2,5 55 46,6 118 100
6 Petugas menanyakan apakah ada riwayat 8 6,8 19 16,1 4 3,4 87 73,7 118 100
PMS
7 Petugas menanyakan KB yang dipakai
Sebelumnya
21 17,8 52 44,1 3 2,5 42 35,6 118 100
8 Petugas menanyakan alasan berhenti dari
KB terdahulu
18 15,3 37 31,4 3 2,5 60 50,8 118 100
9 Petugas menyarankan beberapa metode
KB yang paling sesuai dengan ibu
33 28,0 41 34,7 7 5,9 37 31,4 118 100
10 Petugas mampu beri pelayanan KB sesuai
Pilihan ibu
35 29,7 74 62,7 2 1,7 7 5,9 118 100
11 Penjelasan petugas tentang cara pakai alat
KB pilihan ibu mudah dipahami
37 31,4 66 55,9 2 1,7 13 11,0 118 100
12 Petugas memberi informasi tentang keuntungan
& kerugian KB pilihan ibu
36 30,5 36 30,5 14 11,9 32 27,1 118 100
13 Petugas memberi informasi tentang efek
Samping KB pilihan ibu
36 30,5 40 33,9 11 9,3 31 26,3 118 100
14 Petugas memakai alat peraga/boklet dalam
Memberi informasi tentang jenis-jenis KB
7 5,9 15 12,7 6 5,1 90 76,3 118 100
15 Petugas memberi pelayanan KB dengan
Trampil
36 30,5 74 62,7 5 4,2 3 2,5 118 100
16 Petugas memberi pelayanan KB dengan
cepat dan tepat
36 30,5 76 64,4 5 4,2 1 0,8 118 100
17 Petugas memberitahu kapan & dimana ibu
Dapat memperoleh persediaan KB
32 27,1 80 67,8 3 2,5 3 2,5 118 100
18 Petugas menjelaskan yang harus dilakukan
Jika ada masalah dalam pemakaian KB
32 27,1 67 56,8 7 5,9 12 10,2 118 100
19 Petugas bersikp ramah dan murah senyum
42 35,6 74 62,7 2 1,7 0 0 118 100
20 Petugas bersikap sopan
42 35,6 74 62,7 1 0,8 1 0,8 118 100
21 Penjelasan petugas seputar masalah KB
mudah dimengerti
36 30,5 68 57,6 4 3,4 10 8,5 118 100
22 Petugas memberi waktu konsultasi yang
Cukup
32 27,1 68 57,6 8 6,8 10 8,5 118 100
23 Petugas memberi kesempatan pada ibu
untuk bertanya
34 28,8 68 57,6 8 6,8 8 6,8 118 100
24 Petugas memberi jawaban yang memuaskan
ibu
37 31,4 68 57,6 7 5,9 6 5,1 118 100
Pada tabel 4.13 diatas, tersaji deskripsi jawaban responden tentang
persepsi kualitas pelayanan KB yang tergambar dalam lima dimensi kualitas.
Dimensi pertama adalah gambaran ketersediaan berbagai pilihan metode
kontrasepsi, dimana sebagian besar responden menjawab sesuai pada
pernyataan di tempat pelayanan kontrasepsi yang digunakan tersedia lengkap
berbagai jenis alat KB termasuk IUD. Akan tetapi pernyataan tentang
informasi berbagai metode kontrasepsi dari pemberi pelayanan KB dijawab
oleh sebagian besar responden tidak sesuai (53,4%). Kenyataan ini sesuai
dengan hasil penelitian diatas yang mengungkapkan bahwa informasi yang
disampaikan oleh petugas kesehatan masih terbatas pada metode
kontrasepsi yang diinginkan dan ditanyakan, belum menjelaskan secara
lengkap metode kontrasepsi yang ada termasuk KB IUD.
Dimensi mutu kedua dari kualitas pelayanan KB ternyata masih ada
yang dipersepsikan kurang baik oleh responden, dimana sebagian besar
responden menjawab tidak sesuai pada pernyataan petugas menanyakan
riwayat penyakit ibu (46,6%), petugas menanyakan apakah ada riwayat PMS
(73,3%), petugas menanyakan alasan berhenti dari KB terdahulu (50.8%), dan
petugas memakai alat peraga dalam memberi informasi tentang jenis-jenis KB
(76,3%). Sedangkan pernyataan lain yang menggambarkan dimensi mutu
kedua lebih banyak dipersepsikan baik oleh responden, terbukti dengan
mayoritas yang menjawab sesuai pada pernyataan petugas menanyakan
status kehamilan dan riwayat persalinan (47,5%), petugas menanyakan
apakah ada masalah menstruasi (48,3%), petugas mampu memberi
pelayanan KB sesuai pilihan ibu (62,7%), penjelasan petugas tentang cara
pakai alat KB pilihan ibu mudah dipahami (55,9%), petugas memberi informasi
tentang keuntungan dan kerugian serta efek samping KB pilihan ibu (30,5% &
33,9%).
Dimensi mutu yang ketiga menggambarkan kemauan petugas
kesehatan untuk memberikan pelayanan dengan cepat dan tepat, dimana
berdasarkan hasil penelitian ini sebagian besar menjawab sesuai pada
pernyataan petugas memberikan pelayanan KB dengan cepat dan tepat
(64,4%) serta memberikan pelayanan dengan trampil (62,7%).
Dimensi yang keempat menggambarkan pengetahuan dan kemampuan
petugas kesehatan untuk menimbulkan pemahaman dan kemantapan bagi
klien dalam memilih salah satu metode kontrasepsi serta keramahan dan
kesopanan petugas. Hal ini terbukti direspon baik oleh responden yang terlihat
sebagian besar menjawab sesuai pada pernyataan petugas memberitahukan
apa yang harus dilakukan ibu jika mendapat masalah dalam pemakaian KB
(56,8%), dan memberitahukan kapan dan dimana ibu dapat memperoleh
persediaan KB (67,8%), petugas bersikap ramah dan murah senyum (62,7%),
serta bersikap sopan (62,7%).
Dimensi kelima tergambar dari interaksi antara klien dan petugas
kesehatan yang dinilai dari kecakapan petugas untuk menciptakan suasana
serta komunikasi dua arah untuk membantu memahami kebutuhan dan
memberi perhatian pada klien. Hal ini dinilai baik oleh responden yang terbukti
mayoritas menjawab sesuai pada pernyataan penjelasan petugas seputar
masalah KB mudah dimengerti ibu (57,6%), petugas memberikan waktu
konsultasi yang cukup pada ibu (57,6%), memberi kesempatan untuk
bertanya (57,6%), dan memberikan jawaban yang memuaskan ibu (57,6%)
Berdasarkan distribusi jawaban responden diatas, maka dapat
disimpulkan dalam dua kategori persepsi kualitas pelayanan KB, dimana
kategori persepsi baik lebih besar (55,9%) daripada persepsi kurang baik
(44,1%).
Tabel 4.14 Distribusi frekuensi persepsi kualitas pelayanan KB
No. Persepsi kualitas pelayanan KB f %
1 Baik 66 55,9
2 Kurang baik 52 44,1
Jumlah 118 100,0
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa responden menilai kualitas
pelayanan KB yang diberikan tenaga kesehatan yang dikunjungi sudah
baik. Hal tersebut dikarenakan tempat tujuan pelayanan kontrasepsi
ditentukan sendiri oleh responden berdasarkan pertimbangan tertentu,
dimana responden cenderung akan memilih tempat pelayanan kontrasepsi
yang paling dia suka. Oleh karena itu responden cenderung menjawab
kualitas pelayanan KB yang diberikan oleh tempat pelayanan kontrasepsi
tersebut adalah baik.